Thursday, June 23, 2016

RESENSI 10 kUMPULAN PUISI SASTRAWAN


Telaah Puisi Indonesia
Resensi 10 Buku Kumpulan Puisi

wps_clip_image-6148

Oleh:
Nafisatun Nurroh
121511133063
Kelas C


SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS AIRLANNGGA
2016


Resensi 10 Buku Kumpulan Puisi :
·         Chairil Anwar
Judul                : Aku Ini Binatang Jalang
Penulis             : Chairil Anwar
Cetakan           : Juli, 2011
Penerbit           : PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
ISBN               : 978-979-22-277-2
Dalam kumpulan puisi Chairil Anwar, sebagian puisinya berkisah tentang pengalaman pribadinya, percintaan dengan kekasihnya, dan perenungan-perenungan eksistensialnya tentang kehidupan, ibu, pemberontakan, individualisme,  dan terlebih lagi tentang kematian. Chairil Anwar tidak seperti Rendra maupun Taufiq yang puisinya banyak menyampaikan kritik sosial dan mengkritisi rezim penguasa. Chairil Anwar lebih sering berkisah tentang keping-keping pengalaman hidup pribadi yang dihayatinya. Selain itu, hampir semua puisi karya Chairil Anwar juga merujuk pada kematian.
Contoh Puisi Chairil Anwar yang merupakan puisi tentang kisah percintaan dia dengan kekasihnya yaitu puisi “Senja di Pelabuhan kecil”, Chairil biasanya orang yang tegar dan selalu optimis dalam segala hal tetapi puisi ini dia merasa pesimis karena cintanya sudah kandas. Sehingga puisi ini seakan-akan menjadi melankonis karena sajaknya berisi tentang ratapan dan kesedihan Chairil Anwar dalam memikirkan nasib yang benar-benar tidak bisa dirubah. Tetapi emosi Chairil yang menguasai puisi ini, menyebabkan sajaknya tidak terlalu terlihat sedih.
Hal ini berbeda dengan puisi Chairil yang menunjukkan ketegaran dan kekuatan Chairil. Seperti yang tergambar dalam puisinya yang berjudul “ Aku”. Penyair menulis puisi ini karena penyair ingin menunjukkan keindividualan. Chairil membawa semangat lewat puisi tersebut karena pada saat itu orang Indonsia belum ada yang meng-akukan dirinya. Pada salah satu bait dalam puisi tersebut terdapat kesadaran penyair peran dalam hidupnyayang mengharuskan adanya tindakan agar tidak terpengaruh oleh orang lain. Chairil berpikiran bahwa pengaruh orang lain dapat membuat dirinya kehilangan kemerdekaannya. Selain puisi-puisi diatas, dalam buku kumpulan puisi Chairil Anwar juga terdapat puisi-puisi yang mempunyai kisah tentang ibu, kematian, kehidupan pribadi, dan sebagainya.

·         W.S Rendra
Judul                : Ballada Orang-Orang Tercinta
Penulis             : W.S Rendra
Cetakan           : VII, 1993 (I, 1957)
Penerbit           : PT. Dunia Pustaka Jaya, Jakarta
ISBN               : 979-419-004-7
Tebal               : 52 Halaman
Gaya bersajak Rendra sangat begitu memerhatikan gejala lahiriah. Hal ini mungkin sekali terjadi karena Rendra juga merupakan figur panggung pertunjukan, yang kemudian menganggap puisi sebagai adegan dramatik yang sedang disajikan untuk penonton. Rendra menghadirkan sajak-sajak baru yang menekankan gejala lahiriah untuk diamati, diserap, dicerna, dan dimuntahkan secara dramatik. Puisi-puisi Rendra didominasi kesan-kesan heroik dan penuh semangat, bahkan juga dalam hubungan percintaan. Penggambaran hidup perempuan juga hadir dalam kumpulan sajak Rendra. Selain tersirat dalam beberapa penggambaran yang mengungkap lelaki dan segala kompleksitas pemikirannya. Sajak Rendra lebih tertuju langsung kepada masalah-masalahnya sendiri.
Dalam buku kumpulan puisi “ Ballada Orang-Orang Tercinta” terdapat gaya bahasa Rendra yang begitu memerhatikan gejala lahiriah, yang disajikan dalam puisi-puisinya, dan itu sangat berbeda sekali dengan penyair-penyair pendahulu. Selain ciri puisi Rendra yang menujukkan gejala lahiriah, puisi rendra juga ada yang bertema tentang percintaan, contoh tema ini sangat kentara dalam dua kumpulan sajak pertama yang berjudul “Kakawin Kawin dan Malam Stanza”. Citra yang ditampilkan dalam puisi-puisi ini bersifat naturalis. Pencitraan ini sangat khas dipakai oleh banyak penyair untuk memberikan kesan liris romantis. 
Sedangkan puisi yang bertema sosial, contoh puisinya yaitu puisi “Sajak-Sajak Dua Belas Perak”. Puisi ini mengandung makna tentang sosial manusia. Sajak tentang bunda juga dihadirkan secara khusus di sub bab Bunda di bawah rumpun “Nyanyian Dari Jalanan”. Sajak itu menggambarkan kerelaan dan kelapangan seorang bunda melepas putranya mengembara. Hati bunda digambarkan sebagai “tanah yang dibajak dan diinjak”, yang semakin lama semakin parah tetapi juga semakin subur. Hati bunda, lanjut sajak itu, merupakan “belantara yang rela terbuka”. Penggambaran ini sangat menakjubkan dan terlihat tidak klise. Betapa lapangnya hati yang serupa belantara yang rela terbuka, yang nantinya, tentu saja, akan ditanami berbagai tanaman baru yang entah akan berjenis apa. Selain puisi diatas juga terdapat puisi-puisi yang bertema lain dalam kumpulan puisi tersebut.

·         Subagio Sastrowardoyo
Judul                : Simfoni Dua
Penulis             : Subagio Sastrowardoyo
Cetakan           : V, 1995
Penerbit           : Balai Pustaka
ISBN               : 979-407-26-48

Puisi-puisi Subagio umumnya dipandang mempunyai bobot filosofis yang tinggi dan mendalam. Tidak dapat ditafsirkan secara harfiah. Perumpamaan dan lambang digunakan secara dewasa dan matang. Subagio merupakan penyair yang puisinya tidak terbatas pada puisi. Di dalam tulisannya tersirat suatu kritikan-kritikan. Dalam cerpen dan sajak-sajaknya Subagio banyak melukiskan manusia yang gampang dirangsang oleh nafsunya, dimana manusia-manusia tersebut adalah makhluk yang mencoba mempertahankan kewajiban namun tergoda oleh sifat-sifat nalurinya. Puisi Subagio sebagian juga bertema tentang kematian atau maut.
Contoh puisi Sastrowardoyo bersifat ironi atau tidak langsung terdapat dalam setiap kata dalam puisi yaitu puisi “Nyanyian Ladang”. Dengan penggambaran petani yang sangat menderita, penyair seakan-akan ingin menyampaikan kepada dunia bahwa inilah keadaan petani. Penyair ingin orang-orang tahu keadaan petani untuk kemudian mau peduli untuk membantu meningkatkan kesejahteraan petani. Namun kata-kata yang dipakai oleh penyair bukanlah kata-kata yang sebenarnya, tetapi menggunakan kata-kata yang mempunyai arti kebalikannya.
Sedangkan puisi sastrowardoyo yang bertema tentang kematian, salah satunya yaitu puisi “Di Ujung Ranjang”. Dalam puisi ini, Sastrowardoyo menulis kesinisan yang lembut untuk mengungkapkan kengerian tentang suatu kematian. Dari segi proses kreatif, ketika menulis puisi, Subagio memanfaatkan betul kekuatan kreatif yang dimilikinya pada kemampuan menghayati dan memiliki pengetahuan tentang kehidupan di luar dirinya. Ia menjadi seseorang terbuka bagi segala kemungkinan mengetahui, mencoba, menolak, menerima, atau member makna baru terhadap sesuatu.
Selain tema-tema yang telah disebutkan di atas, Sastrowardoyo juga menggunakan tema patriotisme. Contoh dari tema tersebut yaitu puisi “ Doa di Medan Perang”. Dalam puisi ini terdapat perjuangan  dan pertahanan hidup yang sesuai dengan setiap larik yang menyatakan bahwa selalu berharap diberi kemudahan dalam segala hal. Masih ada banyak lagi contoh-contoh puisi yang lain dan dengan tema yang lain pula.

·         Sutardji Calzoum Bahri
Judul                : O Amuk Kapak
Penulis             : Sutardji Calzoum Bachri
Cetakan           : III, 2013
Penerbit           : yayasan Indonesia dan Majalah Horison
Halaman          : 110 halaman

Dalam sajak-sajaknya, Sutardji memperlihatkan dirinya sebagai pembaharu berpuisian Indonesia. Terutama karena konsepnya kata yang hendak dibebaskan dari kungkungan pengertian dan dikembalikannya pada fungsi kata seperti dalam mantra. Sutardji mengungkapkan semua itu melalui puisi-puisi yang diciptakannya. Seperti yang terdapat dalam puisi “ TAPI” karya Sutardji. Gaya bahasa yang digunakan pada puisi tersebut adalah hiperbola, yaitu gaya bahasa yang melebihkan . seperti pada baris “ Aku bawakan mayatku padamu”. Pada kalimat tersebut dapat kita analisis bahwa mana mungkin mayat sendiri bisa dibawa kehadapan Tuhan, hal tersebut tentu berlebihan.
Selain tujuan Sutardji membebaskan makna kata dari kungkungan dalam puisi-puisinya, Sutardji juga menghiasi beberapa puisinya dengan tema-tema social, salah satu contohnya yaitu puisi “ Tanah Air Mata”, puisi ini menggunakan penderitaan warga Riau karena adanya keterkaitan dari pusat. Pemerintah pusat dengan sangat mudahnya mengambil segala apa yang ada di Riau, khususnya Sumber Daya Alam. Mereka mengambil itu semua tanpa mempertimbangkan perasaan rakyat Riau. Dengan puisi inilah Sutardji mengungkapkan kepeduliannya terhadap sesama. Cirri lain puisi-puisi Sutardji yaitu pembebasab makna kata. Seperti yang terdapat dalam puisinya “Husspuss”. Dalam puisi husspuss mengalami tiga penyimpangan bahasa. Pertama penyimpangan leksikal yakni kata-kata yang digunakan dalam puisi menyimpang dari kata-kata yang digunakan sehari-hari. Kedua penyimpangan sintaksis. Puisi tersebut tidak membentuk kalimat, namun membentuk larik-larik. Terakhir, penyimpangan grafologis. Dalam memilih kata-kata , kalimat, larik, dan baris, penyair sengaja melakukan penyimpangan dari kaidah bahasa yang sudah berlaku. Pembebasan kata yang dimaksud sutardji yaitu memungkinkan penyimpangan bahasa yang ada batasnya untuk termungkinnya komunikasi.
Salah satu puisi beliau yang terkenal yaitu puisi “ Sepisaupi”, dalam puisi ini menggambarkan dosa yang telah dilakukan dan membuat penyesalan yang mendalam, kerena dosa yang telah dilakukan membuat perenungan dalam kesendirian, ketika kesendirian itu yang dirasakan hanyalah penyesalan sepisaupa sepisaupi pelukisan akan pisau dan sepi seolah-olah kesendirian yang menyakitkan, sepisapanya sepikau sepi disini tak ada lagi sapaan kerena kesepian yang telah dialami. Masih banyak puisi-puisi beliau yang membebaskan makna setiap kata.

·         Nirwan Dewantoro
Judul                : Buli-buli Lima Kaki
Penulis             : Nirwan Dewanto
Cetakan           : I, November 2010
Penerbit           : PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Tebal               : 168 halaman (55 judul puisi)
ISBN               : 978-979-22-6443-2
Disamping dikenal sebagai pemikir dan pemerhati budaya, Nirwan juga salah satu penyair yang memilih menjauh dari hiruk pikuk publik dan membuka semua peluang yang mengeksploitasi bahasa serta arti bahasa yang tidak tersentuh oleh pelaku komunikasi lainnya. Nirwan Dewantoro mampu menampilkan bahasa yang tidak saja cemerlang, namun juga memperkaya khasanah puisi. Kekuatan puisi Nirwan terletak pada keutuh-paduan struktur kejernihan pengungkapan, kebaruan perumpamaan, dan ketelitiannya menganggap detail. Nirwan tidak peduli sastra kanan atau kiri, sastra tinggi atau rendah, timur atau barat, dan selatan atau utara.
Dalam suatu puisinya Nirwan juga lebih banyak menggunakan aku lirik yang berasal dari dunia fauna, bukan manusia itu sendiri. Aku lirik yang ia pilih menjadikan buku puisinya memiliki khas keistimewaan yang tersendiri. Seperti yang terdapat dalam dalam buku kumpulan puisinya Buli-Buli Lima Kaki. Dalam buku ini kita akan menemukan kekayaan atas kesederhanaan dari kehidupan sehari-hari yang bisa kita lihat atau alami. Tipografi puisi-puisi dalam buku ini cukup menarik untuk dibaca. Pembaca ketika pertama kali membuka buku tersebut, kita akan dibuat bingung dengan pengemasannya. Pembaca akan diajak untuk berpikir apakah buku ini benar-benar merupakan buku kumpulan puisi seperti yang tertera pada sampul buku, karena Nirwan mengemas hamper setengah dari puisi miliknya dalam buku ini dalam prosa lirik. Bentuk yang sedari awal seperti orang yang sedang menulis dan mendeskripsikan ceritanya, bukan memadatkannya seperti puisi pada umumnya.
Kurang lebih ada 32 jumlah judul puisi di Buli-Buli Lima Kaki ini berupa prosa lirik yang lebih dari setengah puisi dalam buku tersebut. Jumlah yang cukup signufikan jika disbanding dengan total keseluruhan 55 buah judul puisi. Sekilas susunan sajak itu tampak sebagai prosa karena larik-lariknya relative lebih panjang dari sebagian besar sajak yang di ciptakan oleh pengarang-pengarang yang lain. Inilah yang membuat Nirwan Dewantoro agak berbeda dengan penyair-penyair puisi lainnya.

·         Emha Ainun Najib
Judul buku      : Lautan Jilbab
Ketebalan        : 54 halaman
Penerbit           : Sipress
Tahun Terbit    : 1986
Jumlah judul    : 33 judul
Dalam kumpulan puisi karya Ainun Najib, Ainun Najib mampu merangkum dan memadukan dinamika-dinamika berbagai tema, diantaranya adalah kesenian, agama, pendidikan politik, dan sinergi ekonomi. Ainun mampu memadukan diantara semuanya dengan sedemikian rupa sehingga menjadi suatu karya sastra yang sangat unik dan penuh dengan arti.
Berdasarkan tema-tema dalam kumpulan puisi Ainun Najib seperti yang telah dicantumkan di atas bahwa, dalam puisi-puisi Ainun Najib memang sering memadukan beberapa suatu problematika dengan keagamaan. Sebagai contoh yaitu dalam kumpulan puisi Ainun Najib yaitu lautan Jilbab, dalam buku ini berisi tentang pesan moral yang secara implisit mengandung tema besar yaitu pendidikan kepribadian seorang muslim. Pada sejumlah kumpulan puisi Emha Ainun Najib memang tak lepas dari nuansa islami di setiap baitnya. Selain itu, kumpulan puisi ini juga bernuansa social yang dimunculkan secara tersirat maupun tersurat.
Buku kumpulan puisi Lautan Jilbab sangat menggambarkan sikap religious pengarang yang islami serta didalamnya mengandung mengandung nilai ekstrinsik agama, psikologi, dan social kemasyarakatan. Disamping itu, perilaku religious Emha Ainun Najib juga sangat mempengaruhi hadirnya puisi-puisi tersebut. Buku kumpulan puisi Lautan Jilbab juga terdapat satu puisi yang berjudul “ Di Awang Uwung”, puisi ini melukiskan situasi sosial pada saat itu. Puisi ini menjelaskan tentang perilaku wanita di berbagai sudut kehidupan . sesungguhnya pada puisi tersebut merupakan gambaran tentang hal yang sebenarnya terjadi dalam kehidupan sosial. Wanita yang berjilbab tetapi tidak menunjukkan kemuslimannya, sehingga menggunakan jilbab hanya sebagai hiasan saja. Pada dasarnya puisi tersebut setidaknya dapat menjadi cerminan kepribadian manusia yang beragam ditampakkan Emha Ainun Najib dalam puisi tersebut. Masih banyak lagi cerpen-cerpen yang terdapat dalam kumpulan cerpen Lautan Jilbab yang bernuansa religius lainnya. Itulah yang menunjukkan cirri kesastrawanan dari Emha Ainun Najib.

·         Afrizal Malna
Judul buku      : Dalam Rahim Ibuku Tak Ada anjing
Ketebalan        : 78 halaman
Penerbit           : Bentang Budaya, Yogyakarta
Tahun Terbit    : Desember, 2002
Afrizal Malna merumuskan dan memperlakukan puisinya sebagai instalasi kata-kata dan mozaik gambar-gambar yang tak selalu saling punya hubungan linier ataupun ikatan antar kata dan antar frasa yang tertib dan masuk akal. Struktur, bangunan, dan logika  yang terdapat dalam puisi-puisinya cenderung fragmentaris dan sering absurd. Puisi-puisinya cenderung tak hendak menyerupai suatu bangunan bahasa yang integral dan cocok debngan segala hokum representasi. Citraan benda-benda dan kosmos urban juga menjadi salah satkarakter yang menonjol dalam puisi-puisi Afrizal Malna.
Penyair memilih kata, menata kalimat, memilah makna. Penyair berpikir. Penyair merenung. Lalu mengabarkan sepenggal puisi. Ini bukan tentang kabar yang terang benderang. Sebagian yang lain tersembunyi rapat-rapat. Biarkan sang penyair tersenyum dan menganggap itu hak mereka untuk menyimpan makna buat diri mereka sendiri. Maka, tak perlulah kau berpayah-payah mengais apa yang mereka sembunyikan. Jika kau senang, ambillah. Jika tidak, tetaplah senang.” “Jangankan puisi, berita pagi pun punya misterinya sendiri. Apa yang bisa mereka katakan dalam bacaan berita selama setengah menit. Mereka pun menyilakan kau memahaminya dari gambar-gambar bergerak. Mereka pikir, satu gambar adalah seribu kata. Padahal satu gambar pun punya beranda dalamnya sendiri yang mereka sembunyikan rapat-rapat.” Afrizal Malna.
Puisi-puisi afrizal malna mempunyai keajaiban yang tak terduga-duga. Lorong Gelap dalam Bahasa Si maut itu sudah datang membuat kamar dalam perutku. Ia membeli lemari baru, tempat tidur baru, meja dan lampu kamar. Ia juga memasang sebuah cermin. Si maut itu tidak pernah keluar dari kamarku. Setiap malam ia menyetel radio dan tv. Koran pagiku selalu diambilnya. Si maut itu, membuatku harus menggotong tubuhku sendiri untuk berdiri. Lemari goyah menahan berat tubuhku. Kamar seperti akan tenggelam ke dalam pagar-pagar jiwa. Si maut itu mengatakan, semua yang aku rasakan bukan milikku. Aku bertengkar dengannya. Ia telah mengambil semua yang aku rindukan, semua mimpi-mimpiku. Si maut itu telah membuat kamar tidurku seperti sebuah geraja yang rusak. Seluruh penghuninya telah pergi. Lonceng berdentang seperti menggemakan lorong gelap dalam bahasa. Dan Si maut itu membuat mulutku seperti peti besi. Kata-kata yang tak pernah lagi menemui anak-anak kucing bermain. Bulunya halus dan lembut, tubuhnya gugup menghadapi setiap gerak dari dunia luar. Ibunya datang, memanggilnya dengan suara yang datang dari lorong kematian dan kelahiran, menggigit lehernya, dan membawanya ke dalam sebuah kardus. Si maut itu, api dari kaki-kaki bahasa.

·         Mustofa Bisri
Judul buku      : Pahlawan dan Tikus
Ketebalan        : vi+ 10 halaman
Penerbit           : Pustaka Firdaus
Tahun Terbit    : 1995
Jumlah judul    : 56 judul
Dalam karyanya, Gus Mus seringkali menunjukkan sikap kritisnya terhadap budaya yang berkembang dalam masyarakat. Gaya pengucapan puisi Gus Mus tidak berbunga-bunga, sajaknya tidak berupaya untuk bercantik-cantik dalam gaya pengucapannya. Tetapi lewat kewajaran dan kesederhanaan itulah berucap atau berbahasa  yang tumbuh dari ketidakinginan untuk mengada-ada. Bahasa yang digunakan Gus Mus langsung, gambalang, tetapi walaupun demikian tidak menjadikan puisinya tawar ataupun klise.
 Keunikan dalam puisi-puisi Mustofa Bisri terletak pada pengungkapan masalah social dan spiritual dengan menggunakan bahasa yang sangat sederhana seperti yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Pada bagian sampul buku kumpulan puisi ini, bagian belakang terdapat komentar-komentar para pendekar pilih tanding dalam bidang sastra. Seperti Taufik Ismail, dalam sampul tersebut mengomentari bahwa “Rasa terlibat yang kuat dengan masalah sosial, kesungguhan seorang saleh yang berilmu, kerendahan hati dan rasa humor terpadu dalam pribadi K.H.A Mustofa Bisri yang membayang dalam puisi-puisinya. Ada lagi misalnya Danarto “ Lewat puisi, kyai Mustofa Bisri membuat ayat-ayat suci menjadi operasional bagi sepak-terjang keadilan, kemakmuran, dan kebenaran.
Buku kumpulan puisi Pahlawan dan Tikus ini, terdapat beberapa bagian, yaitu “Puisi-puisi Gelap” ada tujuh buah puisi, “Puisi-puisi Terang” ada 15 puisi, “Puisi Agak Terang” ada enam puisi, “Puisi Terang” ada 20 puisi, “Puisi Terang-terangan “ ada lima puisi, dan “Puisi Penerang” ada tiga buah puisi. Itulah puisi-puisi yang digolong-golongkan oleh Mustofa Bisri dalam sebuah buku kumpulan puisinya yang berjudul Pahlawan dan Tikus menjadi enam bagian.

·         Goenawan Muhammad
Judul buku      : Tuhan dan Hal-Hal yang Tak Selesai
Ketebalan        : 166 halaman (99 total)
Penerbit           : Katakita
Tahun Terbit    :   2007
Tulisan yang dihasilkan oleh Goenawan Muhammad banyak mengangkat tema HAM. Selain itu tema yang sering digunakan oleh Goenawan yaitu tentang agama, demokrasi, korupsi, dan sebagainya. Goenawan sering menggunakan puisi untuk mengkritik hal-hal yang menyangkut tentang masalah tersebut yang dia pandang kurang benar.  
Tuhan & Hal-Hal Yang Tak Selesai adalah buku permenungan yang filosofis dan puitis. Di dalam buku ini, GM seperti tidak sedang berbicara pada audiens tertentu, tapi pada dirinya sendiri (di beberapa tulisan kita bahkan seperti ditelantarkan begitu saja; tulisan berhenti sebelum klimaks tercapai dan kita dibiarkan berada di ruang tanpa petunjuk dengan banyak pertanyaan). Inilah menurut saya yang membuat refleksi itu yang berbicara tentang hal-hal yang sangat esensial, filsafiah terasa puitis. Seperti dalam puisi, ada yang menggantung, ada berlapis-lapis makna yang bisa diungkap meskipun tetap tanpa kepastian tergantung pada ketelatenan dan kesiapan kita mengulitinya.
Sebuah alegori tentang kisah salah satu tiang Masjid Demak yang terbuat dari tatal (“serpihan kayu yang tersisa dan lapisam yang lepas ketika papan dirampat ketam”) membuka kumpulan esai ini. Lewat itu, kita seolah-olah disiapkan untuk menerima permenungan-permenungan selanjutnya tentang Tuhan dan hal-ikhwal mengenai keberadaan-Nya yang seringkali justru muncul dari hal-hal yang sering dianggap remeh, terbuang, dan tak beraturan. Seperti rumah Tuhan yang  “ditopang oleh yang terbuang, yang remeh dan yang tak bisa disusun rata,” seperti itulah jalan menuju (dan pemahaman tentang) Tuhan yang tak selamanya dapat ditempuh melalui atau ditopang oleh  “pokok yang lurus dan kukuh, dengan lembing dan tahta” (Hal 9).
Setelah itu, buku ini mengajak kita untuk merenungi ada dan tiada, kefanaan, kehidupan dan kematian. Lalu tentang yang terang benderang dan misterius dan gaib, tentang Tuhan yang dialami dan Tuhan yang dilembagakan, dan sebagainya.

·         Joko Pinurbo
Judul buku      : Surat Kopi
ISBN               : 968-602-70054-2-6
Kolasi              : vi + 74 halaman
Penerbit           : Motion Publishing
Tahun Terbit    :   2004

Joko Pinurbo seringkali mengisahkan peristiwa sehari-harinya lewat puisi. Joko Pinurbo menyimpan obsesi keliling Tanah Air memotret sejarah dan membingkainya dalam reportase puisi. Karya Joko Pinurbo bersifat naratif, tidak mementingkan rima. Puisi ditampilkan sebagai sesuatu yang angker. Puisi-puisi Joko Pinurbo merupakan ironi-ironi hidup manusia sehari-hari yang diungkapkan dengan kata-kata ringan. Isi dalam buku tersebut yaitu terdapat dengan puisi-puisi yang membuat kita yang membacanya terlarut. Serasa diajak berenang di dalam secangkir kopi yang pekat. Tidak memabukkan, justru membuat mata jiwa terbelalak lebar. Seperti kebanyakan puisi modern, karya Joko Pinurbo sangat mudah dicerna. Tidak menggunakan bahasa-bahasa sastra tinggi yang asing di telinga, namun tetap indah, sarat makna, dan sangat bercerita.
Puisi-puisi Joko Pinurbo begitu sederhana, diksi-diksinya pun sangat mudah dicerna. Namun, dengan begitu kecerdikannya dalam mengemas makna yang ingin disampaikan terlihat dengan jelas dan lugas. Sehingga puisi-puisi yang disajikan olehnya begitu syarat akan makna yang mendalam–sehingga, kita, yang membaca seakan diajak larut dan berenang-renang dalam pekat hitam secangkir kopi.

                         



2 comments:

  1. Assalamualaikum, Mbak Nafisatun. Jika berkenan, saya ingin menggunakan tulisan ini untuk contoh dalam buku pelajaran bahasa Inodnesia.

    Bolehkah, Mbak?

    ReplyDelete
  2. Alaikum salam, Iya silahkan semoga bermanfaat.

    ReplyDelete