Thursday, April 14, 2016

Cerpen "Deburan Ombak yang Menyapa"

“Deburan Ombak yang Menyapa”
Karya : Nafisah 
Tengah malam di bulan yang penuh suci, waktu itu malam sedikit tidak biasa. Anginnya terasa lebih jahat. Dinginnya juga menyengat. Adelia terbangun karena dingin itu. Mencari-cari selimut tipis yang tadinya menutup tubuhnya hingga bahu dengan kaki. Udara sejuk yang menusuk pori-pori kulit telah menyadarkan Adelia dari tidurnya.
Bulan yang semestinya menjadi bulan yang penuh arti dalam hidupnya, namun kini berubah drastis menjadi bulan yang menyeramkan bagi Adelia. Bulan ini adalah bulan dimana dia membuka mata untuk yang pertama kalinya di muka bumi ini. Ya…..dia dilahirkan dari rahim ibunya tepat di waktu buka puasa di bulan yang penuh suci itu.
Disaat dia terjaga dari tidurnya, di tengah malam yang sunyi itu, dia mendengar rintihan. Rintihan itu tak lain  adalah rintihan ibunya yang sedang menangis tersedu-sedu.
Adelia yang masih setengah sadar, dia bingung dan menerka-nerka apa gerangan yang telah terjadi pada ibunya. Dia tak dapat sedikitpun menebak apa yang sebenarnya terjadi. Dia terus menguping rintihan  itu tanpa dia beranjak dari tempat dia terlelap.
Rintihan demi rintihan didengarnya. Hingga membuat Adelia menemukan titik permasalahan yang tengah menimpa ibunya. Benar…ayah dan ibu Adelia tengah bertengkar tentang suatu hal, hingga membuat nangis sang ibu.
Terpaan angin yang menerobos ventilasi-ventilasi kamar Adelia, kini tengah berhasil membius Adelia hingga dia terlelap lagi dalam tidurnya.
***
Sepertiga malam telah tiba, seperti biasa keluarga Adelia melaksanakan kesunahan dibulan yang suci ini bersama-sama dengan makan sahur. Di rumah yang sederhana itu, dengan ruang makan yang sederhana pula, mereka bertiga Adelia, ayah, dan ibunya sahur bersama-sama.
Dipertengahan makan, Adelia teringat apa yang tengah di dengar semalam. Namun, di raut wajah kedua orang tuanya sama sekali tidak menunjukkan sesuatu yang ganjil.
Karena angin malam yang melelapkannya, mencerna pada fikiran Adelia bahwa tadi malam dia memang sedang bermimpi. Dia  tidak menemukan konflik yang terlihat dalam diri kedua orang tuanya. Mereka bertiga sahur dengan lahap tanpa ada keganjilan sedikitpun.
Kegiatan rutin Adelia membantu ibunya bagaikan kepingan sebuah kaset yang telah dimasukkan ke dalam DVD, yang sudah terekam dalam memori dirinya. Mulai dari cuci piring hingga bersih-bersih rumah. Adelia merupakan anak yang berbakti kepada kedua orangtuanya. Keluarga mereka sangat bahagia meskipun hanya sederhana.
Aktifitas sehari-haripun terlaksana bak roda sepeda yang tengah berjalan, sebagaimana sehari-harinya.  Hingga sang mentari mulai beristirahat di peraduannya untuk melepaskan lelahnya menyinari sang bumi.
***
Waktu berbuka puasapun telah tiba, keluarga kecil yang terlihat bahagia oleh para tetangga itu, menikmati buka puasa yang telah di siapkan oleh sang ibu. Keluarga Adelia terlihat begitu akur dan harmonis membuat iri sang tetangga.
Ayah Adelia yang terkenal di desanya sebagai seorang ustadz, menambah kewibawaan dalam keluarga kecil mereka. Keluarga mereka sangatlah di segani oleh penduduk. Kesopanan, kerajinan, dan kepatuahan Adelia juga menambah kesempurnaan bagi keluarga mereka.
Di tengah berjalannya hari demi hari di bulan yang penuh suci ini,keluarga Adelia teruji suatu cobaan yang menggoyahkan kekukuhan keluarga mereka.
            Ibu Adelia mendengar gunjingan bahwa suaminya selingkuh dengan orang lain. Mereka mengadu bahwa ternyata pak ustadz yang tengah disanjung-sanjung itu bermuka dua. Mereka menuduh bahwa pak ustadz yang setiap malam di bulan Ramadhan pulang malam sekali bukan karena tadarus, seperti yang orang-orang piker. Ternyata pak ustadz selingkuh dengan orang lain. Dia tengah tidur bersama orang lain di luar rumah.
            Hati ibu Adelia sangatlah terpukul mendengar gunjingan para tetangga. Namun, dia adalah seorang istri yang solikhah, dia tidak akan menuduh suaminya tanpa ada bukti nyata. Kabar inipun dipendam dalam-dalam di hati ibu Adelia.
            Begitu penasarannya dengan gunjingan para tetangga. Malam itu, ibu Adelia menyelidiki apakah yang di gunjingkan tetangga itu fitnah atau fakta.
            Seperti biasa, habis sholat tarawih, Adelia pulang ke rumah bersama ibunya. Namun, ayahnya tidak langsung pulang karena dia harus tadarrus terlebih dahulu di masjid.
            Adelia dan ibunya berkunjung ke rumah nenek dan kakeknya yang kebetulan rumah kakek dan neneknya dekat dengan masjid yang dipakai tadarrus oleh ayahnya.
            Dengan suatu alasan, ibu Adelia penasaran dan menyelidiki sendiri gunjingan para tetangga tentang suaminya.
            Ibu Adelia mengikuti sang suami yang kebetulan waktu itu telah selesai dari tadarrusnya. Hati ibu Adelia bagaikan teriris sembilau yang sama sekali tak pernah diasah, dan begitu sangat menyayat hati ibu Adelia.
            Ibu Adelia menyaksikan sendiri dengan mata kepalanya bahwa suaminya benar-benar masuk kerumah seorang tetangga yang tak lain adalah teman akrab ibu Adelia sendiri. Dengan hati yang hancur, ibu Adelia yang begitu lemah lembut kini tak bias lagi menahan kesabarannya. Dia berubah bak serigala yang tengah kelaparan melihat mangsanya. Diapun mendobrak dan menyeret ayah adelia pulang.
***
            Sejak kejadian kemarin, hari demi hari. Malam demi malam, ibu Adelia dan ayahnya tak pernah berbicara. Keluarga yang dulunya sangat begitu harmonis kini menjadi keluarga yang sangat penuh dengan konflik kebatinan.
            Keharmonisan keluarga Adelia hancur bagai terhempas gulungan ombak yang begitu dahsyat. Kini, adelia sadar bahwa malam itu memang Adelia tidak sedang dalam bermimpi, ternyata ibu dan ayahnya benar-benar dalam masalah.
            Adelia bingung mana yang benar dan mana yang salah. Baru kali ini adelia melihat sang ayah yang begitu tegar menangis di hadapan dia dan ibunya. Ayah Adelia merasa bersalah kepada  keluarga kecilnya.
            Hampir setengah bulan dibulan yang suci itu keluarga Adelia tidak seharmonis seperti biasanya. Keluarganya begitu terguncang dengan ujian itu. Adeliapun yang biasanya di sanjung oleh tetangga dan teman-teman kini berganti dengan ejekan yang tak henti-henti.
            Adelia sangat sedih dengan apa yang tengah menimpa keluarganya, Adelia berusaha untuk tabah dalam menghadapinya.
            Sehari menjelang idul fitri, ayah Adelia mengatakan apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya waktu itu. Dia menjelaskan dengan yang sejujur-jujurnya.
            Waktu itu ayah Adelia di mintai bantuan oleh salah seorang tetangganya yang mengaku bahwa dia di suruh mendoakan anak dari tetangga yang rumahnya dia masuki kemarin yang akan melakukan suatu perjalanan panjang dalam mencari pekerjaan di kota.
            Akhirnya ayah adelia kerumah orang tersebut, ternyata dia di jebak oleh seorang tetangga yang merasa iri dengan keharmonisan keluarganya, sehingga muncullah kesalahpahaman diantara para tetangga tentang kejadian tersebut.
            Ayah Adelia menceritakan apa yang telah terjadi dengan bercucuran air mata, dia tidak menyangka dengan kejadian tersebut membuat kepercayaan istri dan anaknya berkurang kepadanya.
            Dengan ketulusan hati apa yang di ceritakan oleh sang ayah, Adelia dan Ibunya mulai luluh dan percaya bahwa sang ayah memang tidak bersalah, dia percaya bahwa ayahnya tidak akan melakukan hal yang seperti itu. Kini keluarga mereka menjadi lega dengan semua fakta yang sebenarnya terjadi itu.
            Idul fitripun telah tiba, keluarga Adelia saling bermaaf-maafan, mereka saling berpelukan dan tidak akan mengulangi kesalah pahaman yang pernah terjadi itu. Kini keluarga adelia kembali utuh tanpa ada keganjilan lagi diantara mereka.

                                                                            *** Tamat ***        

No comments:

Post a Comment