Thursday, June 23, 2016

ARTIKEL KAJIAN STILISTIKA: GAYA BAHASA DALAM SAJAK cHAIRIL ANWAR "CATATAN TAHUN 1946"

KAJIAN STILISTIKA: GAYA BAHASA DALAM SAJAK CHAIRIL ANWAR
“CATATAN TAHUN 1946”
Nafisatun Nurroh
Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia
HP: 085713327141, Pos_el: nafisatunnurroh@gmail.com
Abstrak: Artikel berjudul Gaya Bahasa Sastra Dalam Sajak Chairil Anwar “Catatan Tahun 1946” merupakan upaya untuk menganalisis gaya bahasa yang digunakan dalam sajak tersebut. Penelitian karya sastra pada umumnya menggunakan struktur narasi, sedangkan dalam penelitian dari segi gaya bahasa masih jarang. Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian gaya bahasa. Sebagian besar orang-orang telah mengetahui apa arti sebenarnya gaya  bahasa. Ada beberapa pengertian mengenai gaya bahasa yang berbeda-beda sesuai dengan batasan-batasannya. Dalam ilmu sastra gaya bahasa merupakan penggunaan bahasa secara khusus untuk mendapatkan efek tertentu. Efek ini adalah efek estetik yang turut menjadikan karya sastra bernilai seni. Namun, nilai karya sastra tidak hanya disebabkan oleh gaya bahasa saja, melainkan disebabkan juga oleh gaya bercerita maupun penyususnan alur pada karya sastra tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendorong penelitian sastra dalam aspek gaya bahasa dan dapat memberikan pengertian yang lebih benar mengenai gaya bahasa.
Kata-Kata Kunci: Gaya Bahasa, Sastra, Estetik
Abstract: The article titled Style Language Literature In Anwar poem "Notes Year 1946" is an attempt to analyze the style of language used in these poems. Research literature generally uses the narrative structure, whereas in the study in terms of style language is still rare. Therefore, there should be research style. Most people already know what a real sense of style. There is some understanding of the style that varies in accordance with the limitations. In the study of literary style is the use of language specifically to get a certain effect. This effect is aesthetic effects that also make valuable literary works of art. However, the value of literature is not only due to the style alone, but caused also by the storytelling style as well as arranging a groove on literary works. The purpose of this study is to encourage the study of literature in the language and style aspects can give a more correct understanding of the style.
Keywords: Style Language, Literature, Aesthetic



PENDAHULUAN
Pada  era sekarang, banyak sekali peneliti sastra  yang penelitiannya hanya ditujukan pada penerangan struktur penceritaan karya sastra, misalnya tema, alur, latar,penokohan  dan lainnya. Peneliti yang meneliti gaya bahasa masih sedikit meskipun penelitian tentang gaya bahasa ini juga sangatlah penting. Memang ada beberapa buku yang telah membicarakan gaya bahasa, tetapi bukan semata-mata meneliti karya sastra dari aspek gaya bahasa secara khusus, melainkan masih bersifat umum.
Gaya bahasa merupakan penggunaan bahasa secara khusus untuk mendapatkan nilai seni. Hal ini seperti dikemukakan juga oleh Dick Hartoko dan Rahmanto (1986:137) bahwa gaya bahasa adalah cara yang dipakai seseorang untuk mengungkapkan diri (gaya pribadi). Slamet Muljana juga mengatakan bahwa  gaya bahasa itu susunan perkataan yang terjadi karena perasaan dalam hati pengarang yang dengan sengaja atau tidak menimbulkan suatu perasaan yang tertentu dalam hati pembaca. Gaya bahasa itu selalu subjektif dan tidak akan objektif. Gaya bahasa merupakan cara yang dipilih oleh seorang penulis untuk mengungkapkan apa yang dikehendaki ke dalam tulisannya.
            Menurut Dick Hartoko dan B. Rahmanto (1980:138) bahwa dalam stilistika, ilmu yang meneliti gaya bahasa, dibedakan antara stilistika deskriptif denhan stilistika genetis. Stilistika deskriptif mendekati gaya bahasa sebagai keseluruhan ekspresi kejiwaan yang terkandung dalam suatu bahasa dan meneliti nilai-nilai ekspresivitas khusus yang terkandung dalam suatu bahasa (langue), yaitu secara morfologis, sintaksis, dan semantik. Adapun stilistika genetis adalah stilistika individual yang memandang gaya bahasa sebagai suatu ungkapan yang khas pribadi.
            Tujuan penelitian ini adalah untuk menyumbang pandangan bagi pengembangan ilmu sastra, khususnya dalam lapangan stilistika sastra. Mendorong para peneliti sastra agar penelitian tidak hanya menggunakan struktur narasi melainkan ditekankan pasa aspek gaya bahasa juga untuk memberikan pengertian gayabahasa lebih mendalam dan dapat memberikan makna yang lebih menyeluruh mengenai karya sastra yang diteliti.
            Sebelumnya sajak Chairil Anwar ini sudah pernah diteliti oleh beberapa orang, diantaranya yaitu Mey.Dalam penelitiannya hanay membahas unsure-unsur yang terkandung didalam sajak “Catatan Tahun 1946”.Peneliti selanjutnya yaitu Yuliakori, dalam penelitiannya terhadap puisi “Catatan Tahun 1964” juga hanya meneliti puisi tersebut dalam aspek pemaknaan. Hal tersebut berbeda dengan penelitian saat ini yaitu analisis yang khusus membahas tentang gaya bahasa yang terdapat dalam puisi tersebut.

TEORI
Gaya bahasa merupakan salah satu unsur struktur karya sastra, maka hubungannya dengan unsur-unsur lainnya sangat koheren.Dalam struktur itu tiap unsur hanya mempunyai makna dalam hubungannya dengan unsur-unsur lainnya dan keseluruhan (Hawkes, 1978:17-18).Sebagaimana dikemukakan oleh Preminger dkk (1997:981) penelitian semiotik sastra adalah usaha untuk menganalisis karya sastra sebagai system tanda-tanda dan menentukan konvensi-konvensi yang memungkinkan karya sastra mempunyai makna.
            Peneliti menyendirikan satuan-satuan berfungsi dan konvensi-konvensi sastra yang berlaku.Oleh karena bahasa merupakan unsur struktur karya sastra sebagai sistem tanda bermakna, maka satuan-satuan berfungsi diantaranya bunyi, kata, dan kalimat yang bersifat khusus, dalam arti sebagai sarana kebahasaan untuk mendapatkan efek tertentu ataupun efek estetisnya.

METODE PENELITIAN
Karya sastra merupakan sebuah struktur katandaan yang bermakna.Oleh karena itu, teori dan metode penelitian yang sesuai adalah strukturalisme semiotik.Dalam artian bahwa metode yang digunakan dalam penelitian puisi “Catatan Tahun 1946” ini adalah dengan dianalisis berdasarkan satuan-satuan tanda yang bermakna dengan tidak melupakan saling hubungan dan fungsi structural tiap-tiap satuan tanda tersebut.
            Sebelum dianalisis, karya sastra dipahami maknanya dengan pembacaan semiotic.Pembacaan semiotik itu berupa pembacaan heuristik dan hermeneutik seperti yang dikemukakan Reffatere (1978:5-6).Pembacaan heuristik adalah pembacaan menurut sistem semiotik tingkat pertama, yaitu pembacaan menurut konvensi bahasa (Indonesia).Sedangkan pembacaan hermeneutik adalah pembacaan ulang dengan memberikan tafsiran.Bacaan ini berdasarkan system tanda semiotik tingkat kedua, yang merupakan pembacaan berdasarkan konvensi sastra.Dengan demikian, karya sastra dapat dipahami tidak saja arti kebahasaanya, tetapi juga makna kesastraannya.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Para pembaca dan para penulis yang unggul benar-benar memanfaatkan gaya bahasa untuk menjelaskan gagasan-gagasan mereka. Gaya bahasa menurut mereka adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan dengan benda atau hal lain yang lebih umum.
            Pendek kata penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu (Dale, 1971:220). Gaya bahasa adalah cara mempergunakan bahasa secara imajinatif,bukan dalam pengertian yang benar-benar secara kalamiah saja (Warriner, 1977:602). Gaya bahasa merupakan bentu retorik, yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk menyakinkan atau mempengaruhu penyimak atau pembaca.
Berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa mempersoalkan kata mana yang paling tepat dan sesuai untuk posisi-posisi tertentu dalam kalimat, serta tepat tidaknya penggunaan kata-kata dilihat dari lapisan pemakaian bahasa dalam masyarakat. Dengan kata lain, gaya bahasa ini mempersoalkan ketepatan dan kesesuaian dalam menghadapi situasi-situasi tertentu.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa , gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang mengungkapkan jiwa dan kepribadia penulis (pemakai bahasa). Sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur berikut yaitu, kejujuran, sopan-santun, dan menarik (Keraf, 1985:113)
            Dalam bahasa standart (bahasa baku)  dapatlah dibedakan, gaya bahasa resmi, gaya bahasa tak resmi, dan gaya bahasa percakapan. Gaya bahasa dalam tingkatan bahasa nonstandard tidak akan dibahas disini. Perbedaan gaya bahasa resmi dan tak resmi sebenarnya bersifat relative. Antara kedua ekstrim ini masih terdapat bermacam-macam perbedaan warna yang berturut-turut akan masih mengandung unsur-unsur dari gaya sebelumnya, tetapi sementara itu sudah mengandung juga unsur-unsur dari gaya tingkat berikutnya. Dengan demikian perbedaan unsur-unsur ditengah-tengah sukar dibatasi.
            Sebelum melakukan kritik pada gaya bahasa yang terdapat dalam sajak Chairil Anwar “Catatan Tahun 1946” perlu menganalisis terlebih dahulu  dengan menggunakan pembacaan semiotik. Pembacaan semiotik itu berupa pembacaan heuristik dan pembacaan hermeneutik.


PEMBACAAN HEURISTIK
Dalam pembacaan ini, karya sastra dibaca secara linier, sesuai dengan struktur bahasa sebagai sistem tanda semiotik tingkat pertama.Untuk menjelaskan arti bahasa bila perlu susunan kalimat dibalik seperti susunan bahasa secara normatif, diberi tanbahan kata sambung (dalam kurung), kata-kata dikembalikan dalam bentuk morfologinya yang normatif.Selain itu juga bisa dengan member sisipan-sisipan kata dan kata sininimnya, ditaruh dalam tanda kurung supaya artinya menjadi jelas, seperti contoh dalam pembacaan sajak “Catatan Tahun 1946” sebagai berikut.
            Ada tanganku, sekali (waktu nanti) akan jemu terkulai, mainan cahaya di air (akan) hilang bentuk(nya) dalam kabut, dan suara (orang) yang kucintai akan berhenti membelai (dirku). (oleh karena itu), kupahat batu nisan (untuk diriku) sendiri dan kupagut (=kupasang diatas kuburanku).
            Kita (pada hakikatnya) adalah anjing (yang) diburu, hanya (dapat) melihat sebagian dari sandiwara sekarang. (oleh karena itu, kita) tidak tahu  Romeo dan Juliet berpeluk di kuburan atau di ranjang. (Hal ini disebabkan oleh) lahirnya seorang besar dan tenggelam (nya orang) berates ribu. (olekarena itu), keduanya harus dicatat (diperhatikan), keduanya (hendaknya) (men) dapat tempat (dalam ingatan kita).
            Kita nanti tiada sawan (takut) lagi diburu (dikejar-kejar) jika bedil sudah disimpan, (maka yang tinggal) Cuma kenangan berdebu. (kemudian), kita memburu arti atau (kalau tidak begitu) (nasib kita) diserahkan kepada anak yang sempat lahir. Jadi, kita jangan mengerdip, tetap (lah waspada) dan asah (lah) penamu. Menulislah karena kertas gersang (kosong) dan tenggorokan (yang) kering mau basah sedikit!.

PEMBACAAN HERMENEUTIK
Setelah melakukan pembacaan yaitu dalam tingkatan pertama, secara linier sesuai dengan struktur bahasa, pembacaan selanjutnya adalah dengan menggunakan pembacaan tingkat kedua atau biasa disebut dengan pembacaan hermeneutik.Dengan pembacaan hermeneutik ini baru sapat memperjelas arti kebahasaannya, tetapi makna karya sastra atau sajak itu belum tertangkap. Oleh karena itu, pembacaan heuristik  harus diulang lagi dengan pembacaan hermeneutik sesuai dengan konvensi sastra sebagai sistem semiotik tingkat kedua, seperti contoh pada sajak “Catatan Tahun 1946” ini.
            Judul sajak “ Catatan tahun 1946” sebagai tanda menunjukkan waktu pasca Perang Dunia II atau waktu perang kemerdekaan Indonesia melawan penjajah Belanda, pada waktu orang Indonesia hidup penuh ketakutan. “ada tanganku”, berarti aku masih punya kekuatan (pada waktu sekarang, masih muda, masih hidup), tetapi pada suatu ketika nanti aku akan kehilangan kekuatan (karena tua ataupun mati). Karena ketuaan itu, pendar-pendar air yang kena cahaya (mainan cahaya) akan tidak terlihat lagi karena mata telah terpudar (hilang bentuk dalam kabut).
            Begitu juga, orang-orang yang kucintai akan tidak dapat mencintai dan menyayangi aku lagi (karena aku telah mati). Oleh karena itu, aku membuat karya yang hebat atau monumental (pahat batu nisan sendiri) sebagai tanda aku pernah hidup (kupagut). Dalam waktu perang ini, atau waktu sukar ini, kita selalu terburu-buru dan terasa dihinakan (anjing diburu) dan tidak sempat melihat akhir kejadian atau akhir cerita yang terjadi.
Apakah nanti akan terjadi akhir yang menyenangkan atau yang menyedihkan, bahagia atau terjadi ketragisan, kita tidak akan mengetahuinya (tidak tahu Romeo dan Juliet berpeluk di kubur atau di ranjang). Hal ini disebabkan oleh seringkali terjadi bahwa muncul seorang besar, yang hebat, sebaliknya kemunculannya membawa kematian orang beratus ribu.
Misalnya, pada waktu Perang Dunia II, muncul seorang tokoh hebat Adolf Hitler yang menyebabkan timbulnya Perang Dunia II dan berates ribu orang mati terbunuh dalam perang itu. Kedua hal tersebut harus dicatat, diingat, diperhatikan, dan hendaknya kita selalu mengingat-ingat (keduanya dapat tempat) supaya kita selalu waspada.
Kemudian, kita nanti tidak akan takut atau khawatir diburu-buru lagi (seperti anjing) jika perang sudah berakhir (jika bedil sudah disimpan), yang tinggal hanya kenangan lama saja (yang mengerikan). Kita (harus) berusaha dengan keras mencari makna hidup (memburu arti) sebab kalau tidak demikian, nasib kita hanya akan tergantung kepada anak yang sempat lahir (yang mungkin tidak mau peduli kepada nasib kita).
Oleh karena itu, jangan bersantai-santai, hendaklah selalu waspada, bekerja terus (jangan mengerdip).Bekerjalah dengan keras karena hidup ini perlu diisi dan orang pun harus hidup dengan makan dan minum sebab kita selalu dalam kesukaran (tenggorokan kering sedikit mau basah). Proses pemaknaan dengan pembacaan hermeneutic itu lebih lanjut akan tampak dalam analisis gaya bahasa.

KANDUNGAN GAYA BAHASA
            Untuk dapat mengungkap makna karya sastra secara keseluruhan, lebih dahulu harap diterangkan gaya bahasa dalam wujud kalimat atau sintaksisnya, kemudian diikuti analisis gaya kata, dan yang terakhir analisis gaya bunyi.
            Sajak memerlukan kepadatan dan ekspresivitas karena sajak itu hanya mengemukakan inti masalah atau inti pengalaman.Oleh karena itu, terjadi pemadatan, hanya yang perlu-perlu saja dinyatakan, maka hubungan kalimat-kalimatnya implisit, hanya tersirat saja. Hal ini tampak dalam baris-baris atau kalimat-kalimat dalam bait pertama (dan bait-bait lainnya).
            Jadi, gaya kalimat yang demikian disebut gaya implicit, seperti tampak dalam wujud baris ke-3 dan ke-4 dalam bait pertama pada sajak “Catatan Tahun 1946”. Untuk memperjelas dapat mengggunakan beberapa kata penghubung.Seperti contoh, dan suara yang kucintai ‘kan berhenti membelai. (oleh karena itu), kupahat batu nisan sendiri dan kupagut.
            Begitu juga hubungan antara baris ke-1, 2 dengan baris ke-3 dan ke-4 dalam bait kedua dan ketiga.Tidak tahu Romeo dan Juliet berpeluk di kubur atau di ranjang (karena) lahir seorang besar dan tenggelam beratus ribu. Selain itu, dalam ada juga hubungan implicit antara baris ke-2 dan ke-3 bait ketiga, dapat dijelaskan dengan sisipan ungkapan penghubung “karena itu”, atau “kemudian”, seperti contoh berikut. Jika bedil sudah disimpan, Cuma kenangan berdebu (karena itu atau kemudian), kita memburu arti atau diserahkan kepada anak lahir setempat.
            Dalam sajak ini tampak yang mendominasi adalah gaya bahasa kalimat untuk melebih lebihkan suatu hal atau keadaan. Gaya ini dikenal sebagai sarana retorika hiperbola, seperti contoh ini, “kupahat batu nisan sendiri dan kupagut”. (batu nisan “dipagut” ini melebih-lebihkan). Di samping itu, ada gaya yang menyangatkan, tetapi dalam arti sangat dikecilkan, gaya itu adalah sarana retorika litotes: “hanya melihat sebagian dari sandiwara sekarang”

GAYA BAHASA DALAM KATA
            Untuk menghidupakan lukisan dan memberikan gambaran yang jelas, dalam sajak ini banyak dipergunakan bahasa kiasan.Bahasa kiasan ini menyatakan suatu hal secara tidak langsung.Ekspresi secara tidak langsung ini merupakan konvensi sastra, khususnya puisi seperti dikemukakan oleh Riffaterre (1978:1). Ucapan tidak langsung itu menurut Riffaterre (1978:2) disebabkan oleh tiga hal yaitu, pemindahan atau penggantian arti, penyimpangan atau pemencongan arti,  dan penciptaan arti.
            Pemindahan arti ini berupa penggunaan metafora dan metonimi.Istilah metafora ini seringkali untuk menyebut arti kiasan pada umumnya meskipun metafora itu sesungguhnya merupakan salah satu ragam bahasa kiasan. penyimpangan atau pemencongan arti disebabkan oleh ambiguitas, kontradiksi, dan nonsense. Penciptaan arti disebabkan oleh penggunaan bentuk visual pembaitan, enjambement, persajakan, persejajaran bentuk, dan bentuk visual lainnya.
            Ungkapan tak langsung dalam sajak ini yang sangat penting terutama bahasa kiasan (penggantian arti: metafora, metonimi, dan ambiguitas. Demikian juga, untuk menghidupkan lukisan dalam sajak ini dipergunakan ucapan tak langsung dengan citraan. Seperti contoh dalam sajak “Catatan Tahun 1946” yaitu, “Ada tangan ku” merupakan sinekdoki pars pro toto, ini untuk mununjukkan pusat aktivitas manusia yang terpenting itu terletak di tangan. Di sini tangan untuk mewakili keseluruhan manusia.
            Untuk memperjelas gambaran tua atau mati, diberi citra “jemu terkulai” dan “mainan cahaya di air” “hilang bentuk”. “Suara yang dicintai” adalah sinekdoki pars pro toto untuk istri atau sanak saudara yang dicintai dan disayangi. “Batu nisan” adalah metafora untuk karya yang agung, “monumental” yang merupakan tanda bahwa orang pernah hadir di dunia dan perlu diingat karena kebesarannya atau karyanya yang hebat. Dan masih banyak contoh lain dalam sajak Chairil anwar tersebut.


GAYA BAHASA DALAM BUNYI
Bunyi berfungsi untuk mendukung atau memperkeras arti kata ataupun kalimat.Gaya bunyi untuk memperdalam makna kata dan kalimat.Dalam sajak ini tampak seperti berikut.Keseluruhan sajak menampakkan suasana “berat”, “muram”, atau “murung” dan gundah.Suasana itu ditampilkan, disamping oleh karena itu kata-kata dan kalimatnya, juga oleh bunyinya yang berat yang dominan, yaitu asonansi a dan kombinasi u sajak akhir.Akan tetapi evektifitasnya ditunjang oleh variasi dan kombinasi bunyi yang menyebabkan berirama dan liris.
            Telah tertera dalam sajak yaitu, kombinasi bunyi a-u yang kuat tampak pada baris ke-1,2,3. Ada tanganku…akanjemu….Main cahaya…hilang bentuk dalam kabut…Kupahat batu nisan…dan kupagut. Sajak akhir baris ke-3 dan ke-4: kabut_kupagut, bunyi u memberikan suasana sedih dikombinasi bunyi t yang tidak merdu memperkeras suasana yang tidak menyenangkan.
            Asonansi a yang dominan dikombinasi bunyi u pada keempat barisnya memperkuat situasi dan suasana muram.Seperti sajak berikut ini, Kita-anjing diburu-hanya melihat…sandiwara sekarang…berpeluk di kubur atau di ranjang.Lahir seorang besar dan tenggelam beratus ribu.Kedua harus…dapat tempat. Kombinasi bunyi sengau n,m, dan ng menyebabkan berirama dan membuat liris. Dalam sajak tersebut juga masih banyak lagi contohnya.

KRITIK GAYA BAHASA
Apabila ditinjau dengan seksama, apa yang dilakukan oleh seorang kritik sastra sebenarnya sangat sederhana. Ia mengambil setiap karya sastra yang mana pun dan bagaimanapun wujudnya untuk dibaca. Kritikus membaca setiap karya sastra yang bisa ia dapatkan.  Kemudian dia menulis dalam bentuk sebuah karangan untuk menerangkan betapa dan mengapa buku yang dibacanya membosankan atau mengesankan sebenarnya tidak sulit, sebab dia dapat mengajukan ringkasan buku tersebut.
Gaya bahasa yang digunakan dalam sajak chairil anwar ini banyak sekali menggunakan retorika hiperbola, dalam sajak ini banyak ditemukan bahasa-bahasa yang dapat dikatakan tidak masuk akal atau sulit untuk terjadi di dunia nyata.Memang benar dalan sajak itu banyak menggunakan retorika hiperbola, namun juga memakai retorika litotes yaitu ada gaya yang menyangatkan namun, dalam arti sangat dikecilkan.
Dalam gaya bahasa yang di pakai Chairil Anwar memungkinkan adanya pemindahan, penyimpangan , dan penciptaan arti baru karena adanya ambiguitas, kontradiksi, dan nonsense. Selain itu juga menggunkan sinekdoki pars pro toto maupun metafora. Sehingga dalam memaknai puisi ini dibutuhkan anlaisis yang lebih teliti.
           

SIMPULAN
Gaya bahasa sangat penting untuk pemaknaan karya sastra karena merupakan sarana sastra yang turut menyambungkan makna karya sastra dan untuk mencapai nilai seninya. Akan tetapi, sampai sekarang dalam kesastraan Indonesia belum ada penelitian gaya bahasa sastra, belum ada buku stilistika yang khusus untuk sastra. Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian gaya bahasa dalam kesusastraan Indonesia dan penulisan stilistika yang khusus untuk kesusastraan.
            Gaya bahasa, yang merupakan cara penggunaan bahasa secara khusus untuk mendapatkan efek tertentu, ada beberapa jenis, yaitu gaya bahasa individu, gaya bahasa golongan sastrawan, aliran tertentu, dan gaya bahasa periode. Karena itu, penelitian gaya bahasa dapat dilakukan dalam bidang-bidang tersebut, sesuai dengan keperluan. Akan tetapi, dalam penulisan stilistika perlu diperhatikan gaya bahasa yang bersifat umum dan tidak hanya yang bersifat khusus. 
            Sebelum mengkritik gaya bahsa pada suatu karya sastra, perlu terlebih dahulu menganalisis gaya bahasanya. Gaya bahasa merupakan unsur struktur karya sastra. Oleh karena itu, makna gaya bahasa tidak dapat terlepas dari unsur-unsur lainnya dan kesuluruhannya. Dengan demikian, penelitian gaya bahasa dilakukan dalam kerangka teori dan metode strukturalisme-semiotik. Hal ini mengingat pula bahwa gaya bahasa diperlukan pembacaan karya sastra secara semiotik, yaitu heuristik dan hermeneutik.


DAFTAR PUSTAKA
Hardjana, Andre. (1994). Kritik sastra Sebuah Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia.
Keraf, Gorys. (1996). Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia.
Pradopo, Rachmat Djoko. (2000). Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Rahmanto dan Dich Hartoko.(1986). Unsur Struktur Sastra. Jakarta: PT.Gramedia.
Semi, atar.(1989). Kritik Sastra. Bandung: Angkasa
Tarigan, Herry Guntur. (1985). Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: angkasa.
Warriner.(1977). Struktur Karya Sastra. Bandung: Jalusutra.



2 comments:

  1. Best Casino in NYC - MapyRO
    Best Casino in NYC. Find the closest 통영 출장안마 casino to Manhattan. 김제 출장안마 Find a 경상북도 출장마사지 map showing all 수원 출장안마 casinos, poker rooms, restaurants and 창원 출장안마 more near the strip

    ReplyDelete