Sunday, November 19, 2017

Teori Subjektif: Nilai Etika dan Estetika dalam Syair “Perahu” Karya Hamzah Fansuri



Teori Subjektif: Nilai Etika dan Estetika
dalam Syair “Perahu”
Karya Hamzah Fansuri

Tugas Akhir Mata Kuliah
Etika dan Estetika

wps_clip_image-6148

Oleh
Nafisatun Nurroh
121511133063
Kelas A

SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2017


KATA PENGANTAR

            Puji syukur kehadirat  Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya, sehingga makalah ini dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa penulis mengucapakan banyak terimakasih kepada pengampu mata kuliah Etika dan Estetika yang telah membimbing mata kuliah  Etika dan Estetika.
            Harapan penulis semoga makalah dapat memenuhi tugas yang diberikan oleh  pengampu mata kuliah ini dengan baik dan benar. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penulis, penulis yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Surabaya, 08 Maret 2017

              Penulis


DAFTAR ISI









BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

            Sastra pada hakikatnya merupakan refleksi dari suatu pengalaman. Pengejawantahan sangat mungkin berdasarkan pengalaman lahiriah (sensation) atau pengalaman batiniah (re-flextion). Kehadiran sastra dalam masyarakat sangat diperlukan dan diperhitungkan karena karya sastra merupakan salah satu unsur dalam perubahan sosial (sosial change). Konsekuensi logis dari pernyataan ini bahwa dalam karya sastra seringkali juga mengalami pelarangan, pemasungan, atau pembredelan. Kekritrisan karya sastra dalam menanggapi dan mengekspresikan perkembangan zaman dalam suatu negara, seringkali membuatnya harus berbenturan dengan kekuasaan negara (state power).( Manuaba, 2000: 143)
            Dalam sebuah karya sastra puisi, sering dijumpai penggambaran-penggambaran dan permasalahan- permasalahan yang tertuang dalam puisi tersebut sesuai dengan fenomena yang sebenarnya. Bisa berupa pemaparan, anjuran, larangan, maupun sebuah kritikan dalam ihwal kehidupan. Semua itu karena kelihaian dan kemampuan imaji pengarang yang tampak kongkret dalam kehidupan nyata. Seperti halnya dalam syair “Perahu” karya Hamzah Fansuri, di dalamnya terdapat berbagai macam kandungan yang terimplisit di dalamnya. Dalam syair tersebut terdapat nilai etika dan estetika yang dapat kita ambil pelajaran dari kandungan tersebut.
            Membahas mengenai karya sastra akan selalu berkaitan juga dengan pengalaman sastra dan nilai-nilai sastra. Sastra bukanlah sebatas benda sastra, tetapi nilai-nilai sebagai respon estetik dari publik melalui proses pengalaman sastra. Antara nilai-nilai dan pengalaman sastra tidak bisa lepas dari konteks bahasan filsafat estetika sastra. Dalam syair “Perahu” karya Hamzah Fansuri terdapat kandungan nilai etika dan estetika yang dapat kita ambil sebagai contoh dalam kehidupan kita.
            Namun, dalam analisis kali ini akan menggunakan teori subjektif sebagai landasannya. Yaitu menyatakan bahwa ciri keindahan pada suatu karya sastra sesungguhnya tidak ada, melainkan tanggapan atau perasaan dalam diri seseorang yang mengamati benda tersebut. Keindahan terletak dalam suatu hubungan antara benda dengan alam pikiran seseorang, jadi sesuatu benda mempunyai ciri tertentu dan ciri itu melalui penerapan pengamatan oleh pengamat. Teori ini juga bisa disebut teori hubungan atau campuran yaitu antara objek dan subjek. Dengan menggunakan teori tersebut akan menghasilakn nilai-nilai etika dan estetik yang terdapat dalam syair “Perahu” karya Hamzah Fansuri tersebut.

1.2.Rumusan Masalah

1.      Apa kandungan makna dari syair “Perahu” karya Hamzah Fansuri?
2.      Apa nilai etika yang terdapat dalam syair “Perahu” karya Hamzah Fansuri?
3.      Apa nilai estetika yang terkandung dalam syair “Perahu” karya Hamzah Fansuri?

1.3.Tujuan

1.      Mengetahui kandungan makna dari syair “Perahu” karya Hamzah Fansuri
2.      Mengetahui nilai etika yang terdapat dalam syair “Perahu” karya Hamzah Fansuri
3.      Mengetahui nilai estetika yang terkandung dalam syair “Perahu” karya Hamzah Fansuri


BAB II

LANDASAN TEORI

            Teori subjektif menyatakan bahwa ciri yang menciptakan keindahan pada suatu benda sesungguhnya tidak ada, tetapi ialah tanggapan, penasaran dalam diri seseorang yang mengamati benda tersebut. Keindahan terletak dalam suatu hubungan antara benda dengan alam pikiran sseseorang, jadi sesuatu benda mempunyai ciri tertentu dan ciri itu melalui pencerapan pengamatnya. Teori ini juga bisa disebut sebagai teori campuran atau hubungan yaitu campuran dan subjektif. Secara lebih sederhana, teori estetika subjektif ialah menekankan pada penganalisaan seseorang. Maksudnya, teori ini menyatakan bahwa nilai adalah sepenuhnya tergantung pada pengalaman manusia mengenai nilai itu.
            Lipps berpendapat bahwa keindahan perasaan subjektif atau pertimbangan selera (die kunst ist die geflissenlinche hervorbringung des schones). Istilah dan pengertian keindahan tidak lagi mempunyai tempat yang terpenting dalam estetika karena sifatnya yang makna ganda untuk menyebut berbagai hal, bersifat longgar untuk di muati macam-macam ciri dan juga subjektif untuk menyatakan penilaian pribadi terhadap sesuatu yang kebetulan menyenangkan. Dan penilaian tersebut tergantung pada pribadi pengamat masing-masing.
            Teori subjektif yang dikemukakan oleh Herbert Read menyatakan bahwa ciri-ciri yang menciptakan keindahan suatu benda itu tidak ada, yang ada hanya perasaan dalam diri seseorang yang mengamati suatu benda. Teori subjektif menyatakan bahwa ciri-ciri yang menyatakan keindahan pada sesuatu benda sesungguhnya tidak ada. Yang ada hanyalah tanggapan perasaan dalam diri seseorang yang mengamati sesuatu benda. Adanya keindahan semata-mata tergantung pada panca indra pencerapan dari si pengamat itu. Kalaupun dinyatakan bahwa sesuatu benda mempunyai nilai estetis, hal ini diartikan bahwa seseorang pengamat memperoleh sesuatu pengalaman estetis sebagai tanggapan terhadap benda itu.
           

BAB III

PEMBAHASAN

3.1  Kandungan Makna Syair “Perahu” karya Hamzah Fansuri

            Lirik syair “Perahu” karya Hamzah Fansuri:
Perahu


Inilah gerangan suatu madah
membetuli jalam tempat berpindah,
membetuli jalan tempat berpindah,
di sanalah i’tikad diperbetuli sudah

Wahai muda kenali dirimu,
ialah perahu tamsil tubuhmu,
tiadalah beberapa lama hidupmu,
ke akhirat jua kekal diammu.

Hai pemuda arif budiman,
hasilkan kemudi dengan pedoman,
alat perahumu jua kerjakan,
itulah jalan membeli insan.

Perteguh jua alat perahumu,
hasilkan bekal air dan kayu,
dayung pengayuh taruh di situ,
supaya laju perahumu itu.

Sudahlah hasil kayu dan ayar,
angkatlah pula sauh dan layar,
pada beras bekal jantanlah taksir,
niscaya sempurna jalan yang kabir.

Perteguh jua alat perahumu,
muaranya sempit tempatmu lalu,
banyaklah di sana ikan dan hiu,
menanti perahumu lalu dari situ

Muaranya diam, ikannyapun banyak,
di sanalah perahu karam dan rusak,
karangnya tajam seperti ombak
ke atas pasir kamu tersesak.

Ketahui olehmu hai anak dagang
riaknya rencam ombaknya karam
ikanpun banyak datang menyarang
hendak membawa ke tengah sawang.

Muaranya itu terlalu sempit,
di manakah lalu sampan dan rakit
jikalau ada pedoman dikapit,
sempurnalah jalan terlalu ba’id

Baiklah perahu engkau perteguh,
hasilkan pendapat dengan tali sauh,
anginnya keras ombaknya cabuh,
pulaunya jauh tempat berlabuh

Lengkapkan pendapat dan tali sauh,
derasmu banyak bertemu musuh,
selebu rencam ombaknya cabuh,
la ilaha illAllahu akan tali yang teguh.

Barang siapa bergantung di situ,
teduhlah selebu yang rencam itu
pedoman betuli perahumu laju,
selamat engkau ke pulau itu.

La ilaha illAllahu jua yang engkau ikut,
di laut keras dan topan ribut,
hiu dan paus di belakang menurut,
pertetaplah kemudi jangan terkejut.

Laut silam terlalu dalam,
di sanalah perahu rusak dan karam,
sungguhpun banyak di sana menyela
larang mendapat permata nilam.

Laut Silam Wahid al kahhar,
riaknya rencam ombaknya besar,
anginnya songsongan membelok sengkar
perbaik kemudi jangan berkisar.

Itulah laut yang maha indah,
ke sanalah kita semuanya berpindah,
hasilkan bekal kayu dan juadah
selamatlah engkau sempurna musyahadah.

Silan itu ombaknya kisah,
banyaklah akan ke sana berpindah,
topan dan ribut terlalu ‘azamah,
perbetuli pedoman jangan berubah.

Laut Kulzum terlalu dalam,
ombaknya muhit pada sekalian alam,
banyaklah di sana rusak dan karam,
perbaiki na’am, siang dan malam.

Ingati sungguh siang dan malam,
lautnya deras bertambah dalam,
anginpun keras, ombaknya rencam,
ingati perahu jangan tenggelam.

Jikalau ingati sungguh,
angin yang keras menjadi teduh,
tambahan selalu tetap yang cabuh
selamat engkau ke pulau itu berlabuh.

Sampailah ahad dengan masanya,
datanglah angin dengan paksanya,
belajar perahu sidang budimannya,
berlayar itu dengan kelengkapannya.

Wujud Allah nama perahunya,
ilmu Allah akan [dayungNya]
iman Allah nama kemudidnya,
“yakin akan Allah” nama pawangnya.

“taharat dan istija” nama lantainya,
“kufur dan masiat” air ruangnya,
Tawakkul akan Allah jurubatunya
Tauhid itu akan sauhnya.

Salat akan nabi tali bubutannya,
istigfar Allah akan layarnya,
“Allahu akbar” nama anginnya,
subhan Allah akan lajunya.

“WAllahu a’lam” nama rantaunya,
“iradat Allah” nama badannya,
“kudrat Allah” nama labuhannya,
“surga jannat an naim nama negerinya.

Karangan ini suatu madah,
mengarangkan syair tempat berpindah,
di dalam dunia janganlah tam’ah,
di dalam kubur berkhalwat sudah.

Kenali dirimu di dalam kubur,
badan seorang hanya tersungkur,
dengan siapa lawan bertutur?
di balik papan badan terhancur.

Di dalam dunia banyaklah mamang,
ke akhirat jua tempatmu pulang,
janganlah di susahi emas dan uang,
itulah membawa badan terbuang.

Tuntuti ilmu jangan kepalang,
di dalam kubur terbaring seorang,
munkar wa nakir ke sana datang,
menanyakan jikalau ada engkau sembahyang

Tongkatnya lekat tiada terhisab,
badanmu remuk siksa dan azab,
akalmu itu hilang dan lenyap,
(baris ini tidak terbaca)

Munkar wa Nakir bukan kepalang,
suaranya merdu bertambah garang,
tongkatnya besar terlalu panjang,
cabuknya banyak tiada terbilang.

Kenali dirimu, hai anak dagang!
di balik papan tidur terlentang,
kelam dan dingin bukan kepalang,
dengan siapa lawan berbincang?

La ilaha illahu itulah firman,
tuhan itulah pergantungan alam sekalian,
iman tersurat pada hati insap,
siang dan malam jangan dilalaikan.

La ilaha illahu itu terlalu nyata,
tauhid ma’rifat semata-mata,
memandang yang gaib semuanya rata,
lenyapkan ke sana sekalian kita.

La ilaha illAllahu itu janganlah kau permudah-mudah,
sekalian makhluk ke sana berpindah,
da’im dan ka’im jangan berubah,
khalak di sana dengan la ilaha illAllahu.

La ilaha illAllahu itu jangan kau lalaikan,
siang dan malam jangan kau sunyikan,
selama hidup juga engkau pakaikan,
Allah dan rasul juga yang menyampaikan.

La ilaha illAllahu itu kata yang teguh,
memadamkan cahaya seklian rusuh,
jin dan syaitan sekalian musuh,
hendak membawa dia bersungguh-sungguh

La ilaha illAllahu itu tempat mengintai,
medan yang kadim tempat berdamai,
wujud Allah terlalu bitai,
siang dan malam jangan bercerai.

La ilaha illAllahu itu tempat musyahadah,
menyatakan tauhid jangan berubah,
sempurnalah  jalan iman yang mudah,
pertemuan tuhan selalu susah.



            Syair “Perahu” di atas mengandung makna bahwa:
            Syair “Perahu” melambangkan tubuh manusia sebagai perahu yang berlayar di laut. Pelayaran itu penuh marabahaya. Jika manusia kuat memegang keyakinan la ilaha illallah, maka dapat dicapai tahap yang melebur perbedaan antara Tuhan dan hambaNya. Syair di atas merupakan simbolisasi manusia dalam menuju Tuhan. Penyair mengibaratkan dengan perjalanan di tengah lautan yang bekal utamanya tdak lain hanya keyakinan kepada Tuhan. Di sini jelas di gambarkan bahwa pertemuan hamba dan Tuhan itu sangat susah. Syair perahu menekankan perjuangan yang sungguh-sungguh untuk mencapai kepada Tuhan.
            Pada bait pertama, penulis ingin memberitahukan kepada para pembacanya bahwa ia akan menuliskan syair yang menggunakan bahasa-bahasa yang indah dan penuh dengan nilai-nilai estetika yang tinggi. maksud dan tujuan menulis syair adalah untuk memperbaiki i’tikat ummat muslim. Pada bait kedua, kehidupan ini hanya bersifat sementara saja dan semua manusia suatu saat akan menuju ke alam yang bersifat kekal. Seseorang manusia yang hidup di dunia inibagaikan sebuah perahu yang berlayar di tengah lautan yang luas. Pelayaran ini tentunya akan menuju sebuah tempat yaitu alam akhirat.
            Pada bait ketiga, hidup harus berlandaskan pedoman yang sudah ada. Pedoman-pedoman itu dijadikan panduan dalam kehidupan sehingga masyarakat hidup bersatu dan hidup dalam kelompok masyarakat yang damai. Pada bait keempat dan kelima, betapa pentingnya pembekalan selama dalam pelayaran di lautan yang luas. Ini bermakna bahwa manusia wajib membekali dirinya dengan berbagai keperluan atau kebutuhan nantinya di tempat yang akan di tuju. Adapun pembekalan yang dimaksudkan di sini adalah seluruh amal perbuatan yang baik yang pada akhirnya membuat manusia menjadi taqwa.
            Pada bait keenam, hidup ini penuh dengan berbagai tantangan yang hanya menunggu kesempatan untuk menantang hidup manusia. Pada bait ketujuh, tentangan-tantangan yang hebat dapat melemahkan iman dan pegangan manusia. Pada bait kedelapan, ombak dan ikan yang dimaksudkan oleh penulis adalah tantangan. Jika seseorang itu tidak teguh pendirian atau tidak tahan dengan tantangan, ia bisa mengalahkan manusia. Dan sebagian keseluruhan dari bait tersebut menjelaskan perjalanan hidup manusia menuju kehidupan yang abadi yang sangat membutuhkan usaha dan pedoman yang kuat serta hidup harus memiliki pedoman hidup agar dapat memperbaiki diri.

3.2  Nilai Etika yang Terdapat dalam Syair “Perahu” Karya Hamzah Fansuri

            Analisis aspek etika dalam syair “Perahu” karya Hamzah Fansuri lebih menitik beratkan pada hal-hal yang berhubungan dengan moral tingkah laku manusia. Berikut aspek-aspek etika (moral) dalam syair “Perahu” karya Hamzah Fansuri.
1.      Nilai Moral Agama
Nilai moral agama dapat dilihat dalam syair “Perahu” buah karya Hamzah Fansuri ini yaitu, sebuah tuntunan bagi manusia mengenai hakikat hidup yang benar. Di sini berisi sebuah petuah dan tuntunan manusia agar menjalani kehidupan dengan jalan yang benar agar kelak mendapat tempat yang layak pula. Terkhusus dalam syair Hamzah Fansuri ini merupakan sebuah pedoman untuk kalangan muslim. Dalam syair tersebut bisa dilihat dalam penggunaan bahasa arab dalam syair. Hamzah Fansuri mengibaratkan dengan perjalanan di tengah lautan yang bekal utamanya tidak lain hanya keyakinan kepada Tuhan. Karena jika manusia kuat memegang keyakinan la ilaha illallah, maka dapat dicapai tahap yang melebur perbedaan antara Tuhan dan hambaNya.
            Dijelaskan pula dalam syair bahwa kehidupan dunia hanyalah sementara dan yang kekal dan abadi adalah kehidupan di akhirat nanti. Hamzah Fansuri juga mengatakan dalan syairnya bahwa manusia wajib membekali dirinya dengan berbagai keperluan atau kebutuhan yang nantinya akan menjadikan diri mereka masing-masing menjadi taqwa yaitu menjauhi larangan Allah dan melaksanakan semua perintah Allah. Serta menjelaskan pula perjalanan hidup manusia menuju kehidupan yang abadi yang sangat membutuhkan usaha dan pedoman yang kuat serta hidup harus memiliki pedoman hidup agar dapat memperbaiki diri. Sehingga moral-moral agama sangatlah menonjol dalam syair tersebut.
2.      Nilai Moral Solidaritas Sosial
            Nilai moral solidaritas sosial dalam syair “Perahu” karya Hamzah Fansuri dapat dilihat dari syair-syair yang menyatakan tentang cara hidup yang berada di jalan yang benar. Dalam syair dijelaskan bahwa hidup sangatlah membutuhkan bekal, termasuk di dalamnya yaitu berupa amalan-amalan yang baik. Ketika kita mencermati kata “amalan-amalan baik” dalam pikiran kita pasti akan merujuk amalan kepada sesama kita. Kita harus menjaga hubungan sosial kita dengan sesama selalu baik dan bukan justru merusak hubungan kita kepada sesamanya.
            Sebagai tambahan bekal kita, kita harus memperbanyak perilaku kita agar selalu bersikap terpuji. Tidak hanya kita yang menerima, namun kita juga yang harus memberi dan melakukan perilaku tersebut sebagai tabungan kelak di hari akhir. Dengan memelihara tali silaturahmi dengan sesama, hidup kita di dunia akan terasa lebih menambah kebaikan untuk menghadapi masa depan yaitu di akhirat.  Dengan hubungan kita yang baik terhadap sesama, mendapatkan amalan kebaikanpun menjadi lebih ringan dan mudah.  Namun, dalam memelihara tali persaudaraan kita serta menciptakan hubungan yang baik, kita juga harus mempunyai pedoman yang kuat sebagai ilmunya. Tanpa ilmu perbuatan kita tidak berarti apa-apa karena dalamagama Islam telah dijelaskan secara mendetail bagaimana cara menjalani kehidupan yang baik dan benar.

3.3  Nilai Estetika yang Terkandung dalam Syair “Perahu” Karya Hamzah Fansuri

            Nilai estetika atau unsur keindahan yang ada dalam syair “Perahu” buah karya Hamzah Fansuri merupakan sesuatu yang membuat syair tersebut menjadi lebih indah, lebih hidup, dan lebih menarik. Bentuk dari nilai estetika dalam analisis ini adalah berupa untaian kata-kata yang ditulis oleh Hamzah Fansuri yang menurut penulis memiliki keindahan dan membuat pembaca tertarik untuk membacanya. Jalinan atau untaian kata-kata yang indah dapat dilihat pada tiap bait dalam syair Hamzah Fansuri tersebut.
            Dalam syair ini juga memakai kata-kata kiasan untuk melambangkan makna yang sebenarnya. Dalam syair tersebut, menjalani kehidupan diibaratkan bagaikan seseorang yang sedang berlayar. Dalam kehidupan ytersebut terdapat tidak sedikit ekali cobaan yang dalam syair tersebut juga diumpamakan sebagi ombak dan halangan-halangan lainnya. Dalam kehidupan kita membutukan sekali pedoman yang kuat sebagai pengatur semua perilaku kita, dalam syair inipun juga dilambangkan sebagai suatu bekal untuk berlayar dan semua peralatan-peralatan yang sangat membantu dan dibutuhkan dalam pelyaran tersebut.
            Sehingga kata-kata yang tertulis dalam syair Hamzah Fansuri bukan hanyalah suatu tulisan yang hanya sebagai keindahan saja, melainkan di dalamnya terdapat banyak sekali faidah-faidah yang dapat kita ambil sebagai pedoman dalam menjalani hidup dari dunia yang bersifat sementara ini hingga menuju kehidupan yang kekal yaitu di akhirat nanti. Selain itu syair tersebut juga memiliki sajak yang sangat mendukung irama dan keindahan dalan syair tersebut.


BAB IV

PENUTUP

SIMPULAN
            Dari pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa, Syair “Perahu” melambangkan tubuh manusia sebagai perahu yang berlayar di laut. Pelayaran itu penuh marabahaya. Jika manusia kuat memegang keyakinan la ilaha illallah, maka dapat dicapai tahap yang melebur perbedaan antara Tuhan dan hambaNya. Syair tersebut merupakan simbolisasi manusia dalam menuju Tuhan. Penyair mengibaratkan dengan perjalanan di tengah lautan yang bekal utamanya tidak lain hanya keyakinan kepada Tuhan. Di sini jelas di gambarkan bahwa pertemuan hamba dan Tuhan itu sangat susah. Syair perahu menekankan perjuangan yang sungguh-sungguh untuk mencapai kepada Tuhan.
            Selain mengandung makna yang begitu dalam, syair tersebut juga mengandung nilai etika dan estetika yang tercantum di dalamnya. Nilai etika yang terkandung yaitu nilai moral agama serta nilai solidaritas sosial. Sedangkan estetika yang termuat yaitu berupa perlambangan dalam mengkiaskan makna yang terkandung didalamnya. Selain itu juga mengandung irama yang sangat serasi dan unik sehingga mendukung nilai estetika dalam syair tersebut.


DAFTAR PUSTAKA


Kartika, dharsonosony. 2007. ESTETIKA. Bandung: Rekayasa sains.
Nurgiyantoro, Burhan. 1998. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: gajah Mada University Press.
Sachari, Agus. 2002. Estetika: Makna, Simbol, dan Daya. Bandung: Penerbit ITB.
Susanto, Herman. 2014. Estetika (Teori Subjektif dan Objektif). (http://hermansusantogamasera.blogspot.com/2014/04/estetika-teori -subjektif-dan-objektif.html?). Diakses pada 08 juli 2017. Pukul 20.34 WIB.
Suyitno. 1986. Sastra Tata Nilai dan Eksegesis. Yogyakarta: Hanindita.
Waluyo, Hadi. 2013. Syair Perahu Hamzah Fansuri. (http://hadiwaluyo.blogspot.com/2013/05/syair-perahu-hamzah-fansuri.html?). Diakses pada 05 Juli 2017. Pukul 11.06 WIB.
Zainuddin, Fananie. 2001. Telaah Sastra. Surakarta: Muhammadiyah University Press.







No comments:

Post a Comment