Thursday, April 21, 2016

Kumpulan Puisi Sapardi Djoko Damono


  Kumpulan Puisi Sapardi Djoko Damono

Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono (lahir di Surakarta, 20 Maret 1940; umur 76 tahun) adalah seorang pujangga berkebangsaan Indonesia terkemuka. Ia dikenal melalui berbagai puisi-puisinya yang menggunakan kata-kata sederhana, sehingga beberapa di antaranya sangat populer, baik di kalangan sastrawan maupun khalayak umum.
Masa mudanya dihabiskan di Surakarta (lulus SMP Negeri 2 Surakarta tahun 1955 dan SMA Negeri 2 Surakarta tahun 1958). Pada masa ini ia sudah menulis sejumlah karya yang dikirimkan ke majalah-majalah. Kesukaannya menulis ini berkembang saat ia menempuh kuliah di bidang Bahasa Inggris di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Sejak tahun 1974 ia mengajar di Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Indonesia, namun kini telah pensiun. Ia pernah menjadi dekan di sana dan juga menjadi guru besar. Pada masa tersebut ia juga menjadi redaktur pada majalah "Horison", "Basis", dan "Kalam". Sapardi Djoko Damono banyak menerima penghargaan. Pada tahun 1986 SDD mendapatkan anugerah SEA Write Award. Ia juga penerima Penghargaan Achmad Bakrie pada tahun 2003. Ia adalah salah seorang pendiri Yayasan Lontar. Ia menikah dengan Wardiningsih dan dikaruniai seorang putra dan seorang putri. Ini adalah beberapa kumpulan puisi karya Supardi Djoko Damono:

Ø  AKU INGIN
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu.

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.

Ø  HUJAN BULAN JUNI
tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu
tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu
tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu

Ø  AKULAH SI TELAGA
berlayar di atasnya
berlayarlah menyibakkan riak-riak kecil yang menggerakkan bunga-bunga padma
berlayarlah sambil memandang harumnya cahaya;sesampai di seberang sana, tinggalkan begitu saja
perahumu biar aku yang menjaganya

Ø  SAJAK KECIL TENTANG CINTA
Mencintai angin harus menjadi siut...
Mencintai air harus menjadi ricik...
Mencintai gunung harus menjadi terjal...
Mencintai api harus menjadi jilat...
Mencintai cakrawala harus menebas jarak...
MencintaiMu harus menjadi aku”

Ø  BERJALAN KE BARAT DI WAKTU PAGI HARI
Waktu berjalan ke barat di waktu pagi hari
matahari mengikutiku di belakang
Aku berjalan mengikuti bayang-bayangku sendiri yang memanjang di depan
Aku dan matahari tidak bertengkar
tentang siapa di antara kami yang telah menciptakan bayang-bayang
Aku dan bayang-bayang tidak bertengkar
 tentang siapa di antara kami yang harus berjalan di depan

Ø  PADA SUATU HARI NANTI
Pada suatu hari nanti,
Jasadku tak akan ada lagi,
Tapi dalam bait-bait sajak ini,
Kau tak akan kurelakan sendiri.

Pada suatu hari nanti,

Suaraku tak terdengar lagi,
Tapi di antara larik-larik sajak ini.

Kau akan tetap kusiasati,

Pada suatu hari nanti,
Impianku pun tak dikenal lagi,
Namun di sela-sela huruf sajak ini,
Kau tak akan letih-letihnya kucari.

Ø  SEPERTI KABUT
aku akan menyayangimu
seperti kabut
yang raib di cahaya matahari
:
aku akan menjelma awan
hati-hati mendaki bukit
agar bisa menghujanimu
:
pada suatu hari baik nanti



Ø  METAMORFOSIS
yang sedang menanggalkan kata-kata yang satu demi satu
mendudukkanmu di depan cermin dan membuatmu bertanya
tubuh siapakah gerangan yang kukenakan ini
ada yang sedang diam-diam menulis riwayat hidupmu
menimbang-nimbang hari lahirmu
mereka-reka sebab-sebab kematianmu
ada yang sedang diam-diam berubah menjadi dirimu

Ø  BUNGA
Bahkan bunga rumput itu pun berdusta.
 Ia rekah di tepi padangwaktu hening pagi terbit;
siangnya cuaca berdenyut ketikanampak sekawanan gagak terbang berputar-putar di atas padang itu; malam hari ia mendengar seru serigala.
Tapi katanya, “Takut? Kata itu milik kalian saja, para manusia. 
Aku ini si bunga rumput, pilihan dewata!”

Ø  KOLAM DI PEKARANGAN
Daun yang membusuk di dasar kolam itu masih juga ...
 tengadah ke ranting pohon jeruk yang dulu melahirkannya...
 Ia ingin sekali bisa merindukannya... 
Tak akan dilupakannya hari itu menjelang subuh ..
 hujan terbawa angin memutarnya perlahan..

Ø  YANG FANA ADALAH WAKTU
Yang fana adalah waktu. Kita abadi:
memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa.
"Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?" tanyamu.
Kita abadi.

Ø  DI RESTORAN
Kita berdua saja, duduk.
Aku memesan ilalang panjang dan bunga rumput --
kau entah memesan apa.
Aku memesan batu ditengah sungai terjal yang deras --
kau entah memesan apa.
Tapi kita berduasaja, duduk.
Aku memesan rasa sakit yang tak putus dan nyaring lengkingnya,
memesan rasa lapar yang asing itu.

Ø  SIHIR HUJAN
 Hujan mengenal baik pohon, jalan, dan selokan
-- swaranya bisa dibeda-bedakan;
kau akan mendengarnya meski sudah kaututup pintu dan jendela.
Meskipun sudah kau matikan lampu.

Hujan, yang tahu benar membeda-bedakan, telah jatuh di pohon, jalan, dan selokan

- - menyihirmu agar sama sekali tak sempat mengaduh
waktu menangkap wahyu yang harus kaurahasiakan.

Ø   DALAM DIRIKU
dalam diriku mengalir sungai panjang,
darah namanya;
dalam diriku menggenang telaga darah,
sukma namanya;
dalam diriku meriak gelombang sukma,
hidup namanya;
dan karena hidup itu indah,
aku menangis sepuas-puasnya” 


Ø  KUHENTIKAN HUJAN
 kuhentikan hujan ,kini matahari
merindukanku, mengangkat kabut pagi perlahan

ada yang berdenyut
dalam diriku
menembus tanah basah
dendam yang dihamilkan hujan
dan cahaya matahari

tak bisa kutolak matahari
memaksaku menciptakan bunga-bunga

Ø  MATA PISAU
mata pisau itu tak berkejap menatapmu
kau yang baru saja mengasahnya
berfikir: ia tajam untuk mengiris apel
yang tersedia di atas meja
sehabis makan malam;
ia berkilat ketika terbayang olehnya urat lehermu

Ø  TAJAM HUJANMU
tajam hujanmu
ini sudah terlanjur mencintaimu:
payung terbuka yang bergoyang-goyang di tangan kananku,
air yang menetes dari pinggir-pinggir payung itu,
aspal yang gemeletuk di bawah sepatu,
arloji yang buram berair kacanya,
dua-tiga patah kata yang mengganjal di tenggorokan
deras dinginmu
sembilu hujanmu

Ø  SUDAH KUTEBAK
Sudah kutebak kedatanganmu. Seperti biasanya,
kau berkias tentang sepasang ikan yang menyambar-nyambar umpan sedikit demi sedikit,
menggosok-gosokkan tubuh di karang-karang,
menyambar, berputar-putar membuat lingkaran,
menyambar, mabok membentur batu-batuan.
Kutebak si pengail masih terkantuk-kantuk di tepi sungai itu.Sendirian   

 

Thursday, April 14, 2016

Cerpen "Deburan Ombak yang Menyapa"

“Deburan Ombak yang Menyapa”
Karya : Nafisah 
Tengah malam di bulan yang penuh suci, waktu itu malam sedikit tidak biasa. Anginnya terasa lebih jahat. Dinginnya juga menyengat. Adelia terbangun karena dingin itu. Mencari-cari selimut tipis yang tadinya menutup tubuhnya hingga bahu dengan kaki. Udara sejuk yang menusuk pori-pori kulit telah menyadarkan Adelia dari tidurnya.
Bulan yang semestinya menjadi bulan yang penuh arti dalam hidupnya, namun kini berubah drastis menjadi bulan yang menyeramkan bagi Adelia. Bulan ini adalah bulan dimana dia membuka mata untuk yang pertama kalinya di muka bumi ini. Ya…..dia dilahirkan dari rahim ibunya tepat di waktu buka puasa di bulan yang penuh suci itu.
Disaat dia terjaga dari tidurnya, di tengah malam yang sunyi itu, dia mendengar rintihan. Rintihan itu tak lain  adalah rintihan ibunya yang sedang menangis tersedu-sedu.
Adelia yang masih setengah sadar, dia bingung dan menerka-nerka apa gerangan yang telah terjadi pada ibunya. Dia tak dapat sedikitpun menebak apa yang sebenarnya terjadi. Dia terus menguping rintihan  itu tanpa dia beranjak dari tempat dia terlelap.
Rintihan demi rintihan didengarnya. Hingga membuat Adelia menemukan titik permasalahan yang tengah menimpa ibunya. Benar…ayah dan ibu Adelia tengah bertengkar tentang suatu hal, hingga membuat nangis sang ibu.
Terpaan angin yang menerobos ventilasi-ventilasi kamar Adelia, kini tengah berhasil membius Adelia hingga dia terlelap lagi dalam tidurnya.
***
Sepertiga malam telah tiba, seperti biasa keluarga Adelia melaksanakan kesunahan dibulan yang suci ini bersama-sama dengan makan sahur. Di rumah yang sederhana itu, dengan ruang makan yang sederhana pula, mereka bertiga Adelia, ayah, dan ibunya sahur bersama-sama.
Dipertengahan makan, Adelia teringat apa yang tengah di dengar semalam. Namun, di raut wajah kedua orang tuanya sama sekali tidak menunjukkan sesuatu yang ganjil.
Karena angin malam yang melelapkannya, mencerna pada fikiran Adelia bahwa tadi malam dia memang sedang bermimpi. Dia  tidak menemukan konflik yang terlihat dalam diri kedua orang tuanya. Mereka bertiga sahur dengan lahap tanpa ada keganjilan sedikitpun.
Kegiatan rutin Adelia membantu ibunya bagaikan kepingan sebuah kaset yang telah dimasukkan ke dalam DVD, yang sudah terekam dalam memori dirinya. Mulai dari cuci piring hingga bersih-bersih rumah. Adelia merupakan anak yang berbakti kepada kedua orangtuanya. Keluarga mereka sangat bahagia meskipun hanya sederhana.
Aktifitas sehari-haripun terlaksana bak roda sepeda yang tengah berjalan, sebagaimana sehari-harinya.  Hingga sang mentari mulai beristirahat di peraduannya untuk melepaskan lelahnya menyinari sang bumi.
***
Waktu berbuka puasapun telah tiba, keluarga kecil yang terlihat bahagia oleh para tetangga itu, menikmati buka puasa yang telah di siapkan oleh sang ibu. Keluarga Adelia terlihat begitu akur dan harmonis membuat iri sang tetangga.
Ayah Adelia yang terkenal di desanya sebagai seorang ustadz, menambah kewibawaan dalam keluarga kecil mereka. Keluarga mereka sangatlah di segani oleh penduduk. Kesopanan, kerajinan, dan kepatuahan Adelia juga menambah kesempurnaan bagi keluarga mereka.
Di tengah berjalannya hari demi hari di bulan yang penuh suci ini,keluarga Adelia teruji suatu cobaan yang menggoyahkan kekukuhan keluarga mereka.
            Ibu Adelia mendengar gunjingan bahwa suaminya selingkuh dengan orang lain. Mereka mengadu bahwa ternyata pak ustadz yang tengah disanjung-sanjung itu bermuka dua. Mereka menuduh bahwa pak ustadz yang setiap malam di bulan Ramadhan pulang malam sekali bukan karena tadarus, seperti yang orang-orang piker. Ternyata pak ustadz selingkuh dengan orang lain. Dia tengah tidur bersama orang lain di luar rumah.
            Hati ibu Adelia sangatlah terpukul mendengar gunjingan para tetangga. Namun, dia adalah seorang istri yang solikhah, dia tidak akan menuduh suaminya tanpa ada bukti nyata. Kabar inipun dipendam dalam-dalam di hati ibu Adelia.
            Begitu penasarannya dengan gunjingan para tetangga. Malam itu, ibu Adelia menyelidiki apakah yang di gunjingkan tetangga itu fitnah atau fakta.
            Seperti biasa, habis sholat tarawih, Adelia pulang ke rumah bersama ibunya. Namun, ayahnya tidak langsung pulang karena dia harus tadarrus terlebih dahulu di masjid.
            Adelia dan ibunya berkunjung ke rumah nenek dan kakeknya yang kebetulan rumah kakek dan neneknya dekat dengan masjid yang dipakai tadarrus oleh ayahnya.
            Dengan suatu alasan, ibu Adelia penasaran dan menyelidiki sendiri gunjingan para tetangga tentang suaminya.
            Ibu Adelia mengikuti sang suami yang kebetulan waktu itu telah selesai dari tadarrusnya. Hati ibu Adelia bagaikan teriris sembilau yang sama sekali tak pernah diasah, dan begitu sangat menyayat hati ibu Adelia.
            Ibu Adelia menyaksikan sendiri dengan mata kepalanya bahwa suaminya benar-benar masuk kerumah seorang tetangga yang tak lain adalah teman akrab ibu Adelia sendiri. Dengan hati yang hancur, ibu Adelia yang begitu lemah lembut kini tak bias lagi menahan kesabarannya. Dia berubah bak serigala yang tengah kelaparan melihat mangsanya. Diapun mendobrak dan menyeret ayah adelia pulang.
***
            Sejak kejadian kemarin, hari demi hari. Malam demi malam, ibu Adelia dan ayahnya tak pernah berbicara. Keluarga yang dulunya sangat begitu harmonis kini menjadi keluarga yang sangat penuh dengan konflik kebatinan.
            Keharmonisan keluarga Adelia hancur bagai terhempas gulungan ombak yang begitu dahsyat. Kini, adelia sadar bahwa malam itu memang Adelia tidak sedang dalam bermimpi, ternyata ibu dan ayahnya benar-benar dalam masalah.
            Adelia bingung mana yang benar dan mana yang salah. Baru kali ini adelia melihat sang ayah yang begitu tegar menangis di hadapan dia dan ibunya. Ayah Adelia merasa bersalah kepada  keluarga kecilnya.
            Hampir setengah bulan dibulan yang suci itu keluarga Adelia tidak seharmonis seperti biasanya. Keluarganya begitu terguncang dengan ujian itu. Adeliapun yang biasanya di sanjung oleh tetangga dan teman-teman kini berganti dengan ejekan yang tak henti-henti.
            Adelia sangat sedih dengan apa yang tengah menimpa keluarganya, Adelia berusaha untuk tabah dalam menghadapinya.
            Sehari menjelang idul fitri, ayah Adelia mengatakan apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya waktu itu. Dia menjelaskan dengan yang sejujur-jujurnya.
            Waktu itu ayah Adelia di mintai bantuan oleh salah seorang tetangganya yang mengaku bahwa dia di suruh mendoakan anak dari tetangga yang rumahnya dia masuki kemarin yang akan melakukan suatu perjalanan panjang dalam mencari pekerjaan di kota.
            Akhirnya ayah adelia kerumah orang tersebut, ternyata dia di jebak oleh seorang tetangga yang merasa iri dengan keharmonisan keluarganya, sehingga muncullah kesalahpahaman diantara para tetangga tentang kejadian tersebut.
            Ayah Adelia menceritakan apa yang telah terjadi dengan bercucuran air mata, dia tidak menyangka dengan kejadian tersebut membuat kepercayaan istri dan anaknya berkurang kepadanya.
            Dengan ketulusan hati apa yang di ceritakan oleh sang ayah, Adelia dan Ibunya mulai luluh dan percaya bahwa sang ayah memang tidak bersalah, dia percaya bahwa ayahnya tidak akan melakukan hal yang seperti itu. Kini keluarga mereka menjadi lega dengan semua fakta yang sebenarnya terjadi itu.
            Idul fitripun telah tiba, keluarga Adelia saling bermaaf-maafan, mereka saling berpelukan dan tidak akan mengulangi kesalah pahaman yang pernah terjadi itu. Kini keluarga adelia kembali utuh tanpa ada keganjilan lagi diantara mereka.

                                                                            *** Tamat ***