Morfologi
Bahasa
“ Jos Daniel
Parera”
Tugas Untuk Memenuhi Syarat Mata Kuliah
Morfologi Bahasa Indonesia II
Oleh
Nafisatun
Nurroh 121511133063
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA (Kelas B)
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS AIRLANNGGA
SURABAYA
2017
Ringkasan Buku
Morfologi Bahasa
Jos Daniel
Parera
Bab I
HAL IKHWAL
KATA
Ø Beberapa Konsep dan Pencirian Kata
a)
Kata mendapatkan tempat yang penting dalam analisis bahasa. Kata adalah
satu kesatuan sintaksis dalam tutur atau kalimat.
b)
Kata dapat merupakan satu kesatuan penuh dan komplet dalam ujar sebuah
bahasa, kecuali partikel.
c)
Kata dapat ditersensirikan, yaitu kata dalam kalimat dapat dipisahkan dari
yang lain dan dipindahkan pula.
Ø Kelas Kata
Penggolongan kata dalam kelas kata
tidak lain untuk menemukan sistem dalam bahasa. Pada umumnya para linguis
struktural membedakan kelas kata atas 4 sampai 5 golongan yang besar dengan
pelbagai variasi:
a)
Kelas I : N (nomen) : B (benda)
b)
Kelas II: V (verbum): K (sifat)
c)
Kelas III: A (adjektiva): S (sifat)
d)
Kelas IV: Adv (adverbium): P (petugas)
e)
Kelas V: P (partikel): P (petugas)
Ada kecenderungan untuk
menggolongkan kata dalam dua kelas kata. Yang pertama ialah kelas kata yang dapat mengalami proses morfologis dan
kedua kelas kata yang tidak dapat mengalami proses morfologis. Pengelompokan
seperti ini tidak bersifat universal/umum.
Ø Ciri-Ciri Kelas Kata
a)
Klasifikasi Primer : pengelompokan dilakukan berdasarkan distribusi kata
secara sintaksis dan frasal.
b)
Klasifikasi Sekunder : pengelompokan
dilakukan berdasarkan distribusi kata secara sintaksis dan frasal dalam bentuk
kata kompleks.
Ø Konsep Distribusi
Konsep distribusi dalam analisis struktural merupakan salah satu konsep
utama dalam pengelompokan kelas kata. Setiap klasifikasi satuan bahasa
didasarkan pada konsep distribusi.
Ø Calon Kelas Benda
Dalam
bahasa Indonesia sebuah kata dapat dicalonkan ke dalam kelas kata benda jika
kata itu dapat berfrase dengan petugas di, ke, pada, tentang, beberapa. Secara
sintaksis calon kata benda dapat memasuki gatra pertama sebuah kalimat inti
atau pola dasar kalimat. Contoh: pemuda, pendatang, dll.
Ø Calon Kelas Kerja
Calon kelas
kerja bahasa Indonesia dapat berfrase dengan: akan, ingin, tidak. Secara
morfologis calon kelas kerja dapat berafiksasi dengan morfem-morfem terikat
untuk calon kelas kerja: di-, me-, ter-, -kan, -i, dan sebagainya.
Ø Transposisi
Sebuah
kata dapat ditransposisikan dari satu kelas kata ke dalam kelas kata yang lain
berdasarkan distribusinya secara sintaksis dan frasal. Secara morfologis kata
dialihkan kelas katanya ke dalam kelas kata yang lain sesuai distribusinya.
Jadi, ada morfem-morfem yang bertugas pula mentransposisikan sebuah kata ke
dalam kelas kata yang lain. Morfem-morfem ini bisa kita namakan dengan morfem
derivasi.
Ø Bentuk Majemuk
Ciri perbedaan anatara kata majemuk dengan frase adalah keterpisahan. Pada
bentuk majemuk tidak dapat disisipkan sebuah bentuk/kata lain diantara dua
unsur pembentuk majemuk, sedangkan pada frase dapat dilakukan penyisipan. Ini
berarti ciri semula bentuk majemuk ditilik dari segi fonologi dan sintaksis.
Selain itu, sebuah bentuk majemuk dicirikan lewan semantik. Biasanya dikatakan,
makna setiap unsur pembentuk majemuk hilang dan timbul makna baru sama sekali.
Bab II
MORFEM
Ø Konsep Morfem
Bloomfield memberikan definisi morfem yaitu: satu bentuk bahasa yang
sebagaiannya tidak mirip dengan bnetuk lain manapun juga, baik bunyi maupun
arti, adalah bentuk tunggal atau morfem.
Ø Dasar-dasar Analisis Morfem
Ada tiga pokok yang berhubungan mengenai morfem. Pertama, ia mempunyai dan
merupakan satu kesatuan yang formal, dan ia mempunyai rupa fonetik. Kedua, ia
mempunyai makna. Ketiga, ia mempunyai peranan sintaksis dalam pembentukan
satuan-satuan gramatikal yang lebih besar. Ada tiga hal pokok yang dapat
disarikan dalam hubungan dengan analisis dan deskripsi morfem.
1.
Pernyataan bahwa ada bentuk dasar.
2.
Pernyataan bahwa ada proses morfologis.
3.
Pernyataan bahwa ada proses morfofonemik.
Ø Hubungan Antara Morfem Dengan Kata
Apabila diperhatikan contoh di bawah, maka akan tampak hubungan antara
morfem dan kata:
Pemerintah
menciptakan kesempatan dan suasana, agar pemuda-pemuda bergairah bekerja dalam
proyek-proyek perkembangan.
Kalimat diatas terdiri dari 12 kata. Jika kita bandingkan
kata kesempatan dan kata suasana, maka akan tampak bahwa kata kesempatan terdiri dari morfem-morfem sempat dan ke-an, sedangkan suasana
hanya merupakan satu morfem saja. Jadi dapat disimpulkan bahwa suatu kata dapat
terdiri dari beberapa morfem.
Ø Proses Morfemis
Proses
morfemis merupakan proses pembentukan kata bermorfem jamak baik derivasi maupun
infleksi. Proses ini disebut morfemis karena proses ini bermakna dan berfungsi
sebagai pelengkap makna leksikal yang dimiliki oleh sebuah bentuk dasar. Pada
umumnya proses ini dibedakan menjadi: 1) proses morfemis afiksasi, 2) proses
morfemis pergantian atau perubahan internal, 3) proses morfemis pengulangan, 4)
proses morfemis zero, 5) proses morfemis suplesi, dan 6) proses morfemis
suprasegmental.
Ø Proses Afiksasi
Merupakan satu proses yang umum dalam bahasa. Yaitu apabila sebuah morfem
terikat dibubuhkan atau diletakkan pada sebuah morfem bebas secara lurus.berdasarkan
posisi morfem terikat dibedakan menjadi:1) pembubuhan depan (per-, di- ke- me-,
dsb), 2) pembubuhan tengah (-er-, -em-, -el), 3) pembubuhan akhir (-kan,
-i,-an,-wan,, dsb), 4) pembubuhan terbagi (ke-an, per-an, ke-i, ber-an, dsb).
Ø Proses Pergantian
Sebuah
morfem dasar bebas dapat mengalami perubahan dalam tubuhnya sendiri dengan
adanya pergantian salah satu unsur fonemnya baik konsonan, vokal, maupun
ciri-ciri suprasegmental (nada, tekanan, durasi, dan sendi). Pergantian ini
membawa perubahan atau fungsi, makna, dan atau kelas kata bentuk dasar.
Ø Proses Duplikasi atau Ulangan
Sebelum
para linguis bertemu dan berkecimpung dengan bahasa-bahasa di Asia, proses ini
kurang mendapatkan perhatian. Bloomfield mencatat proses ini di dalam bahasa
Tagalog di Filipina. Bagi linguis-linguis Indonesia proses ini pun masih
memerlukan beberapa pembicaraan khusus.
Ø Proses Kosong
Pemberian
ini dikarenakan susunan paradigmatik dalam satu perbandingan. Akan tampak
bentuk-bentuk yang lain mengalami proses dan bentuk-bentuk yang tidak mengalami
proses.
Ø Proses Suplesi
Dalam
proses ini ciri-ciri bentuk dasar tidak atau hampir tidak tampak. Karena
dipandang sebagai satu proses perubahan internal yang ekstrem. Misal dalam
b.inggris: go – went.
Ø Proses Morfemis Suprasegmental
Untuk beberapa bahasa tertentu ciri-ciri prosodi atau suprasegmental
bersifat morfemis. Dalam bahasa Indonesia ciri suprasegmental sendi dan nada
bersifat morfemis. Ciri sendi dan nada membedakan sebuah frase nomen+nomen dan
sebuah kalimat dasar dengan pola GN+O+GN.
Ø Derivasi
Pada dasarnya morfem-morfem terikat berfungsi membentuk kata. Salah satu
akibat dari fungsi pembentukan ini ialah sebuah kata bermorfem jamak yang
disebut derivasi. Apabila sebuah kata bermorfem jamak secara sintaksis
berdistribusi dan mempunyai ekuivalen dengan sebuah kata bermorfem tunggal,
maka bentuk itu disebut derivasi.
Ø Infleksi
Sebuah proses morfologis menimbulkan perubahan suatu bentuk atau kata
bermorfem jamak dan bentuk morfem-morfem tersebut ini secara sintaksis tidk
mampu mempunyai ekuivalen dalam distribusi sintaksis dengan sebuah kata
bermorfem tunggal, maka bentuk ini disebut bentuk infleksi.
Ø Klasifikasi Morfem
Morfem dapat diklasifikasikan berdasarkan hubungan antar sesamanya,
berdasarkan fungsi, distribusi, dan tipe-tipenya secara fonemis.
Ø Perbedaan Antara Morfem Derivasional dan Morfem Infleksional
Morfem derivasional adalah morfem yang berfungsi mengalihkan kelas kata
bentuk dasar ke dalam kelas kata yang berbeda. Derifasional dapat berperilaku
sebagai bentuk dasar baru untuk membentuk kata-kata yang lain, tidak dapat
diperuntukkan dalam satu perangkat seperti morfem infleksional, dan jika muncul
bersamaan dengan morfem infleksional, maka derifasional harus didahulukan. Sedangkan morfem infleksional adalah morfem
yang berfungsi sebagai pernyataan kategori gramatikal. Perilaku infleksional
yaitu tidak dapat diulang dalam satu kata infleksional dan pada umumnya
menyatakan hubungan sintaksis dan kategori gramatikal terjadi di akhir dalam
struktur kata infleksional.
Ø Bunyi dan Makna
Menurut Bloomfield, sebuah bentuk bahasa yang tidak mempunyai kemiripan
fonetis dan maknawi adalah morfem. Dengan demikian, bentuk-bentuk bahasa yang
mirip bunyi, tetapi tidak mirip makna masing-masing adalah morfem.
Ø Morfem dan Makna
Dalam
hubungan dengan makna, sebuah morfem bebas memiliki makna leksikal dan makna
gramatikal. Jadi, dapatlah dikatakan bahwa sebuah kata derivatif dan inflektif
mempunyai makna leksikal dan makna gramatikal.
Ø Morfologi Generatif
Penjelasan
dan proses pemecahan suatu kata dapat kita lakukan dengan teknik dan prosedur
analisis morfologis generatif. Dalam pendekatan generatif kita mengenal
struktur dalam dan struktur luar. Struktur dalam pada umumnya berupa kalimat
dalam modelnya yang terkecil. Melalui kaidah transformasi, struktur dalam
ditransformasikan ke struktur luar.
BAB III
MORFOFONEMIK
Ø Catatan Peristiwa
Catatan peristiwa ini meminta jawaban mengapa iru terjadi, apakah ini
bersifat universal, apakah ada bidang ilmu bahasa yang menampungnya.gejala
peristiwa tersebut menunjukkan hubungan antara bentuk-bentuk morfem dengan
fonem, dan gejala ini menjadi lapangan telaah bidang morfofonemik.
Ø Masalah dan Istilah
Dengan catatan
beberapa peristiwa, dapat ditarik beberapa asumsi sebagai berikut: 1) sebuah
morfem tidak selamanya terbatas kepada satu bangun fonemis saja. 2) perlu
dicapai dan diciptakan istilah atau nama untuk membedakan bangun fonemis yang
berbeda dari morfem yang sama. 3) diharuskan pula menentukan dan memilih satu
bangun fonemis tertentu diantara pelbagai bangun fonemis untuk morfem yang sama
itu sebagai dasar perwakilan varian-varian bentuk.
Ø Syarat-Syarat Alternasi
Proses alternasi pada bahasa bisa terjadi secara tetap dan secara tidak
tetap. Secara tetap apabila peristiwa itu sering terjadi dengan syarat-syarat
tertentu sehingga merupakan salah satu kaidah dalam bahasa tersebut. Alternasi
tidak tetap apabila berkebalikan dari alternasi tetap.
Ø Alternasi Bersyarat Artikulatoris
Alterasi
ini terjadi hanya untuk mempermudah dan memperlancar artikulasi atau ujaran
secara filologis. Sering dijumpai sebuah morf berada dalam dua alamorf yang
disebabkan hanya soal artikulasi.
Ø Alternasi Bersyarat Fonemik
Peristiwa ini berdasarkan pada lingkungan fonemik morfem yang berhubungan.
Alternasi a terjadi jika ia berhubungan dengan morfem yang berbunyi awal fonem
vokal. Alternasi morfem terikat me-, ialah me-, mem-, men, dan meng.
Ø Alternasi Bersyarat Morfologis
Sebuah morfem dapat dibedakan berdasarkan silaba pendukungnya ini dalam:
morfem bersilaba satu, morfem bersilaba dua, morfem bersilaba tiga, morfem
bersilaba empat, dsb. Artikulasi morfem bukan berdasarkan fonem atau
artikulasi, akan tetapi alternasi sebuah morfem didasarkan pada luas silaba
pendukung morfem tersebut.
Ø Alternasi Bersifat Sporadis dan Diakronis
Alternasi yang bersifat sporadis ini telah berlangsung secara historis baik
karena penyesuaian dengan sistem fonemis bahasa tertentu, maupun karena soal
artikulasi ataupun karena salah dengar. Alternasi sa+ ambilan menjadi sembilan
dan dua+ alapan menjadi delapan dalam bahasa Indonesia bersifat sporadis dan
diakronis.
BAB IV
BEBERAPA TIPE PERUBAHAN MORFOFONEMIK
Morfofonemik menunjukkan adanya
hubungan antara morfem dengan fonem. Fonem adalah bunyi terkecil dari satu
ucapan. Dibawah merupakan tipe perubahan-perubahan morfofonemik.
Ø Asimilasi
Yaitu perubahan morfofonemik tempat sebuah fonem yang cenderung lebih
banyak menyerupai fonem lingkungannya. Proses penyerupaan bunyi ini mengarah
pada penyerupaan total atau penyerupaan homorgan. Berdasarkan letak bunyi
lingkungannya asimilasi dapat dibedakan menjadi:
1.
Asimilasi Progresif yaitu asimilasi yang terjadi jika bunyi yang mengalami perubahan terletak
dibelakang bunyi lingkungannya. Contoh: git+di= gitti.
2.
Asimilasi Regresif yaitu terjadi bila bunyi yang mengalami perubahan dan penyerupaan terletak
di depan bunyi lingkungannya. Contoh: me+dapat= mendapat.
3.
Disimilasi yaitu
fonem seakan-akan menjauhi persamaan dengan fonem sekitarnya. Contoh: ber+ajar=
belajar.
4.
Elipsis yaitu
terjadi apabila dua bunyi yang sama dalam proses pembentukan kata, salah satu
bunyi itu tanggal atau menghilang. Contoh: ber+kerja= bekerja.
5.
Metatesis yaitu
perubahan urutan fonem-fonem. Metatesis secara sinkronis jarang terdapat dalam
suatu bahasa. Contoh: lemari:almari.
6.
Sandi yiatu
proses peleburan atau sintesis dua fonem viokal atau lebih menjadi satu fonem
vokal. Contoh: bhina+ika= bhineka.
BAB V
BENTUK ULANG BAHASA INDONESIA
Ø Bentuk Ulang, Bentuk Dasar, Kata, dan Morfem.
Bentuk ulang dalam tata tingkat analisis bahasa dibahas dalam bidang
morfologi, atau bagi yang tidak memenggal kesatuan bahasa menyatakan bahwa ia
termasuk dalam bidang morfosintaksis. Bentuk dasar ialah sebuah bentuk bahasa
yang menjadi tumpuan dan pembentukan bentuk-bentuk yang lain yang lebih luas.
Ø Hubungan Struktural dan Hubungan Semantis
Sebuah bentuk ulang
harus bisa dikembalikan ke bentuk dasar. Akan tetapi dalam rangka pengembalian
tersebut perlu diperhatikan hubungan antara aspek struktural dan aspek
semantis. Dalam tata bahasa Indonesia secara struktural ada pula bentuk ulang
yang dapat dikembalikan ke dalam satu
bentuk dasar, akan tetapi secara sistematis bentuk yang berada dalam bentuk
ulang itu telah mendapatkan satu pengertian yang baru.
Ø Bentuk ulang dan Ulangan Kata
Bentuk ulang harus diperhatikan hubungan yang setara antara bentuk dasar
dan bentuk ulang dalam hal struktur dan semantik atau makna. Bentuk ulang BI
merupakan satu kata dan tergolong kata yang bermorfem jamak.
Ø Yang Bukanbukan
Bentu
yang bukanbukan mrupakan sebuah kata. Mereka tidak tergolong dalam bentuk ulang
ataupun ulangan kata. Untuk menyatakan bahwa bentuk ini adalah sebuah kata,
maka ejaannya pun dinyatakan dalam satu kesatuan, walaupun dalam kebiasaan
ejaan BI ini belum dapat dilaksanakan. Ia masih diejakan sebagai dua bentuk
yang terpisah atau sebagai dua kata.
Ø Bentuk Ulang Simetris
Yaitu bentuk ulang yang terjadi dari bentuk dasar yang diulang seutuhnya.
Contoh: rokrok, tongtong,mainmain, baikbaik, dll. Dalam Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan bentu ulang simetris dituliskan dengan
tanda hubung (-).
Ø Bentuk Ulang Regresif dan Progresif
Bentuk ulang regresif jika dalam bentuk ulang tersebut dapat ditemukan atau
tampak dasar kata. Sedangkan bentuk ulang progresif yaitu sebuah bentuk ulang
yang mengulang sebagian dari bentuk dasar . Perbedaan secara struktural antara
bentuk regresif dengan progresif terarah pada pembedaan semantis. Bentuk ulang
regresif mendukung makna resiprok atau saling. Sedangkan bentuk ulang progresif
mendukung makna atau intensitas atau kuantitas dan durasi.
Ø Bentuk Ulang Konsonan
Dalam bentuk ulang konsonan ada bentuk-bentuk unik, artinya bentuk-bentuk
itu terikat secara struktural dan semantik pada bentuk dasar. Dan bentuk ulang
ini tidak dapat diramalkan variasi vokalnya.
Ø Bentuk Ulang Vokal
Bentuk
ulang vokal bersifat progresif. Bentuk ulang vokal ini perlu diperhatikan
hubungan antara aspek struktural dan aspek semantis/makna. Contoh: a a: ramah
tamah, a u: sayur mayur: e ai: cerai berai.
Ø Bentuk Ulang Reduplikasi
Satu bentuk lain dari bentuk ulang BI ialah bahwa hanya konsonan awal
bentuk dasar ulang plus vokal. e+dasar= tetamu.
Ø Bentuk Ulang Progresif
Bentuk ulang progresif hanya terdapat satu morfem terikat konfiks yang sama
fungsinya dan posisinya disesuaikan denan posisi morfem-morfem terikat. Contoh:
membandingbandingkan.
Ø Kelas Kata Bentuk Ulang
Kelas kata yang dapat mengalami bentuk ulang ialaha kelas kata benta,
kerja, dan kata sifat untuk menyatakan kategori gramatikal tertentu.
BAB VI
MENGAPA BENTUK MAJEMUK
Ø Pendapat Para Ahli Bahasa
Pendapat para ahli bahasa S. Takdir Alisjahbana, Slametmuljana, dan M.
Ramlan berpendapat bahwa ada kata majemuk dalam bahasa Indonesia, sedangkan A.
A. Fokker berada dalam pihak yang lain.
Ø Masalah yang Dihadapi
Persoalan
kata majemuk pada dasarnya adalah persoalan antara bentuk bahasa dan
ide/gagasan. Berbicara bentuk majemuk dalam bahasa Indonesia harus dibicarakan
dua tingkat, yakni tingkat dasar dan tingkat perluasan.
1.
Tingkat Dasar : memasalahkan
hubungan dan ikatan struktural antara bentuk-bentuk bahasa Indonesia.
2.
Tingkat Perluasan: pembuktian
ikatan struktural bentu majemuk.
Ø Frekuensi Pasangan
Ada beberapa kemungkinan menghitung penggunaan kata dan jumlah kata-kata
yang dipergunakan dalan tutur sebuah bahasa:
1.
Menghitung jumlah seluruh kata dalam naskah.
2.
Menghitung pasangan-pasangan kata dalam naskah.
Ø Penghematan atau Bentuk Ringkas
Salah satu gejalanya yaitu penghilangan partikel dalam beberapa konstruksi
bahasa tertentu. Contoh: ayam yang betina= ayam betina.
Ø Konteks Situasi dan Polisemi
Polisemi bisa terdapat dan terjadi sesuai dengan konteks situasi pada
morfem terikat, pada kata, pada frase, pada kalimat, dan pada tutur.
Ø Polisemi pada Frase dan Kiasan
Secara tradisional makna leksikal sebuah frase disebut makna kiasan. Dengan
mengemukakan polisemi dalam sebuah frase, maka dengan sendirinya tampak bahwa
tidak menerima sebuah sebutan makna kiasan.
Ø Tingkatan Perluasan
1.
Tidak ada ikatan struktural secara eksplisit dalam pasangan-pasangan yang
ditata oleh tata bahasa tradisional.
2.
Soal dapat dipisahkan ataupun tidak buaknlah patokan pada tingkat
perliuasan.
Ø Model Tidak Puas dan Salah Paham
Partikel tidak tidak mungkin
mendapat perluasan sendiri, maka dalam konstruksi tidak puas, ia terseret dalam kepuasan seluruh fase ini. Sedangkan
kata salah adalah kata kerja.
Umpamanya kesalahan lalu ada
konstruksi seperti kesalahan
paham,kesalahan dengar. Dianjurkan penggunaan bentuk kesalahan paham, -dengar daripada konstruksi kesalahanpaham. Dsb.
Ø Pernyataan Pendirian
1.
Tidak ada ikatan srtuktural dengan bentuk majemuk.
2.
Hendak dibicarakan pada tingkat dasar dan perluasan.
3.
Pada tingkat dasar: penghitungan frekuensi pasangan.
4.
Frase dalam bahasa Indonesia dapat berpolisemi secara leksikal.
5.
Frase-frase yang ditetapkan dalam bentuk majemuk tidak lain adalah
pembentukan frase umumberdasarkan analogi.
6.
Belum ditemukan model dasar kreatif untuk pembentukan bentuk majemuk.
BAB VII
KOMENTAR UNTUK SIMPOSIUM TENTANG KATA MAJEMUK
Ø Komentar dan Bandingan
1.
Konstruksi majemuk atau bukan jika kontruksi itu memperlihatkan derajat
keeratan yang tinggi sehingga merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan.
2.
Sebagai kesatuan tak terpisahkan, konstruksi majemuk berperilaku sebagai
kata, artinya masing-masing konstituen dari kontruksi itu hilang otonomnya.
3.
Keeratan konstruksi ditentukan setidaknya satu konstituen yang
memperlihatkan asosiasi yang konstan dengan konstituen yang lain.
4.
Menurut derajat kepukalnnya dapat
dibuat daftar konstruksi tersebut.
5.
Konstituen tidak jelas, maka terdapatlah konstruksi-konstruksi peralihan.
BAB VIII
TRANSFORMASI NOMINAL ATAU NOMINALISASI
Teori yang digunakan
adalah teori transformasi generatif yaitu teori yang menghasilkan satu
deskripsi bahasa yang produktif dan kreatif, sehingga prosedur dan analisis
morfologi generatif akan dihasilkan atu perangkat kaidah pembentukan kata yang
produktif dan kreatif.
Ø Transformasi Nominal atau Nominalisasi
Yaitu proses pembentukan sebuah nomen baik derivatif maupun inflektif dari
nomen, frase nomen, verbum, frase verbum, adjektif, atau dari kalimat. Dan
dapat diinterpretasikan sebagai nomen orang, nomen alat, nomen tempat, nomen
hasil dan keadaan, nomen hal, nomen proses, dan nomen sistem.
Ø Transformasi Nominal Orang
Dibedakan menjadi dua yaitu transformasi nominal agens/pelaku dan
transformasi nominal pasiens/penderita. Tnom agens dibagi lagi atas tnom
profesional dan insidensial tidak tetap. Pada umumnya tnom orang diturunkan dari
klausa yang mengandung verbum dan adjektiv yang berfungsi sebagai predikat.
Ø Tnom Alat
Kaidah Tnom alat dirumuskan SD=N,alat+meN-V dasar+... menjadi SL=N,
alat+peN-Vdasar. Syaratnya adalah nomen alat dalam klausa masukan akan tampil
pula dalam struktur luar menyerupai Tnom.
Ø Tnom Tempat
Tnom ini diturunkan dari struktur dalam yang memenuhi ciri-ciri dan
menyediakan unsur-unsur untuk dapat ditransformasikan dan diinterpretasikan
sebagi tempat. Tnom ini merupakan satu bentuk transformasi morfemis yang belum
mendapatkan analisis yang mendalam dan masih diperlukan beberapa kaidah Tnom
tempat bahasa Indonesia.
Ø Tnom Hasil dan Keadaan
Dapat diinterpretasikan sebagai satu hasil atau keadaan dan tetap dari
klausa masukan dalam SD. Kaidahnya yaitu meN-Vdasar atay berVdasar SD
ditransformasikan ke SL dengan Vdasar dan Vdasar+ke-an, nomen+Ovdasar
ditransformasikan secara morfemis dengan –an dan ke-an.
Ø Tnom Hal
Dapat diinterpretasikan sama dengan Tnom Hasil atau keadaan. Tnom hal
menjawab dan mentranformasikan struktur dalam yang berhubungan dengan masalah
dan kemasalahan. Yaitu berkenaan dengan makna bentuk dasar yang
ditransformasikan.
Ø Tnom Proses
Direalisasikan dengan peN dan per-an. Untuk dapat mengetahuinya perlu
diketahui struktur dalam kalimat masukan dengan bentuk verbum tertentu. Yaitu:
meN-Vdasar, meN-Vdasar-i/kan ditransformasikan ke Tnom proses dengan peN-an, SD
dengan ber-Vdasar, ber-Vdasar-kan ditransformasikan ke Tnom. Proses dengan
per-an atau varian pel-an, pe-an sesuai bentuk SD. Selain itu SD dengan
memper-Vdasar-kan/i ditransformasikan ke Tnom proses dengan per-an.
Ø Tnom Sintem
Kaidahnya yaitu SD nomen dasar dan nomend erifatif ditransformasikan ke
Tnom Sinstem dengan per-an. Interpretasi Tnom sistem dapat dihubungkan dengan
“sistem, masalah, yang menyangkut, yang berhubungan dalam kerangka pemikiran
satu sistem”.
Dengan gambaran tentang proses morfemis nominalisasi
dengan pendekatan generaratif, dapatlah disusun satu kaidah nominalisasi untuk
bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa yang lain, serta untuk strudi bandingan
antar bahasa dengan pendekatan morfologi generatif.
BAB IX
KATEGORI GRAMATIKAL
Kategori gramatikal yaitu pengelompokan dan penggolongan sesuai
kaidah-kaidah gramatika atau tata bahasa. Dan selalu dihubungkan dengan proses
morfemis pembentukan kata secara infleksional, maka pengertian kategori hanya
dipakai dalam hubungan dengan aspek kebahasaan dan tidak dihubungkan dengan
aspek-aspek di luar kebahasaan. Kategori kelas verbum dapat dibedakan atas:
pembatas dan tanbatas, modalitas, kategori kal, polaritas, aspek, fokus,
kesisian, jumlah, persona, dan diatesis. Sedangkan kategori gramatikal kelas
nomen dapat dibedakan atas: kategori jumlah, kategori genus, kategori persona,
kategori pengganti, kategori penunjuk, kategori kasus, kategori honorifik, dan
kategori insan dan noninsan. Sedang ktegori gramatikal adjektif dapat dibedakan
menjadi: kategori tata tingkat, kategori gramatikal statis dan dinamis, dan
kategori gramatikal zat.
Ø Kategori Garamatikal Kelompok Verbum
Tidak semua gramatikal verbum dapat ditemukan dan direalisasi dalam satu
bahasa karena disamping kategori gramatikalpun tidak selalu dinyatakan secara
morfemis. Ada bahasa yang menyatakan kategori gramatikal secara frasal. Contoh:
sedang=verbum seperti dalam kalimat mereka
sedang makan.
1.
Kategori Gramatikal Pembalas dan Tanbalas
Yaitu proses morfemis yang terjadi pada verbum untuk
membatasi persona, kala, aspek, dsb.
2.
Kategori Gramatikal Verbum Modalitas
Kategori modalitas menunjukkan siakp atau pendirian si
penutur terhadap satu peristiwa dan kejadian. Pada umumnya kategori modalitas
dibedakan atas: modus indikatif, modus interogatif/tanya, modus imperatif, dan
modus subjunktif/arealis/konjuktif. Model interogatif pada umumnya nonmodal.
3.
Kategori Garamatikal Verbum Kala
Dibedakan atas kala lampau, kala kini, dan kala kelak.
Pada umumnya bahasa-bahasa merealisasikan kala kelak secar frasal atau tidak
dinyatakan secara frasal atau tidak dinyatakan secara eksplisit.
4.
Kategori Garamatikal Polaritas
Biasanya dikenakan kepada sistem positif dan negatis. Ada
korelasi antara proses morfemis positif dan negatif. Positif yaitu semua bentuk
verbum yang tidak mempunyai negator (petindak) secara morfemis. Terdapat juga
verbum dan adjektif yang berpolaritas secara semantis.
5.
Kategori
Garamatikal Aspek
Menyatakan bagaiman atau peristiwa dan kejadian
berlangsung dalam tiga kancah waktu atau kala. Pada umumnya kategori aspek
dalam bahasa muncul bersamaan dengan kategori kala sehingga timbul kekacauan
antara dua kategori gramatikal.
6.
Kategori Garamatikal fokus
Fokus berarti umum pementingan atau pengutamaan atau
penonjolan. Dalam analisis bahasa tataran sintaksis, akan dijumpai perilaku
fokus, misalnya, memfokuskan subjek, objek, atau fungsi gramatikal yang lain.
Para linguis menyebutnya beda tesis atau diatesis.
7.
Kategori Garamatikal Persona
Sebuah verbum bahasa Jerman yang berfungsi sebagai
predikat akan mengalami proses morfemis sufiks untuk menunjukkan persona yang
berfungsi sebagai subjek. Sedangkan bahasa Indonesia tidak mengenal kategori
gramatikal persona untuk verbum.
8.
Kategori Garamatikal Kesisian
Atau verbum intransistif
yaitu verbum yang hanya dapat berhubungan dengan satu nomen secara
langsung. Verbum ini bisa dirubah menjadi verbum intansitif yaitu verbum yang
berstatus dua atau tiga sisi dengan proses morfemis.
9.
Keserempakan Kategori Gramatikal Verbum
Kategori-kategori ini pada umumnya terealisasi secara
serempak dalam proses morfemis verbum. Kategori umum yang terdapat dalam setiap
bahasa ialah kategori modus indikatif dan kategori-kategori lain yang netral.
Ø Kategori Garamatikal Nomen
Yaitu kategori gramatikal nomen yang direalisasikan secara morfemis
inflektif nomen. Kategori ini tidak selalu direalisasikan dalam setiap bahasa.
Setiap bahasa menunjukkn khasan masing-masing. Jika tidak terdapat kategori
yang diteorikan, maka akan dikatakan bahwa kategori itu bersifat netral dan
tidak bermarkah.
1.
Kategori Gramatikal Jumlah
Sebuah nomen dapat direalisasikan secara morfemis untuk
menunjukkan jumlah tanggal, ganda/dualis, trialis, dan jamak. Bahasa Indonesia
mengenal kategori tunggal dan jamak tidak tentu. Proses morfemis duplikasi
ulangan nomen dalam bahasa Indonesia menunjukkan jamak tidak tentu.
2.
Kategori Garamatikal Genus
Berhubungan dengan kategori kebahasaan dan bukan kategori
alamiah. Dalam bahasa Indonesia mengenal satu kategori gramatikal secara frasal
yang mirip dengan kategori genus. Yaitu kategori penggolong.
3.
Kategori Garamatikal Kasus
Yaitu proses morfemis nomen untuk menyatakan hubungan
fungsional nomen terhadap verbum. Kasus dalam proses morfemis bersifat
morfologis sintaksis. Hal ini perlu ditekankan karena pada tahun 70-an
pengertian kasus ini telah digunakan Fillmore dalam analisis tata bahasa kasus
dalam pengertian sintaksis semantis.
4.
Kategori Garamatikal Honorifik
Yaitu kategori penghormatan seperti kita mengenal bentuk
ayah, ibu, kakak, adik, nenek, cucu, paman disamping ayahanda, ibunda, kakanda,
adinda, nenekanda, cucukanda, dan pamanda.
5.
Kategori Garamatikal Persona, Pengganti, dan Penunjuk
Kelompok
kata ini mempunyai rujukan yang berpindah-pindah dan berganti sesuai dengan
konteks tutur wacana yang berlangsung. Pada tataran studi morfologi kategori
persona, pengganti, dan petunjuk sebaiknya dimasukkan dalam satu kategori kelas
kata atau subkategori kelas nomen.
Ø Kategori Garamatikal Adjektif
1.
Kategori Adjektif Tata Tingkat
Kategori ini dibedakan menjadi tingkat
positif, komparatif, superlatif, dan tingkat eksesif.
2.
Kategori Garamatikal Adjektif Proses atau Dinamis
Dalam bahasa Indonesia memiliki kategori statis. Akan
tetapi, men-dalam merupakan adjektif dalam kategori proses dan dinamis.
3.
Kategori Garamatikal Adjektif Penyifatan
Dapat diturunkan dari sebuah nomen dengan proses morfemis
untuk menyatakan kategori penyifatan. Proses ini diperlukan dalam bahasa
Indonesia modern, misalnya, perlu dibedakan antara sumpah prajurit dan sumpah
keprajuritan.
4.
Kategori Garamatikal Adjektif Zat
Dapat direalisasikan dengan proses morfemis. Bahasa
indonesia mengenal proses morfemis 0 atau zero, misalnya dalam bentuk kursi
rotan0, rumah kayu0, bom atom0.
BAB X
KLASIFIKASI SEMANTIK KATA DAN PEMBENTUKAN KATA
Ada hubungan antara komponan makna dan
proses pembentukan makna. Asumsinya yaitu:
1.
Proses pembentukan kata sebagian besar berhubungan dengan komponen makna
leksikal.
2.
Proses pembentukan yang ada pada satu periode belum diterima atau belum
dapat direalisasikan disebabkan belum ada kebutuhan makna bagi masyarakat.
3.
Proses pembentukan kata-kata yang baru disebabkan oleh tuntutan
makna/semantik masyarakat.
4.
Proses pembentukan kata sebagian secara massal/umum dan sebagian bersifat
teknis profesional, dan
5.
Makna selalu bersifat sinkronis.
Ø Komponen Semantik
Analisis tata bahasa kasus mempunyai beberapa postulat dalam analisis
bahasa seperti:
1.
Dalam analisis bahasa semantik adalah sentral.
2.
Semantik mempunyai struktur.
3.
Struktur semantik adalah struktur dalam.
4.
Dalam struktur dalam semantik verbum adalah sentral.
Ø Kalsifikasi Semantik
Dalam
analisis semantik, wallace L. Chafe mengelompokan verbum secara semantis dalam
empat kelompok, yakni:
a.
Verbum keadaan/statis.
b.
Verbum proses.
c.
Verbum aksi.
d.
Verbum aksi proses.
Para peneliti juga mengelompokkan semantik
kata kerja bahasa Indonesia yaitu: kata kerja keadaan, kata kerja proses, dan
kata kerja aksi.
Ø Analisis Komponen
Yaitu pemecahan atas komponen-komponen makna kata sampai kepada komponen
makna yang berkontras atau bertentangan.masalah yang belum disepakati ialah
pilihan komponen makna yang bersifat semesta.
Ø Korelasi Antara Klasifikasi Kata secara Semantis dan Proses Pembentukan
Kata
N. F
Aliyewa linguis berkebangsaan Rusia telah memelopori satu studi korelasi antara
klasifikasi kata secara sistematis atau kelas semantis kata dan proses
pembentukan kata. Aliyewa mengelompokkan kata bahasa Indonesia semantis dalam 7
kelompok: 1) kelompok benda bernyawa dan tak bernyawa, 2) kelompok alat atau
prakakas, 3) kelompok memenuhi ciri-ciri kualitatif, 4) kelompok keadaan fisik,
5) kelompok keadaan psikologis, 6) kelompok nama tindakan, 7) kelompok tindakan
transitif.
BAB XI
LEKSEM DAN SEMEM
Leonard
Bloomfield mengatakan ciri-ciri kebernamaan kode linguistik ada dua, yakni
bentuk-bentuk leksikal dan bentuk-bentuk gramatikal. Jika bentuk-bentuk
leksikal terdiri dari runtun fonem, maka bentuk-bentuk gramatikal terdiri dari
runtun taksem. Baik fonem mupun taksem tidak bermakna. Satuan terkecil bermakna
dari kode linguistik adalah glosem, makna dari glosem adalah noem demikian
Bloomfield. Bentuk leksikal yang terkecil adalah morfem, makna sebuah morfem
adalah semem. Bentuk gramatikal yang berkemaknaan adalah tegmem, makna sebuah
tagmem adalah sebuah episem (Bloomfield, 1933:234)
Ø Kosa Kata Alami
Setiap bahasa pasti mempunyai sejumlah kecil atau besar kosakata yang
menjadi modal dasar yaitu kosa kata lami. Kosakata alami dan maknanya secara
alami dan pada umumnya tidak dapat ditelusuri lagi awal munculnya. Kosa kata
itu muncul untuk mengkomunikasikan gejala alam dan perilku manusia
pendukungnya. Kosakata alami pada umumnya merupakan kata bermorfem tunggal.
Ø Konsep Leksem
Sebuah morfem dapat mendukung sebuah leksem, sebuah kata dapat mendukung
sebuah leksem, dan sebuah frase yang telah menjadi ungkapan yang idiomatispun
dapat mendukung sebuah leksem. Leksem adalah bentuk bahasa terkecil pendukung
makna yang erat kaitannya dengan ide dan rujukan yang ada dalam pikiran manusia
pemakainya.
Ø Konsep Semen dan Leksem
Jika menerapkan konsep makna morfem Bloomfield, maka dikatakan bentuk want
mempunyai dua semen, yaitu want dan
semen –s (morfem terikat). Dengan
demikian dapatlah dikatakan konsep semen lebih luas atau lebih tinggi daripada
konsep leksem.
Ø Pengosongan Leksem Dasar dan Idiom
Proses
kemunculan leksem yang terdiri dari beberapa leksem dasar yang telah
dikosongkan atau dinetralkan melahirkan idiom. Leksem baru dapat terjadi pada
kata bermorfem jamak. Selain itu leksem baru juga dapat terjadi pula pada kata
bermorfem tunggal. Dapat dikelompokkan
dalam dua macam perumpamaan atau ibatrat atau tamsil ke dalam 1) kelompok yang
masih memelihara leksem dasar dan 2) kelompok kata yang sudah tidak memelihara
leksem dasar.
BAB XII
PEMBENTUKAN KATA ALIAS DERIVASI
Disamping
pembentukan kata motivasi terjadi pula proses pembentukan kata dengan motivasi.
Pembentukan kata dengan motivasi dapat dibedakan seperti: 1) pembentukan kata
dengan unsur kata-kata yang telah ada. 2) pembentukan kata dengan meniru bunyi
atau onomatopoetika. 3) pembentukan kata dengan derivasi. 4) pembentukan kata
dengan singkatan atau akronim. 5) pembentukan kata dengan penerjemahan. 6)
pembentukan kata dengan penggabungan bentuk asng dan asli. 7) pembentukan
dengan pinjaman.
Derivasi
adalah sebutan proses pembentukan kata dan derivat untuk hasil pembentukan
kata. Proses pembentukan kata dapat bersifat: 1) pemberian imbuhan 2) perubahan
internal 3) proses reduplikasi, 4) proses pemajemukan, 5) proses
suprasegmental. Setiap bahasa menjadi dasr derivasi/penurunan disebut bentuk
dasar.
Ø Pembentukan Nomen
Sebuah
nomen dapat dibentuk dari verbum, dari adjektif,dan dari nomen. Setiap bahadsa
tentu memiliki sejumlah kemungkinan untuk membentuk nomen secara motivasi.
Nomen yang dibentuk dari sebuah verbum disebut nomen deverbal, nomen yang
dibentuk dari adjektif disebut nomen deadjektival, dan nomen yang dibentuk dari
nomen disebut denominal. Setiap pembentukan nomen deverbal, nomen deadjektival,
dan nomen denominal melalui proses-proses morfemis.
Nomen
deverbal dapat dibentuk dengan proses afiksasi pe- (dalam berbagai bentuk
alomorfnya), ke-an, pe-an, pem-an, pen-an, peny-an, peng-an, penge-an,per-an,,
-an, -nya. Nomen deadjektival dibentuk dengan proses pengimbuhan pe-, ke-an,
-an, ke-, -nya. Sedang denominal tampak dalam bentuk seperti kedokteran, keperawatan, kependidikan.
Ø Pembentukan Verbum
Secara motivasi, ada beberapa verbum yang diturunkan dari nomen (verbum
denominal), verbum yang diturunkan dari adjektif (verbum deadjektival), dan
verbum yang diturunkan dari verbum (verbum deverbal). Verbum denominal dapat
diturunkan dengan imbuhan ber-, ter-,
-i, -kan, verbum adjektival diturunkan dengan imbuhan meN-. Sedangkan verbum
deverbal diturunkan dari verbum baik sebagai verbum dasar maupun sebagai verbum
sekunder.
Ø Pembentukan Adjektif
Secara motivasi
sebuah adjektif dapat diturunkan dari nomen, verbum, dan adjektif. Adjektif
yang diturunkan dari nomen disebut adjektif denominal. Adjektif yang diturunkan
dari verbum disebut adjektif deverbal, dan adjektif yang diturunkan dari
adjektif disebut adjektif deadjektival. Proses pembentukan adjektif berlangsung
dalam proses afiksasi untuk bahasa indonesia.
Ø Konversi
Konversi dalam morfologi diukir oleh E. Kruisinga untuk menampung satu ciri
derivasi yang berlangsung secara langsung daris ebuah kelas kata ke kelas kata
yang lain didasarkan pada ciri distribusi sinntaksis. Dengan kata lain konversi
adalah pengalihan kelas kata dalam bentuk yang normal. Disinilah letak batas
antara analisi morfologi dan analisis sintakis.
Ø Valensi Derivasi
Konsep valensi berhubungan dengan keterbukaan sebuah bentuk bahasa untuk
berhubungan dengan bentuk bahasa yang lain. Konsep dan analisis sintaksis yang
berfokus pada verbum sebagai pusat dalam klausa. Ada verbum yang bervalensi
satu, ada verbum bervalensi dua, dan ada verbum yang bervalensi
tiga.keterbukaan ini bersifat wajib dan tidak wajib. Anggota yang melengkapi
verbum secara sintaksis disebut perlengkapan dan diberi notasi P.
Valensi
derivasi verbum, adjektif, dan nomen yang diidentifikasi tersebut tidak
membedakan valensi derivasi untuk infleksi dan derivasi kata bahasa Indonesia. Salah
satu valensi yang belum dibicarakan dalam buku ini adalah valensi semantik yang
mempersoalkan pembatasan seleksi dan semantis mengenai keterbukaan perlengkapan
sebuah kata dan bentuk dasar.
BAB XIII
PENELITIAN MORFOLOGI
Dalam kegiatan penelitian tentang morfologi timbul dua masalah, yakni
masalah struktural dan masalah teknik. Masalah struktural yaitu masalah teori
tentang bagaimana data bahasa dianalisis dengan fokus utama pada morfologi.
Sedangkan masalah teknis adalah masalah bagaimana menyusun satu bagan atau
kerangka yang sistematis untuk mendiskripsikan bahasa secara morfologi dengan
cermat dan teliti. Masalah teknis juga menyangkut terminologi pernyataan yng
hendak dikembangkan oleh seorang peneliti.
Ø Kesulitan Struktural
Seorang peneliti morfologi bahasa harus mampu mengidentifikasi morfem dan
kombinasi-kombinasi dari morfem berdasarkan distribusi dan kelasnya. Serang
peneliti morfologi bahasa harus
menguasai landasan teori tentang morfologi bahasa. Yang penting bagi peneliti
morfologi bahasa 1) kejelasan definisi konsep dan definisi operasional dan 2)
keajegan/konsitensi dalam pengembangan dan penggunaannya. Dalam telaah
morfologi perlu dihindarkan bebetapa pernyataan yang bersifat 1) mentalistik,
2) historis, 3) subjektif, 4) imperatif.
Ø Kesulitan Teknis
Kesulitan teknis yang pertama ialah kesulitan menyusun sebuah bagan atau
kerangka telaah morfologi bahasa. Kerangka analisis morfologi disusun
berdasarkan fokus penilitian. Dalam penelitian morfologi bahasa, peneliti dapat
menentukan fokus berdasarkan kelas kata, proses pembentukan kata, atau
berdasarkan proses morfemis.
Daftar Pustaka
Parera, Jos Daniel. 2007. Morfologi Bahasa. Jakarta: PT Gramedia.
No comments:
Post a Comment