Thursday, June 23, 2016

ARTIKEL PENGARUH PENGGUNAAN SEPATU HAK TINGGI TERHADAP BEBERAPA RISIKO YANG DITIMBULKAN

PENGARUH PENGGUNAAN SEPATU HAK TINGGI
 TERHADAP BEBERAPA  RISIKO YANG  DITIMBULKAN
Oleh :
Nafisatun Nurroh
NIM 121511133063

Abstrak
            Sepatu hak tinggi atau high heels merupakan alas kaki favorit para wanita untuk memepercantik tampilan kakinya. Penggunaan sepatu hak tinggi dapat membantu penampilan bagi wanita-wanita yang merasa kurang percaya diri terhadap ketinggian badannya. Dengan menggunakan sepatu tersebut, dapat membuat kaki menjadi jenjang dan cantik. Tetapi, pemakaian sepatu hak tinggi yang tidak kita sadari, dapat menyebabkan beberapa masalah yang tidak pernah kita sangka. Beberapa wanita sering mengeluh dengan memakai sepatu hak tinggi, diantaranya yaitu nyeri punggung, ketidaknyamanan ketika memakai, terasa lelah ketika berjalan, tumit terasa sakit, dan masih banyak lagi yang lainnya. Semakin sering memakai sepatu hak tinggi, maka akan semakin tinggi risiko mengalami masalah pada kaki dan kesehatan tertentu. Untuk menghindari dari risiko-risiko yang tidak diinginkan, maka diperlukan kebiasaan untuk mengurangi ketergantungan dalam penggunaan sepatu hak tinggi yang terlalu sering. 

Kata Kunci: Sepatu Hak Tinggi , Penampilan, dan Risiko.

Pendahuluan
            Sepatu merupakan salah satu aksesoris yang ikut berperan dalam aktivitas para wanita dan memiliki fungsi kesehatan serta estetika. Sepatu yang baik harus memenuhi kedua fungsi tersebut. Dari segi kesehatan, sepatu melindungi dan menjaga kebersihan kaki serta membantu kaki untuk menompang tubuh. Dari segi estetika, sepatu bisa membantu mempercantik penampilan. Tetapi aksesoris tubuh yang satu ini akan menimbulkan pengaruh yang negatif, jika tidak dapat menempatkan pada waktu yang tepat.
Kebanyakan dari para wanita lebih suka menggunakan sepatu hak tinggi daripada sepatu yang biasa, karena dengan itu dapat menambah kepercayaan diri mereka. Tetapi, diluar kesadaran mereka kebiasaan tersebut mempunyai risiko buruk yang tak disangka-sangka.  Pemakaian sepatu hak tinggi dapat menyebabkan masalah pembuluh darah dan organ-organ lainnya. Pemakaian sepatu hak yang terlalu tinggi dapat membuat kaki terus menerus menjinjit yang akhirnya otot betis dan tumit belakang selalu dalam keadaan tegang. Dengan keadaan ini, pembuluh darah akan tertekan dan akibatnya pembuluh darah tidak lancar sebagaimana mestinya. Gejala yang sering timbul diantaranya yaitu kaki cepat lelah, kram kaki, dan terasa nyeri terutama saat berdiri lama ataupun saat beraktivitas yang sering menggunakan kaki.
Tidak ada penggemar fashion yang ingin mendengar bahwa sesuatu yang disukai dan berharga mahal ternyata berdampak buruk bagi mereka. Tetapi, itulah fakta buruk yang terjadi akibat sering menggunakan sepatu hak tinggi. Jadi, mari kita lihat apa yang dapat diakibatkan oleh penggunaan sepatu hak tinggi serta bagaiman untuk mengurangi risiko-risiko yang akan ditimbulkan oleh kebiasaan yang menurut kita merupakan kebiasaan yang tidak berdapak negatif bagi kita.
Pembahasan
             Sepatu hak tinggi ternyata dulu merupakan sepatu untuk kaum pria, bukan untuk sepatu wanita. Tentunya style zaman dahulu berbeda dengan sekarang, begitu juga dengan sepatu hak tinggi zaman dahulu dengan model yang sekarang sangatlah berbeda. Sepatu hak tinggi zaman dahulu dirancang untuk memiliki kegunaan yang praktis dan nyaman untuk digunakan. Berbeda dengan sekarang yang akibat mengikuti perkembangan zaman menjadikan fungsi sepatu bukanlah hal yang pertama untuk diutamakan, namun bentuk dan keindahanlah yang kini diutamakan untuk menarik para konsumen. Khususnya para wanita yang sebagian besar merupakan konsumen beranekaragam sepatu, seprti halnya sepatu-sepatu yang ber-hak tinggi.
            Penampilan adalah bentuk citra diri yang terpancar dari diri seseorang, dan juga merupakan sarana komunikasi antar seorang individu dengan individu lainnya. Tampil menarik dapat menjadi salah satu kunci sukses dalam kehidupan sosial masyarakat. Orang lain akan merasa nyaman, betah, dan senang dengan penampilan diri yang enak dipandang dengan mata. Tampil cantik dan menarik merupakan idaman setiap wanita. Seorang wanita yang sudah sempurna cantik akan tetap kurang percaya diri, jika dia merasa bahwa ketinggian badan mereka tidak sesuai yang mereka inginkan. Untuk mengatasi ketidakpercaya diri mereka, mereka menyempurnakan dengan memakai sepatu yang ber-hak tinggi untuk menambah ketinggian mereka. Dengan begitu akan menyempurnakan tubuh mereka yang kurang tinggi.
            Disamping memberikan nilai positif, sepatu hak tinggi juga memberikan dampak atau risiko buruk bagi penggunanya, diantaranya yaitu mengacaukan keselarasan alami tulang, yang mempengaruhi semua dari pinggul ke bawah, bahkan juga pada tubuh bagian atas sampai batas tertentu. Ke-dua, masalah punggung, cara yang dirancang pada sepatu hak tinggi akan menyebabkan perubahan pada kaki yang akibatnya menimbulkan keselarasan lain yang tidak alami yang akan membuat tekanan pada fleksor pinggul menjadi berbahaya. Ke-tiga, meningkatkan risiko keseleo, hal ini terjadi karena tulang, otot, dan ligamen bisa mengalami banyak perubahan, jika secara konsisten mengenakan sepatu tumit tinggi.
            Risiko selanjutnya yaitu masalah lutut, hal ini juga terjadi karena tubuh bagian bawah bergeser ke depan  dan menempatkan tekanan pada lutut. Ke-lima, yaitu kerusakan syaraf pada tumit, hal ini dikarenakan ada tekanan-tekanan besar yang terjadi pada bagian-bagian kaki tertentu terutama tumit. Ke-enam, masalah pada perglangan kaki, ini terjadi karena sepatu hak tinggi akan membatasi jangkauan pergeraknya, dan menyebabkan rasa sakit. Ke-tujuh, jari kaki akan menekuk atau meringkuk permanen, karena tumut yang terlalu tinggi sehingga memaksa jari untuk tertekan kedalam sepatu.
            Ke-delapan, meningkatkan resiko osteoporosis, bahwa memakai sepatu hak tinggi lebih lanjut meningkatkan risiko jatuh yang menyebabkan cidera tulang. Ke-sembilan, menyebabkan arthritis, karena hak tinggi mendorong missalignment tulang serta gesekan berulang-ulang pada lutut, maka akan mengarah pada perkembangan arthtitis dini. Selain yang telah disebutkan, masih banyak lagi dampak-dampak yang lain.
            Sebenarnya, penggunaan sepatu hak tinggi bagi wanita yang aktivitasnya banyak jalan sangatlah tidak dianjurkan, karena dampak dan risiko yang ditimbulkan akan berkepanjangan. Untuk mengurangi dampak dari penggunaan sepatu hak tinggi tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu pastikan sepatu hak tinggi tersebut tidak terlalu tinggi, pakai kurang-kurangnya 2-3 cm, ini dapat mengurangi rasa sakit meski banyak kesibukan yang dikerjakan. Ke-dua alas sepatu, pastikan alas sepatu yang lembut dan tidak keras supaya kaki tidak terluka ketika dipakai untuk jalan. Ke-tiga, pakai seperlunya, pakai sepatu hak tinggi jika benar-benar memerlukan serta selekasnya tinggalkan saat acara telah selesai. Relaksasi, kerjakan relaksasi sesudah memakai sepatu hak tinggi, misalnya dengan cara merendam kaki dengan air hangat serta dipijat-pijat atau dengan menggantung kaki lebih tinggi daripada posisi kepala. Serta masih banyak lagi cara-cara yang lainnya.
Simpulan
            Sepatu merupakan salah satu aksesoris yang ikut berperan dalam aktivitas para wanita dan memiliki fungsi kesehatan serta estetika. Dalam melakukan segala aktivitasnya, wanita butuh kepercayaan tehadap dirinya sendiri. Akibatnya, seorang wanita yang sudah sempurna cantik akan tetap kurang percaya diri, jika dia merasa bahwa ketinggian badan mereka tidak sesuai yang mereka inginkan. Untuk mengatasi ketidakpercaya diri mereka, mereka menyempurnakan dengan memakai sepatu yang ber-hak tinggi untuk menambah ketinggian mereka. Karena tampil cantik dan menarik merupakan idaman setiap wanita.
            Disamping memberikan dampak positif bagi wanita, penggunaan sepatu hak tinggi juga memiliki dampak negatif atau risiko yang akan dialami para wanita yang sering menggunakan sepatu hak tinggi tersebut. Diantara risikonya yaitu, mengacaukan keselarasan alami tulang, menimbulkan masalah pada punggung, meningkatkan risiko keseleo, masalah pada lutut, kerusakan syaraf tumit, masalah pada perglangan kaki, jari kaki akan menekuk atau meringkuk permanen, meningkatkan resiko osteoporosis, menyebabkan arthritis, dan masih banyak lagi.
            Sedangkan untuk mengurangi dampak dari penggunaan sepatu hak tinggi tersebut, dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu pastikan sepatu hak tinggi tersebut tidak terlalu tinggi, pakai kurang-kurangnya 2-3 cm, alas sepatu lembut, pakai seperlunya, relaksasi setelah memakai, dan masih ada cara yang lainnya.

Daftar Pustaka
Mansjoer, Suprohaita. 2003. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Nurachman, Fazri. 2013. Pengenalan Kepribadian.   (http://fazrinurachmanberbagi.blogspot.co.id./2013/11/penampilan-diri-penampilan-adalah.html?m=1) . Diakses pada 11, Juni 2016. Pukul. 10.00 WIB.
Siahaan, A.C. 2002. Kesehatan pada Kebiasaan. Yogyakarta: Mizan Pustaka.
Wanti. 2014. Cara Mengatasi Efek Negatif dari Memakai High Heels.
(http://herbal-id.com/cara-mengatasi-efek-negatif-dari-memakai-high-heels.html).     Diakses pada 11, Juni 2016. Pukul 11.15 WIB.



ARTIKEL PRAKTIK HEGEMONI KUASA DALAM DRAMA "PRESIDEN KITA TERCINTA" KARYA AGUS NOOR

PRAKTIK HEGEMONI KUASA DALAM DRAMA “PRESIDEN KITA TERCINTA” KARYA  AGUS NOOR
Mata KuliahTelaah Drama Indonesia

wps_clip_image-6148

Oleh:
NafisatunNurroh
121511133063
Kelas C

SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS AIRLANNGGA
SURABAYA
2016

  
PENDAHULUAN
            Perkembangan drama di Indonesia tak sesemarak dan setua perkembangan puisi dan prosa.Jika puisi dan prosa mengenal puisi lama dan porsa lama, tak demikianlah dengan drama.Genre sastra drama di Indonesia benar-benar baru, seiring dengan perkembangan pendidikan di Indonesia, muncul pada tahun 1900-an. Drama adalah karya sastra yang ditulis untuk dipentaskan.Orang seringkali bingung membedakan antara drama, yang berkaitan dengan teks tertulis, atau naskah, atau script, untuk pementasan, dengan teater, yang menyangkut pementasan naskah drama atau script tersebut.Banyak sekali karya sastra terkenal, berpengaruh besar, serta bergengsi, ditulis dalam bentuk drama. Mulai dari tragedi-tragedi Yunani tentang Aeschylus, Sopochles, dan Euripides dan berkembang terus hingga drama-drama besar karya William Shakespeare dari Inggris, Moliere dari Perancis, Johan Wolfgang von Goethe dari Jerman, Henrik Ibsen dari Norwegia, dan August Strindberg dari Swedia. Di Barat, penghargaan terhadap drama begitu tinggi. 
            Dalam perkembangannya drama semakin mendapat tempat karena naskah-naskah tidak lagi hanya dipentaskan di panggung seperti Broadway, tetapi juga diangkat ke layar kaca atau layar lebar. Dengan semakin canggihnya perfilman, para penulis drama atau script film mendapat penghargaan yang tinggi pula karena sehebat apapun sebuah film, pada mulanya dia adalah sebuah screenplay atau script yang digarap sedemikian rupa oleh seorang sutradara beserta seluruh crew pembuat film (film maker). Jadi sebuah film dibuat oleh banyak orang, mulai dari penulis naskah dramanya (script writer), produser, sutradara, kameraman, hingga sopir yang membantu team pergi syuting ke sana kemari.
            Di era seperti sekarang ini, banyak sekali penelaah yang telah menelaah beberapa karya sastra baik puisi, prosa, maupun drama.Para penelaah tersebut menganalisis dari unsur intrinsik maupun ekstrinsik dari karya sastra tersebut. Pada kesempatan kali ini penelaah akan menganalisis suatu naskah drama yaitu tentang praktik hegemoni yang terdapat dalam naskah drama “Presiden Kita Tercinta” karya Agus Noor. Dalam drama ini penelaah  menganalisis drama tersebut, bahwa dalam drama terdapat praktik hegemoni yaitu adanya orang yang berkuasa dan adanya orang yang dikuasai. Pada drama ini digambarkan terjadinya hegemoni kuasa, perebutan tahta kekuasaan yang dialami Kolonel Kalawa Mepaki.Berawal dari presiden yang sengaja dibunuh, dan Kolonel Kalawa Mepaki tiba-tiba saja bertindak untuk bisa menggantikan posisi presiden.
Sebelumnya sudah ada beberapa penelaah yang telah menelaah naskah drama karya Agus Noor ini, diantaranya yaitu, Sifa Silvia Rahmawati, dalam penelaah yang dilakukannya menganalisis naskah drama tersebut dengan menggunakan pendekatan analisis post kolonial. Dalam telaahnya juga mengungkap tentang analisis struktural pada naskah drama.Penelaah lainnya yaitu Novita Wati, dalam penelaahannya menganalisis tentang analisis sintaksis dan semantik dalam naskah drama tersebut. Hal tersebut berbeda dengan penelaahan kali ini yaitu untuk  mengungkap praktik hegemoni yang terdapat dalam naskah drama tersebut. Praktik hegemoni tersebut dapat di lihat dalam peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam drama yaitu, penggulingan presiden dengan suatu kesengajaan, ketidakberlakuan lagi suatu konstitusi yang sewaktu presiden masih hidup sempat diberlakukan, pemilihan kandidat mentri yang dilakukan oleh sepihak, serta kesalahpahaman pelaksanaan demokrasi yang tidak sesuai dengan peraturan. Hal-hal itulah yang akan menjadi sub-sub tajuk dalam artikel ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penggulingan Presiden
            Dalam naskah drama “ Presiden Kita Tercinta” terdapat beberapa konflik, diantaranya yaitu peristiwa penggulingan presiden dengan sengaja. Dalam naskah tersebut dijelaskan bahwa presidan yang ada pada waktu itu sengaja dibiarkan oleh sang istrinya sendiri terbunuh. Saat itu, Sang Istri presiden sudah tidak lagi menaruh harapan kepada Sang Suami. Menurut Sang Istri, suaminya menjadi seorang suami dan presiden  sudah terlalu tua dan kekuasaannya akan mulai rapuh. Sang Istri menaruh harapan harapan besar kepada seorang kolonel yaitu Kolonel Kalawa Mepaki untuk menggantikan kedudukan suaminya.Namun, Kolonel Kalawa Mepaki mencoba untuk menutupi perasaannya itu dengan bermain-main.
            Istri presiden mengaku bahwa dialah yang dipercaya oleh semua rakyat, sehingga dialah yang memegang kendali kekuasaan. Semua rakyat akan menurut kepadanya karena dialah yang selalu membagi-bagi makanan, memberi pakaian gratis, memeluk bayi-bayi mereka yang busung lapar. Istri presiden menganggap bahwa kekuasaan untuk menggantikan kedudukan Sang Suaminya sebagai presiden berada ditangannya.Sehingga yang ada dalam pikirannya yaitu dialah ibu Negara yang mempesona rakyatnya.Kalau sezseorang butuh kepercayaan rakyat maka seseorang tersebut juga membutuhkan kepercayaaan ibu Negara itu. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut:
Dengan gayanya yang anggun, penuh kuasa, Lalita Maningka, mendekati Kolonel Kalawa.
Lalita Maningka, “Saya membiarkan suami saya terbunuh, karena saya yakin ini jalan terbaik bagi Republik ini. Sebagai Presiden dan suami, ia sudah tua. Ia sudah kehilangan arah. Kekuasaanya mulai rapuh… Ketika banyak kasuk-kusuk di kalangan Perwira, saya menaruh harapan besar pada kamu.Saat itu, aku yakin, kamu banteng muda yang dapat diandalkan.Maka, jari yang lembut ini pun diam-diam mulai melapangkan jalan buatmu.Apa kau tidak merasakan itu, Kolonel? Kamu, saat ini pasti masih menjadi Kopral ingusan, bila saya tak mengatur semuanya. Saya lakukan semua itu, Kolonel, karena saya pikir itu cara terbaik menyelamatkan negara ini dari perang saudara…”
Selama Nyonya Lalita Maningka bicara penuh aura kuasa seperti itu, Kolonel Kalawa Mepaki mencoba menutupi perasaannya dengan memain-mainkan koinnya. Melempar menangkap koin itu terus menerus.
Lalita Maningka, “Seperti Paman Gober, kamu boleh mempercayai koin keberuntunganmu. Tapi sayalah Evita Peron Republik ini.Yang membuat rakyat percaya pada mimpi.Harapan. Sayalah yang selalu tampil membagi-bagikan makanan, memberi pakaian gratis, memeluk bayi-bayi mereka yang busung lapar… Saya Ibu Negara yang mempesona mereka, Kolonel.Kalau Anda butuh kepercayaan rakyat, maka Anda membutuhkan kepercayaan saya!”
Selain dari kutipan diatas yang menguatkan bahwa penggulingan presiden dengan cara pembunuhan yang disengaja dapat dilihat pada kutipan berikut:
Kolonel Kalawa Mepaki, “Maaf, kalau saya mengganggu waktu sarapan pagi Tuan-tuan dengan undangan yang serba mendadak ini…”
Dengan mata elangnya, Kolonel Kalawa Mepaki menatap para senator itu.
Kolonel Kalawa Mepaki,“Tuan-tuan pasti sudah mendengar kabar kematian Tuan Presiden…”
Seseorang Senator, langsung memotong sinis,
“Kematian…, atau pembunuhan?! Itu dua hal yang berbeda, Kolonel!
Kolonel Kalawa Mepaki, “Saya bisa memahami situasi yang penuh kecurigaan seperti ini. Tapi saya bisa menegaskan: Berdasarkan Badan Informasi Intelejen, yang secara kebetulan ada dibawah komando saya, Tuan Presiden memang mati ditembak kaum anarkhis-revolusioner, yang didukung oleh apa yang di sebut Konspirasi Para Jenderal…”
Seseorang senator, yang bernama Awuk, segera bicara lantang,
Awuk,“Bagaimana dengan informasi lain, yang menyebutkan pasukan perang, yang juga secara kebetulan dibawah komando Anda, terlibat dalam penculikan Presiden itu? Apakah Anda hendak mengesampingkan informasi ini, Kolonel?”
Kolonel Kalawa Mepaki, “Tentu, saya akan perhatikan informasi itu…”
Suara Kolonel Kalawa Mepaki terdengar tegas, tetapi juga keras. Seperti menyiratkan tekanan dan ancaman.
Kolonel Kalawa Mepaki,“Dalam kekacauan seperti ini, tentu saja ada pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan dengan menyebar informasi yang menyesatkan. Karena itu, hati-hatilah!! Siapa tahu informasi itu menjadi peluru yang mengancam keselamatan Tuan-tuan…”
Kolonel Kalawa Mepaki menatap tajam Awuk. Lalu melemparkan keping koinnya, melihatnya dengar cermat, baru melanjutkan bicara…
Kolonel Kalawa, “Saya hanya bisa menyarankan, pada Anda, Tuan…”
Awuk,“Awuk…”
Kolonel Kalawa, “Tuan Awuk… Tuan boleh mempercayai setiap informasi, sejauh informasi itu tidak bertentangan dengan informasi yang saya berikan. Saya berusaha mengendalikan semua kasak-kusuk yang menyesatkan…”
Seorang Senator,“Atas dasar apa, Anda merasa memiliki wewenang seperti itu, Kolonel?!”
Kolonel Kalawa Mepaki, “Mestikah saya membiarkan semua baku tembak itu terus berlangsung?”
            Berdasarkan kutipan dialog pada drama di atas dapat dijelaskan juga bahwa para Senator yang merupakan wakil raykat harus patuh pada Kolonel Malawa padahal kolonel tersebut bukan yang seharusnya bertindak setelah presiden mati. Pada dialog terakhir, digambarkan Kolonel mengancam para Senator jika mereka tidak menuruti kehendak Kolonel.

 Ketidakberlakuan Lagi Suatu Konstitusi
            Konflik lain yang terdapat pada drama tersebut yaitu ketidakberlakuan suatu konstitusi yang dulu sebelum presiden digulingkan sempat diberlakukan aturan konstitusi tersebut. Istri Presiden tidak percaya kepada suatu konstitusi. Kolonel Pitaya Mentala sempat menolak apa yang ada pada pikiran Istri Presiden ayng menolak konstitusi, namun Istri presiden tersebut tetep kekeh dengan apa yang dia kehendaki dengan tanpa menerima suatu alasan apapun. Istri Presiden tersebut hanya percaya pada koin keberuntungan. Hal ini terdapat pada kutipan berikut:
Tuan Pitaya Mentala, “Itulah yang tadi ingin ane katakan pada Kolonel. Secara konstitusi kita musti secepatnya melakukan tindakan-tindakan yang bersifat konstitusional…”
Lalita Maningka, “Hentikan omong kosong soal konstitusi, Tuan Pitaya! Saya sama sekali tak percaya!”
Kolonel Kalawa Mepaki, menyela cepat, “Nyonya Lalita Maningka… Nada bicara Nyonya seakan-akan Nyonya yang memberi perintah di sini!!”
Lalita Maningka, “Syukurlah pendengaran Anda masih baik, Kolonel. Apakah Anda mengharap saya duduk manis melihat ini semua? Ingat, Kolonel, bagaimana pun saya adalah istri syah Presiden almarhum…”
Tuan Pitaya Mentala, “Dan secara konstitusi mewarisi tapuk kekuasaan tertinggi bila Presiden berhalangan secara tetap…”
Kolonel Kalawa Mepaki, “Nyonya Lalita tidak percaya pada konstitusi, Tuan Pitaya!”
Lalita Maningka, “Kalau yang ini saya percaya, Kolonel…”
Kolonel Kalawa Mepaki tampak geram, lantas mengeluarkan koin keberuntungannya. Melempar lalu tersenyum demi melihat isyarat dari keping keberuntungannya itu.
Kolonel Kalawa Mepaki, “Saya hanya percaya, kalau ini hari keberuntungan saya!”
Lalita Maningka, “Anda memang beruntung, Kolonel, karena saya tetap percaya pada Anda…”
            Dalam kutipan diatas terdapat percakapan-percakapan antara dua colonel yang saling berselisih pendapat yaitu Kolonel Pitaya Mentala yang selalu teguh dalam aturan Negara dan mementingkan konstitusi.Dan Kolonel Kalawa Mepaka yaitu kolonel yang dipihaki oleh Istri presiden (Lalita Maningka) dengan suatu kepercayaannya kepada sebuah koin keberuntungan.

Pemilihan Kandidat Mentri Secara Sepihak
            Praktik hegemoni yang ada dalam drama “ Presiden Kita tercinta” dapat ditandai dengan beberapa peristiwa yang ada dalam drama tesebut, yaitu pemilihan kandidat mentri yang dilakukan dengan cara sepihak dan memilihnya sesuai dengan keadaan hati Kolonel Kalawa Mepaka. Dia bertindak seakan-akan sebagai penguasa pemerintahan sehingga semuanya harus sesuai dengan keinginannya tanpa dimusyawarahkan terlebih dahulu. Bukti dari hal tersebut yaitu terdapat dalam kutipan berikut:
Tuan Pitaya Mentala, “Karna itulah, Kolonel…, mari kita bermusyawaroh tanpa su’udzon. Ada beberapa soal yang musti dibereskan. Berdasarkan konstitusi…”
Kolonel Kalawa Mepaki, “Langsung pada pokok perkara, Tuan Pitaya!!”
Tuan Pitaya Mentala, “Oh, iya, iya… Langkah konstitusional pertama, ialah mengangkat beberapa Menteri…”(Tuan Pitaya menyerahkan selembar daftar pada Kolonel Kalawa).
Tuan Pitaya Mentala, “Ane sudah menyusunnya. Tingal ente paraf.Yang nomor wahid adalah Kementerian Sumber Daya Moral dan Agama.Ente jangan sampai salah pilih mengangkat Menteri ini…”
Lalita Maningka, “Siapa calonnya?”
Tuan Pitaya Mentala, “Sudah barang tentu, yang paling pantas menjadi Menteri Sumber Daya Moral dan Agama adalah sohib ane: Habib Utawi Kadosta. Dia pemimpin spiritual kondang, Ketua Front Pembela Agama, pemegang monopoli kebenaran, dan tercatat sebagai satu-satunya calon penghuni surga dari kota kita… Bagaimana, Kolonel…”
Kolonel Kalawa melempar koinnya, melihat apa yang keluar di koin itu.
Kolonel Kalawa Mepaki, “Setuju!”
Tuan Pitaya Mentala, “Yang kedua soal Menteri Pendidikan…”
Kolonel Kalawa Mepaki, “Tidak perlu ada Kementerian Pendidikan. Cuman ngabis-ngabisin anggaran!”
Pada kutipan tersebut dapat dilihat suatu hegemoni kekuasaan yang dilakukan oleh Kolonel Kalawa Mepaki, dia sama sekali tidak menyinggung kemusyawarahan, dia sangat egois dengan koin keberuntungan yang dimilikinya. Dia bertindak seolah-olah dia sendiri yang berada dalam Negara itu, dia tidak melihat bahwa ada pejabat-pejabat lain yang juga mempunyai hak untuk ikut serta musyawarah dalam hal tersebut.Hal inilah yang menunjukkan adanya hegemoni kekuasaan yang dilakukan oleh Kolonel Kalawa Mepaki.
Kesalahpahaman Pelaksanaan Demokrasi
            Dalam drama “ Presiden Kita Tercinta” memang telah diselenggarakan asas demokrasi. Seperti dalam naskah telah disebutkan tentang demokrasi pemilihan presiden.Namun, penyelenggaraan demokrasi terebut tidaklah benar sesuai dengan aturan demokrasi yang ada.Dalam drama tersebut mereka menyalah artikan demokrasi, mereka menganggap bahwa demokrasi pemilihan presiden ini bagi setiap warga Negara memiliki hak untuk dipilih dan memilih serta mencalonkan diri.Bahkan dalam naskah drama disebutkan kalau pencalonan presiden tersebut wajib bagi setiap orang untuk mencalonkan dirinya.Prosedur mencalonkannya pun bisa secara langsung atau lewat SMS. Seperti yang terdapat dalam kutipan berikut yaitu:
Tuan Pitaya Mentala, “Saudara-saudara sebangsa setanah air. Sebagaimana diamanatkan konstitusi, setiap warga Negara berhak memilih dan dipilih jadi Presiden.Oleh karna itulah, siapa pun, baik yang merasa sehat mau pun tidak sehat jasmani dan rohaninya, wajib mendaftarkan dirinya. Yang tua, yang muda, ayo silahkan mencalonkan diri menjadi Presiden. Inilah saatnya ente-ente mengiklankan diri jadi pemimpin.Pendaftaran bisa secara langsung, atau lewat SMS.Tinggal ketik REG spasi PILPRES kirim ke Po Box 212.Keputusan pemenang bersifat mutlak, dan tidak bisa diganggu gugat. Barangsiapa yang tidak mencalonkan dan mendaftarkan dirinya menjadi Presiden, maka akan dianggap membanggkang dan merongrong stabilitas Negara. Nah, sekarang silakan ente-ente pada mendaftar.Mohon antri yang tertib, jangan rebutan kayak antri minyak atau sembako.”
Dengan iringan musik, orang-orang itu pun antri mendaftar. Para Serdadu yang menjadi Petugas Pendaftaran, mencatat, memeriksa mulut atau mata atau ketiak orang-orang yang mendaftar itu. Begitu selesai, orang itu langsung berjalan menuju ke arah dimana Kolonel Kalawa dan Tuan Pitaya berada. Tuan Pitaya mengamati calon di depannya itu dengan ketelitian juru taksir profesional pegadaian.Atau mengingatkan pada blantik sapi yang dengan teleti mengamati sapi yang hendak dibelinya. Sementara Kolenel Kalawa Mepaki langsung melemparkan koinnya, untuk memutuskan calon itu…
Kolonel Kalawa Mepaki, “Gagal!”
Lalu orang itu segera pergi, dan dilanjutkan giliran orang di belakangnya.
Kolonel Kalawa Mepaki, memainkan koinya, “Gagal!”
Dan orang itu pun segera pergi, dilanjutkan giliran orang di belakangnya.
Kolonel Kalawa Mepaki, memainkan koinya, “Gagal!”
            Dalam kutipan dapat dilihat bahwa, keputusan pemenang bersifat mutlak, dan tidak bisa diganggu gugat. Barang siapa yang tidak mencalonkan dan mendaftarkan dirinya menjadi presiden, maka akan dianggap membangkang dan merongrong stabilitas Negara. Selain itu pemilihan presiden juga bergantung pada koin keberuntungan yang dibawa oleh Kolonel Kalawa Mepaki.Hal ini sangatlah menunjukkan suatu pemerintahan yang tidak sesuai dengan peraturan.Menurut penelaah ini dapat dikatakan sebagai sebuah hegemoni kekuasan yang dilakukan dalam pemerintahan suatu Negara.

PENUTUP
            Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa, praktik hegemoni dalam naskah tersebut dapat dibuktikan dari beberapa kutipan yang ada dalam naskah. Kutipan-kutipan tersebut yaitu berisi tentang penggulingan presiden dengan segaja dengan cara dibunuh dan istri presiden yang juga menggunakan kekuasaan sewenang-wenanang.  Istri presiden mengaku bahwa dialah yang dipercaya oleh semua rakyat, sehingga dialah yang memegang kendali kekuasaan. Semua rakyat akan menurut kepadanya karena dialah yang selalu membagi-bagi makanan, memberi pakaian gratis, memeluk bayi-bayi mereka yang busung lapar. Istri presiden menganggap bahwa kekuasaan untuk menggantikan kedudukan Sang Suaminya sebagai presiden berada ditangannya.Sehingga yang ada dalam pikirannya yaitu dialah ibu Negara yang mempesona rakyatnya.Kalau seseorang butuh kepercayaan rakyat maka seseorang tersebut juga membutuhkan kepercayaaan ibu Negara itu.
            Selain itu terlihat juga pada ketidakberlakuan suatu konstitusi yang dulu sebelum presiden digulingkan sempat diberlakukan aturan konstitusi tersebut.Istri Presiden tidak percaya kepada suatu konstitusi.Istri Presiden tersebut hanya percaya pada koin keberuntungan. Selanjutnya yaitu pemilihan kandidat mentri yang dilakukan dengan cara sepihak dan memilihnya sesuai dengan keadaan hati. Anggapan bahwa demokrasi pemilihan presiden ini bagi setiap warga Negara memiliki hak untuk dipilih dan memilih serta mencalonkan diri.Bahkan dalam naskah drama disebutkan kalau pencalonan presiden tersebut wajib bagi setiap orang untuk mencalonkan dirinya.Prosedur mencalonkannya pun bisa secara langsung atau lewat SMS.

DAFTAR PUSTAKA
Ninung, Theresia. 2009. Seluk Beluk Drama di Indonesia. (http://massofa.wordpress.com/2009/11/02/seluk-beluk-drama-di-indonesia/). Diakses pada 22 Juni 2016.Pukul 10.16 WIB.
Noor, Agus. 2008. Naskah Drama Presiden Kita Tercinta. (https://agusnoorfiles.wordpress.com/.../presiden-kita-tercinta-naskah-drama.). Diakses pada 18 Juni 2016.Pukul 09.28 WIB.
Rahmawati, Syifa Silvia. 2015. Analisis Struktur pada Drama.( http://syifasilviarahmawati.blogspot.co.id/2015/12/bab-ii-analisis-struktur-pada-drama.html). Diakses pada 22 Juni 2016.Pukul 09.14 WIB.
Sumardjo, Jakob. 2004. Perkembangan teater modern dan sastra drama Indonesia. Bandung: Angkasa.
Waluyo, J Herman. 2000. Drama: Teori dan Pengajarannya. Bandung: PT. Hanindita Graha Widya.


ARTIKEL KAJIAN STILISTIKA: GAYA BAHASA DALAM SAJAK cHAIRIL ANWAR "CATATAN TAHUN 1946"

KAJIAN STILISTIKA: GAYA BAHASA DALAM SAJAK CHAIRIL ANWAR
“CATATAN TAHUN 1946”
Nafisatun Nurroh
Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia
HP: 085713327141, Pos_el: nafisatunnurroh@gmail.com
Abstrak: Artikel berjudul Gaya Bahasa Sastra Dalam Sajak Chairil Anwar “Catatan Tahun 1946” merupakan upaya untuk menganalisis gaya bahasa yang digunakan dalam sajak tersebut. Penelitian karya sastra pada umumnya menggunakan struktur narasi, sedangkan dalam penelitian dari segi gaya bahasa masih jarang. Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian gaya bahasa. Sebagian besar orang-orang telah mengetahui apa arti sebenarnya gaya  bahasa. Ada beberapa pengertian mengenai gaya bahasa yang berbeda-beda sesuai dengan batasan-batasannya. Dalam ilmu sastra gaya bahasa merupakan penggunaan bahasa secara khusus untuk mendapatkan efek tertentu. Efek ini adalah efek estetik yang turut menjadikan karya sastra bernilai seni. Namun, nilai karya sastra tidak hanya disebabkan oleh gaya bahasa saja, melainkan disebabkan juga oleh gaya bercerita maupun penyususnan alur pada karya sastra tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendorong penelitian sastra dalam aspek gaya bahasa dan dapat memberikan pengertian yang lebih benar mengenai gaya bahasa.
Kata-Kata Kunci: Gaya Bahasa, Sastra, Estetik
Abstract: The article titled Style Language Literature In Anwar poem "Notes Year 1946" is an attempt to analyze the style of language used in these poems. Research literature generally uses the narrative structure, whereas in the study in terms of style language is still rare. Therefore, there should be research style. Most people already know what a real sense of style. There is some understanding of the style that varies in accordance with the limitations. In the study of literary style is the use of language specifically to get a certain effect. This effect is aesthetic effects that also make valuable literary works of art. However, the value of literature is not only due to the style alone, but caused also by the storytelling style as well as arranging a groove on literary works. The purpose of this study is to encourage the study of literature in the language and style aspects can give a more correct understanding of the style.
Keywords: Style Language, Literature, Aesthetic



PENDAHULUAN
Pada  era sekarang, banyak sekali peneliti sastra  yang penelitiannya hanya ditujukan pada penerangan struktur penceritaan karya sastra, misalnya tema, alur, latar,penokohan  dan lainnya. Peneliti yang meneliti gaya bahasa masih sedikit meskipun penelitian tentang gaya bahasa ini juga sangatlah penting. Memang ada beberapa buku yang telah membicarakan gaya bahasa, tetapi bukan semata-mata meneliti karya sastra dari aspek gaya bahasa secara khusus, melainkan masih bersifat umum.
Gaya bahasa merupakan penggunaan bahasa secara khusus untuk mendapatkan nilai seni. Hal ini seperti dikemukakan juga oleh Dick Hartoko dan Rahmanto (1986:137) bahwa gaya bahasa adalah cara yang dipakai seseorang untuk mengungkapkan diri (gaya pribadi). Slamet Muljana juga mengatakan bahwa  gaya bahasa itu susunan perkataan yang terjadi karena perasaan dalam hati pengarang yang dengan sengaja atau tidak menimbulkan suatu perasaan yang tertentu dalam hati pembaca. Gaya bahasa itu selalu subjektif dan tidak akan objektif. Gaya bahasa merupakan cara yang dipilih oleh seorang penulis untuk mengungkapkan apa yang dikehendaki ke dalam tulisannya.
            Menurut Dick Hartoko dan B. Rahmanto (1980:138) bahwa dalam stilistika, ilmu yang meneliti gaya bahasa, dibedakan antara stilistika deskriptif denhan stilistika genetis. Stilistika deskriptif mendekati gaya bahasa sebagai keseluruhan ekspresi kejiwaan yang terkandung dalam suatu bahasa dan meneliti nilai-nilai ekspresivitas khusus yang terkandung dalam suatu bahasa (langue), yaitu secara morfologis, sintaksis, dan semantik. Adapun stilistika genetis adalah stilistika individual yang memandang gaya bahasa sebagai suatu ungkapan yang khas pribadi.
            Tujuan penelitian ini adalah untuk menyumbang pandangan bagi pengembangan ilmu sastra, khususnya dalam lapangan stilistika sastra. Mendorong para peneliti sastra agar penelitian tidak hanya menggunakan struktur narasi melainkan ditekankan pasa aspek gaya bahasa juga untuk memberikan pengertian gayabahasa lebih mendalam dan dapat memberikan makna yang lebih menyeluruh mengenai karya sastra yang diteliti.
            Sebelumnya sajak Chairil Anwar ini sudah pernah diteliti oleh beberapa orang, diantaranya yaitu Mey.Dalam penelitiannya hanay membahas unsure-unsur yang terkandung didalam sajak “Catatan Tahun 1946”.Peneliti selanjutnya yaitu Yuliakori, dalam penelitiannya terhadap puisi “Catatan Tahun 1964” juga hanya meneliti puisi tersebut dalam aspek pemaknaan. Hal tersebut berbeda dengan penelitian saat ini yaitu analisis yang khusus membahas tentang gaya bahasa yang terdapat dalam puisi tersebut.

TEORI
Gaya bahasa merupakan salah satu unsur struktur karya sastra, maka hubungannya dengan unsur-unsur lainnya sangat koheren.Dalam struktur itu tiap unsur hanya mempunyai makna dalam hubungannya dengan unsur-unsur lainnya dan keseluruhan (Hawkes, 1978:17-18).Sebagaimana dikemukakan oleh Preminger dkk (1997:981) penelitian semiotik sastra adalah usaha untuk menganalisis karya sastra sebagai system tanda-tanda dan menentukan konvensi-konvensi yang memungkinkan karya sastra mempunyai makna.
            Peneliti menyendirikan satuan-satuan berfungsi dan konvensi-konvensi sastra yang berlaku.Oleh karena bahasa merupakan unsur struktur karya sastra sebagai sistem tanda bermakna, maka satuan-satuan berfungsi diantaranya bunyi, kata, dan kalimat yang bersifat khusus, dalam arti sebagai sarana kebahasaan untuk mendapatkan efek tertentu ataupun efek estetisnya.

METODE PENELITIAN
Karya sastra merupakan sebuah struktur katandaan yang bermakna.Oleh karena itu, teori dan metode penelitian yang sesuai adalah strukturalisme semiotik.Dalam artian bahwa metode yang digunakan dalam penelitian puisi “Catatan Tahun 1946” ini adalah dengan dianalisis berdasarkan satuan-satuan tanda yang bermakna dengan tidak melupakan saling hubungan dan fungsi structural tiap-tiap satuan tanda tersebut.
            Sebelum dianalisis, karya sastra dipahami maknanya dengan pembacaan semiotic.Pembacaan semiotik itu berupa pembacaan heuristik dan hermeneutik seperti yang dikemukakan Reffatere (1978:5-6).Pembacaan heuristik adalah pembacaan menurut sistem semiotik tingkat pertama, yaitu pembacaan menurut konvensi bahasa (Indonesia).Sedangkan pembacaan hermeneutik adalah pembacaan ulang dengan memberikan tafsiran.Bacaan ini berdasarkan system tanda semiotik tingkat kedua, yang merupakan pembacaan berdasarkan konvensi sastra.Dengan demikian, karya sastra dapat dipahami tidak saja arti kebahasaanya, tetapi juga makna kesastraannya.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Para pembaca dan para penulis yang unggul benar-benar memanfaatkan gaya bahasa untuk menjelaskan gagasan-gagasan mereka. Gaya bahasa menurut mereka adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan dengan benda atau hal lain yang lebih umum.
            Pendek kata penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu (Dale, 1971:220). Gaya bahasa adalah cara mempergunakan bahasa secara imajinatif,bukan dalam pengertian yang benar-benar secara kalamiah saja (Warriner, 1977:602). Gaya bahasa merupakan bentu retorik, yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk menyakinkan atau mempengaruhu penyimak atau pembaca.
Berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa mempersoalkan kata mana yang paling tepat dan sesuai untuk posisi-posisi tertentu dalam kalimat, serta tepat tidaknya penggunaan kata-kata dilihat dari lapisan pemakaian bahasa dalam masyarakat. Dengan kata lain, gaya bahasa ini mempersoalkan ketepatan dan kesesuaian dalam menghadapi situasi-situasi tertentu.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa , gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang mengungkapkan jiwa dan kepribadia penulis (pemakai bahasa). Sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur berikut yaitu, kejujuran, sopan-santun, dan menarik (Keraf, 1985:113)
            Dalam bahasa standart (bahasa baku)  dapatlah dibedakan, gaya bahasa resmi, gaya bahasa tak resmi, dan gaya bahasa percakapan. Gaya bahasa dalam tingkatan bahasa nonstandard tidak akan dibahas disini. Perbedaan gaya bahasa resmi dan tak resmi sebenarnya bersifat relative. Antara kedua ekstrim ini masih terdapat bermacam-macam perbedaan warna yang berturut-turut akan masih mengandung unsur-unsur dari gaya sebelumnya, tetapi sementara itu sudah mengandung juga unsur-unsur dari gaya tingkat berikutnya. Dengan demikian perbedaan unsur-unsur ditengah-tengah sukar dibatasi.
            Sebelum melakukan kritik pada gaya bahasa yang terdapat dalam sajak Chairil Anwar “Catatan Tahun 1946” perlu menganalisis terlebih dahulu  dengan menggunakan pembacaan semiotik. Pembacaan semiotik itu berupa pembacaan heuristik dan pembacaan hermeneutik.


PEMBACAAN HEURISTIK
Dalam pembacaan ini, karya sastra dibaca secara linier, sesuai dengan struktur bahasa sebagai sistem tanda semiotik tingkat pertama.Untuk menjelaskan arti bahasa bila perlu susunan kalimat dibalik seperti susunan bahasa secara normatif, diberi tanbahan kata sambung (dalam kurung), kata-kata dikembalikan dalam bentuk morfologinya yang normatif.Selain itu juga bisa dengan member sisipan-sisipan kata dan kata sininimnya, ditaruh dalam tanda kurung supaya artinya menjadi jelas, seperti contoh dalam pembacaan sajak “Catatan Tahun 1946” sebagai berikut.
            Ada tanganku, sekali (waktu nanti) akan jemu terkulai, mainan cahaya di air (akan) hilang bentuk(nya) dalam kabut, dan suara (orang) yang kucintai akan berhenti membelai (dirku). (oleh karena itu), kupahat batu nisan (untuk diriku) sendiri dan kupagut (=kupasang diatas kuburanku).
            Kita (pada hakikatnya) adalah anjing (yang) diburu, hanya (dapat) melihat sebagian dari sandiwara sekarang. (oleh karena itu, kita) tidak tahu  Romeo dan Juliet berpeluk di kuburan atau di ranjang. (Hal ini disebabkan oleh) lahirnya seorang besar dan tenggelam (nya orang) berates ribu. (olekarena itu), keduanya harus dicatat (diperhatikan), keduanya (hendaknya) (men) dapat tempat (dalam ingatan kita).
            Kita nanti tiada sawan (takut) lagi diburu (dikejar-kejar) jika bedil sudah disimpan, (maka yang tinggal) Cuma kenangan berdebu. (kemudian), kita memburu arti atau (kalau tidak begitu) (nasib kita) diserahkan kepada anak yang sempat lahir. Jadi, kita jangan mengerdip, tetap (lah waspada) dan asah (lah) penamu. Menulislah karena kertas gersang (kosong) dan tenggorokan (yang) kering mau basah sedikit!.

PEMBACAAN HERMENEUTIK
Setelah melakukan pembacaan yaitu dalam tingkatan pertama, secara linier sesuai dengan struktur bahasa, pembacaan selanjutnya adalah dengan menggunakan pembacaan tingkat kedua atau biasa disebut dengan pembacaan hermeneutik.Dengan pembacaan hermeneutik ini baru sapat memperjelas arti kebahasaannya, tetapi makna karya sastra atau sajak itu belum tertangkap. Oleh karena itu, pembacaan heuristik  harus diulang lagi dengan pembacaan hermeneutik sesuai dengan konvensi sastra sebagai sistem semiotik tingkat kedua, seperti contoh pada sajak “Catatan Tahun 1946” ini.
            Judul sajak “ Catatan tahun 1946” sebagai tanda menunjukkan waktu pasca Perang Dunia II atau waktu perang kemerdekaan Indonesia melawan penjajah Belanda, pada waktu orang Indonesia hidup penuh ketakutan. “ada tanganku”, berarti aku masih punya kekuatan (pada waktu sekarang, masih muda, masih hidup), tetapi pada suatu ketika nanti aku akan kehilangan kekuatan (karena tua ataupun mati). Karena ketuaan itu, pendar-pendar air yang kena cahaya (mainan cahaya) akan tidak terlihat lagi karena mata telah terpudar (hilang bentuk dalam kabut).
            Begitu juga, orang-orang yang kucintai akan tidak dapat mencintai dan menyayangi aku lagi (karena aku telah mati). Oleh karena itu, aku membuat karya yang hebat atau monumental (pahat batu nisan sendiri) sebagai tanda aku pernah hidup (kupagut). Dalam waktu perang ini, atau waktu sukar ini, kita selalu terburu-buru dan terasa dihinakan (anjing diburu) dan tidak sempat melihat akhir kejadian atau akhir cerita yang terjadi.
Apakah nanti akan terjadi akhir yang menyenangkan atau yang menyedihkan, bahagia atau terjadi ketragisan, kita tidak akan mengetahuinya (tidak tahu Romeo dan Juliet berpeluk di kubur atau di ranjang). Hal ini disebabkan oleh seringkali terjadi bahwa muncul seorang besar, yang hebat, sebaliknya kemunculannya membawa kematian orang beratus ribu.
Misalnya, pada waktu Perang Dunia II, muncul seorang tokoh hebat Adolf Hitler yang menyebabkan timbulnya Perang Dunia II dan berates ribu orang mati terbunuh dalam perang itu. Kedua hal tersebut harus dicatat, diingat, diperhatikan, dan hendaknya kita selalu mengingat-ingat (keduanya dapat tempat) supaya kita selalu waspada.
Kemudian, kita nanti tidak akan takut atau khawatir diburu-buru lagi (seperti anjing) jika perang sudah berakhir (jika bedil sudah disimpan), yang tinggal hanya kenangan lama saja (yang mengerikan). Kita (harus) berusaha dengan keras mencari makna hidup (memburu arti) sebab kalau tidak demikian, nasib kita hanya akan tergantung kepada anak yang sempat lahir (yang mungkin tidak mau peduli kepada nasib kita).
Oleh karena itu, jangan bersantai-santai, hendaklah selalu waspada, bekerja terus (jangan mengerdip).Bekerjalah dengan keras karena hidup ini perlu diisi dan orang pun harus hidup dengan makan dan minum sebab kita selalu dalam kesukaran (tenggorokan kering sedikit mau basah). Proses pemaknaan dengan pembacaan hermeneutic itu lebih lanjut akan tampak dalam analisis gaya bahasa.

KANDUNGAN GAYA BAHASA
            Untuk dapat mengungkap makna karya sastra secara keseluruhan, lebih dahulu harap diterangkan gaya bahasa dalam wujud kalimat atau sintaksisnya, kemudian diikuti analisis gaya kata, dan yang terakhir analisis gaya bunyi.
            Sajak memerlukan kepadatan dan ekspresivitas karena sajak itu hanya mengemukakan inti masalah atau inti pengalaman.Oleh karena itu, terjadi pemadatan, hanya yang perlu-perlu saja dinyatakan, maka hubungan kalimat-kalimatnya implisit, hanya tersirat saja. Hal ini tampak dalam baris-baris atau kalimat-kalimat dalam bait pertama (dan bait-bait lainnya).
            Jadi, gaya kalimat yang demikian disebut gaya implicit, seperti tampak dalam wujud baris ke-3 dan ke-4 dalam bait pertama pada sajak “Catatan Tahun 1946”. Untuk memperjelas dapat mengggunakan beberapa kata penghubung.Seperti contoh, dan suara yang kucintai ‘kan berhenti membelai. (oleh karena itu), kupahat batu nisan sendiri dan kupagut.
            Begitu juga hubungan antara baris ke-1, 2 dengan baris ke-3 dan ke-4 dalam bait kedua dan ketiga.Tidak tahu Romeo dan Juliet berpeluk di kubur atau di ranjang (karena) lahir seorang besar dan tenggelam beratus ribu. Selain itu, dalam ada juga hubungan implicit antara baris ke-2 dan ke-3 bait ketiga, dapat dijelaskan dengan sisipan ungkapan penghubung “karena itu”, atau “kemudian”, seperti contoh berikut. Jika bedil sudah disimpan, Cuma kenangan berdebu (karena itu atau kemudian), kita memburu arti atau diserahkan kepada anak lahir setempat.
            Dalam sajak ini tampak yang mendominasi adalah gaya bahasa kalimat untuk melebih lebihkan suatu hal atau keadaan. Gaya ini dikenal sebagai sarana retorika hiperbola, seperti contoh ini, “kupahat batu nisan sendiri dan kupagut”. (batu nisan “dipagut” ini melebih-lebihkan). Di samping itu, ada gaya yang menyangatkan, tetapi dalam arti sangat dikecilkan, gaya itu adalah sarana retorika litotes: “hanya melihat sebagian dari sandiwara sekarang”

GAYA BAHASA DALAM KATA
            Untuk menghidupakan lukisan dan memberikan gambaran yang jelas, dalam sajak ini banyak dipergunakan bahasa kiasan.Bahasa kiasan ini menyatakan suatu hal secara tidak langsung.Ekspresi secara tidak langsung ini merupakan konvensi sastra, khususnya puisi seperti dikemukakan oleh Riffaterre (1978:1). Ucapan tidak langsung itu menurut Riffaterre (1978:2) disebabkan oleh tiga hal yaitu, pemindahan atau penggantian arti, penyimpangan atau pemencongan arti,  dan penciptaan arti.
            Pemindahan arti ini berupa penggunaan metafora dan metonimi.Istilah metafora ini seringkali untuk menyebut arti kiasan pada umumnya meskipun metafora itu sesungguhnya merupakan salah satu ragam bahasa kiasan. penyimpangan atau pemencongan arti disebabkan oleh ambiguitas, kontradiksi, dan nonsense. Penciptaan arti disebabkan oleh penggunaan bentuk visual pembaitan, enjambement, persajakan, persejajaran bentuk, dan bentuk visual lainnya.
            Ungkapan tak langsung dalam sajak ini yang sangat penting terutama bahasa kiasan (penggantian arti: metafora, metonimi, dan ambiguitas. Demikian juga, untuk menghidupkan lukisan dalam sajak ini dipergunakan ucapan tak langsung dengan citraan. Seperti contoh dalam sajak “Catatan Tahun 1946” yaitu, “Ada tangan ku” merupakan sinekdoki pars pro toto, ini untuk mununjukkan pusat aktivitas manusia yang terpenting itu terletak di tangan. Di sini tangan untuk mewakili keseluruhan manusia.
            Untuk memperjelas gambaran tua atau mati, diberi citra “jemu terkulai” dan “mainan cahaya di air” “hilang bentuk”. “Suara yang dicintai” adalah sinekdoki pars pro toto untuk istri atau sanak saudara yang dicintai dan disayangi. “Batu nisan” adalah metafora untuk karya yang agung, “monumental” yang merupakan tanda bahwa orang pernah hadir di dunia dan perlu diingat karena kebesarannya atau karyanya yang hebat. Dan masih banyak contoh lain dalam sajak Chairil anwar tersebut.


GAYA BAHASA DALAM BUNYI
Bunyi berfungsi untuk mendukung atau memperkeras arti kata ataupun kalimat.Gaya bunyi untuk memperdalam makna kata dan kalimat.Dalam sajak ini tampak seperti berikut.Keseluruhan sajak menampakkan suasana “berat”, “muram”, atau “murung” dan gundah.Suasana itu ditampilkan, disamping oleh karena itu kata-kata dan kalimatnya, juga oleh bunyinya yang berat yang dominan, yaitu asonansi a dan kombinasi u sajak akhir.Akan tetapi evektifitasnya ditunjang oleh variasi dan kombinasi bunyi yang menyebabkan berirama dan liris.
            Telah tertera dalam sajak yaitu, kombinasi bunyi a-u yang kuat tampak pada baris ke-1,2,3. Ada tanganku…akanjemu….Main cahaya…hilang bentuk dalam kabut…Kupahat batu nisan…dan kupagut. Sajak akhir baris ke-3 dan ke-4: kabut_kupagut, bunyi u memberikan suasana sedih dikombinasi bunyi t yang tidak merdu memperkeras suasana yang tidak menyenangkan.
            Asonansi a yang dominan dikombinasi bunyi u pada keempat barisnya memperkuat situasi dan suasana muram.Seperti sajak berikut ini, Kita-anjing diburu-hanya melihat…sandiwara sekarang…berpeluk di kubur atau di ranjang.Lahir seorang besar dan tenggelam beratus ribu.Kedua harus…dapat tempat. Kombinasi bunyi sengau n,m, dan ng menyebabkan berirama dan membuat liris. Dalam sajak tersebut juga masih banyak lagi contohnya.

KRITIK GAYA BAHASA
Apabila ditinjau dengan seksama, apa yang dilakukan oleh seorang kritik sastra sebenarnya sangat sederhana. Ia mengambil setiap karya sastra yang mana pun dan bagaimanapun wujudnya untuk dibaca. Kritikus membaca setiap karya sastra yang bisa ia dapatkan.  Kemudian dia menulis dalam bentuk sebuah karangan untuk menerangkan betapa dan mengapa buku yang dibacanya membosankan atau mengesankan sebenarnya tidak sulit, sebab dia dapat mengajukan ringkasan buku tersebut.
Gaya bahasa yang digunakan dalam sajak chairil anwar ini banyak sekali menggunakan retorika hiperbola, dalam sajak ini banyak ditemukan bahasa-bahasa yang dapat dikatakan tidak masuk akal atau sulit untuk terjadi di dunia nyata.Memang benar dalan sajak itu banyak menggunakan retorika hiperbola, namun juga memakai retorika litotes yaitu ada gaya yang menyangatkan namun, dalam arti sangat dikecilkan.
Dalam gaya bahasa yang di pakai Chairil Anwar memungkinkan adanya pemindahan, penyimpangan , dan penciptaan arti baru karena adanya ambiguitas, kontradiksi, dan nonsense. Selain itu juga menggunkan sinekdoki pars pro toto maupun metafora. Sehingga dalam memaknai puisi ini dibutuhkan anlaisis yang lebih teliti.
           

SIMPULAN
Gaya bahasa sangat penting untuk pemaknaan karya sastra karena merupakan sarana sastra yang turut menyambungkan makna karya sastra dan untuk mencapai nilai seninya. Akan tetapi, sampai sekarang dalam kesastraan Indonesia belum ada penelitian gaya bahasa sastra, belum ada buku stilistika yang khusus untuk sastra. Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian gaya bahasa dalam kesusastraan Indonesia dan penulisan stilistika yang khusus untuk kesusastraan.
            Gaya bahasa, yang merupakan cara penggunaan bahasa secara khusus untuk mendapatkan efek tertentu, ada beberapa jenis, yaitu gaya bahasa individu, gaya bahasa golongan sastrawan, aliran tertentu, dan gaya bahasa periode. Karena itu, penelitian gaya bahasa dapat dilakukan dalam bidang-bidang tersebut, sesuai dengan keperluan. Akan tetapi, dalam penulisan stilistika perlu diperhatikan gaya bahasa yang bersifat umum dan tidak hanya yang bersifat khusus. 
            Sebelum mengkritik gaya bahsa pada suatu karya sastra, perlu terlebih dahulu menganalisis gaya bahasanya. Gaya bahasa merupakan unsur struktur karya sastra. Oleh karena itu, makna gaya bahasa tidak dapat terlepas dari unsur-unsur lainnya dan kesuluruhannya. Dengan demikian, penelitian gaya bahasa dilakukan dalam kerangka teori dan metode strukturalisme-semiotik. Hal ini mengingat pula bahwa gaya bahasa diperlukan pembacaan karya sastra secara semiotik, yaitu heuristik dan hermeneutik.


DAFTAR PUSTAKA
Hardjana, Andre. (1994). Kritik sastra Sebuah Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia.
Keraf, Gorys. (1996). Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia.
Pradopo, Rachmat Djoko. (2000). Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Rahmanto dan Dich Hartoko.(1986). Unsur Struktur Sastra. Jakarta: PT.Gramedia.
Semi, atar.(1989). Kritik Sastra. Bandung: Angkasa
Tarigan, Herry Guntur. (1985). Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: angkasa.
Warriner.(1977). Struktur Karya Sastra. Bandung: Jalusutra.