“Deburan Ombak yang Menyapa”
Karya : Nafisah
Tengah malam di bulan yang penuh
suci, waktu itu malam sedikit tidak biasa. Anginnya terasa lebih jahat.
Dinginnya juga menyengat. Adelia terbangun karena dingin itu. Mencari-cari
selimut tipis yang tadinya menutup tubuhnya hingga bahu dengan kaki. Udara
sejuk yang menusuk pori-pori kulit telah menyadarkan Adelia dari tidurnya.
Bulan yang semestinya menjadi
bulan yang penuh arti dalam hidupnya, namun kini berubah drastis menjadi bulan
yang menyeramkan bagi Adelia. Bulan ini adalah bulan dimana dia membuka mata
untuk yang pertama kalinya di muka bumi ini. Ya…..dia dilahirkan dari rahim
ibunya tepat di waktu buka puasa di bulan yang penuh suci itu.
Disaat dia terjaga dari
tidurnya, di tengah malam yang sunyi itu, dia mendengar rintihan. Rintihan itu
tak lain adalah rintihan ibunya yang
sedang menangis tersedu-sedu.
Adelia yang masih setengah
sadar, dia bingung dan menerka-nerka apa gerangan yang telah terjadi pada
ibunya. Dia tak dapat sedikitpun menebak apa yang sebenarnya terjadi. Dia terus
menguping rintihan itu tanpa dia
beranjak dari tempat dia terlelap.
Rintihan demi rintihan
didengarnya. Hingga membuat Adelia menemukan titik permasalahan yang tengah
menimpa ibunya. Benar…ayah dan ibu Adelia tengah bertengkar tentang suatu hal,
hingga membuat nangis sang ibu.
Terpaan angin yang menerobos
ventilasi-ventilasi kamar Adelia, kini tengah berhasil membius Adelia hingga
dia terlelap lagi dalam tidurnya.
***
Sepertiga malam telah tiba,
seperti biasa keluarga Adelia melaksanakan kesunahan dibulan yang suci ini
bersama-sama dengan makan sahur. Di rumah yang sederhana itu, dengan ruang
makan yang sederhana pula, mereka bertiga Adelia, ayah, dan ibunya sahur
bersama-sama.
Dipertengahan makan, Adelia
teringat apa yang tengah di dengar semalam. Namun, di raut wajah kedua orang
tuanya sama sekali tidak menunjukkan sesuatu yang ganjil.
Karena angin malam yang
melelapkannya, mencerna pada fikiran Adelia bahwa tadi malam dia memang sedang
bermimpi. Dia tidak menemukan konflik
yang terlihat dalam diri kedua orang tuanya. Mereka bertiga sahur dengan lahap
tanpa ada keganjilan sedikitpun.
Kegiatan rutin Adelia membantu
ibunya bagaikan kepingan sebuah kaset yang telah dimasukkan ke dalam DVD, yang
sudah terekam dalam memori dirinya. Mulai dari cuci piring hingga bersih-bersih
rumah. Adelia merupakan anak yang berbakti kepada kedua orangtuanya. Keluarga
mereka sangat bahagia meskipun hanya sederhana.
Aktifitas sehari-haripun
terlaksana bak roda sepeda yang tengah berjalan, sebagaimana sehari-harinya. Hingga sang mentari mulai beristirahat di
peraduannya untuk melepaskan lelahnya menyinari sang bumi.
***
Waktu berbuka puasapun telah
tiba, keluarga kecil yang terlihat bahagia oleh para tetangga itu, menikmati
buka puasa yang telah di siapkan oleh sang ibu. Keluarga Adelia terlihat begitu
akur dan harmonis membuat iri sang tetangga.
Ayah Adelia yang terkenal di
desanya sebagai seorang ustadz, menambah kewibawaan dalam keluarga kecil
mereka. Keluarga mereka sangatlah di segani oleh penduduk. Kesopanan,
kerajinan, dan kepatuahan Adelia juga menambah kesempurnaan bagi keluarga
mereka.
Di tengah berjalannya hari demi
hari di bulan yang penuh suci ini,keluarga Adelia teruji suatu cobaan yang
menggoyahkan kekukuhan keluarga mereka.
Ibu
Adelia mendengar gunjingan bahwa suaminya selingkuh dengan orang lain. Mereka
mengadu bahwa ternyata pak ustadz yang tengah disanjung-sanjung itu bermuka
dua. Mereka menuduh bahwa pak ustadz yang setiap malam di bulan Ramadhan pulang
malam sekali bukan karena tadarus, seperti yang orang-orang piker. Ternyata pak
ustadz selingkuh dengan orang lain. Dia tengah tidur bersama orang lain di luar
rumah.
Hati
ibu Adelia sangatlah terpukul mendengar gunjingan para tetangga. Namun, dia
adalah seorang istri yang solikhah, dia tidak akan menuduh suaminya tanpa ada
bukti nyata. Kabar inipun dipendam dalam-dalam di hati ibu Adelia.
Begitu
penasarannya dengan gunjingan para tetangga. Malam itu, ibu Adelia menyelidiki
apakah yang di gunjingkan tetangga itu fitnah atau fakta.
Seperti
biasa, habis sholat tarawih, Adelia pulang ke rumah bersama ibunya. Namun,
ayahnya tidak langsung pulang karena dia harus tadarrus terlebih dahulu di
masjid.
Adelia
dan ibunya berkunjung ke rumah nenek dan kakeknya yang kebetulan rumah kakek
dan neneknya dekat dengan masjid yang dipakai tadarrus oleh ayahnya.
Dengan
suatu alasan, ibu Adelia penasaran dan menyelidiki sendiri gunjingan para
tetangga tentang suaminya.
Ibu
Adelia mengikuti sang suami yang kebetulan waktu itu telah selesai dari
tadarrusnya. Hati ibu Adelia bagaikan teriris sembilau yang sama sekali tak
pernah diasah, dan begitu sangat menyayat hati ibu Adelia.
Ibu
Adelia menyaksikan sendiri dengan mata kepalanya bahwa suaminya benar-benar
masuk kerumah seorang tetangga yang tak lain adalah teman akrab ibu Adelia
sendiri. Dengan hati yang hancur, ibu Adelia yang begitu lemah lembut kini tak
bias lagi menahan kesabarannya. Dia berubah bak serigala yang tengah kelaparan
melihat mangsanya. Diapun mendobrak dan menyeret ayah adelia pulang.
***
Sejak
kejadian kemarin, hari demi hari. Malam demi malam, ibu Adelia dan ayahnya tak
pernah berbicara. Keluarga yang dulunya sangat begitu harmonis kini menjadi
keluarga yang sangat penuh dengan konflik kebatinan.
Keharmonisan
keluarga Adelia hancur bagai terhempas gulungan ombak yang begitu dahsyat.
Kini, adelia sadar bahwa malam itu memang Adelia tidak sedang dalam bermimpi,
ternyata ibu dan ayahnya benar-benar dalam masalah.
Adelia
bingung mana yang benar dan mana yang salah. Baru kali ini adelia melihat sang
ayah yang begitu tegar menangis di hadapan dia dan ibunya. Ayah Adelia merasa
bersalah kepada keluarga kecilnya.
Hampir
setengah bulan dibulan yang suci itu keluarga Adelia tidak seharmonis seperti
biasanya. Keluarganya begitu terguncang dengan ujian itu. Adeliapun yang
biasanya di sanjung oleh tetangga dan teman-teman kini berganti dengan ejekan
yang tak henti-henti.
Adelia
sangat sedih dengan apa yang tengah menimpa keluarganya, Adelia berusaha untuk
tabah dalam menghadapinya.
Sehari
menjelang idul fitri, ayah Adelia mengatakan apa yang sebenarnya terjadi pada
dirinya waktu itu. Dia menjelaskan dengan yang sejujur-jujurnya.
Waktu
itu ayah Adelia di mintai bantuan oleh salah seorang tetangganya yang mengaku
bahwa dia di suruh mendoakan anak dari tetangga yang rumahnya dia masuki
kemarin yang akan melakukan suatu perjalanan panjang dalam mencari pekerjaan di
kota.
Akhirnya
ayah adelia kerumah orang tersebut, ternyata dia di jebak oleh seorang tetangga
yang merasa iri dengan keharmonisan keluarganya, sehingga muncullah
kesalahpahaman diantara para tetangga tentang kejadian tersebut.
Ayah
Adelia menceritakan apa yang telah terjadi dengan bercucuran air mata, dia
tidak menyangka dengan kejadian tersebut membuat kepercayaan istri dan anaknya
berkurang kepadanya.
Dengan
ketulusan hati apa yang di ceritakan oleh sang ayah, Adelia dan Ibunya mulai
luluh dan percaya bahwa sang ayah memang tidak bersalah, dia percaya bahwa
ayahnya tidak akan melakukan hal yang seperti itu. Kini keluarga mereka menjadi
lega dengan semua fakta yang sebenarnya terjadi itu.
Idul
fitripun telah tiba, keluarga Adelia saling bermaaf-maafan, mereka saling
berpelukan dan tidak akan mengulangi kesalah pahaman yang pernah terjadi itu.
Kini keluarga adelia kembali utuh tanpa ada keganjilan lagi diantara mereka.
***
Tamat ***
No comments:
Post a Comment