Sunday, November 19, 2017

PERMAINAN ANAK “SIMBANG” SEBAGAI PEMBINAAN NILAI-NILAI BUDAYA



PERMAINAN ANAK “SIMBANG”
SEBAGAI PEMBINAAN NILAI-NILAI BUDAYA
Tugas Akhir Semester
Mata Kuliah Sastra Anak-Anak
wps_clip_image-6148
Oleh:
Nafisatun Nurroh
121511133063
Kelas C

SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS AIRLANNGGA
2017

KATA PENGANTAR


      Puji syukur kehadirat  Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya, sehingga makalah ini dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa penulis mengucapakan banyak terimakasih kepada pengampu mata kuliah Sastra Anak-Anak yang telah membimbing mata kuliah Sastra Anak-Anak.
Harapan penulis semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca.penulis juga berharap makalah ini dapat memenuhi syarat sebagai tugas ulangan akhir semester.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penulis, penulis yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini.Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
                                                                                         
Surabaya, 23 Desember 2016

              Penulis







DAFTAR ISI










BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Zaman sekarang, permainan tradisional sudah banyak dilupakan oleh anak - anak, terutama mereka yang tinggal di perkotaan.Sekarang ini sudah sangat jarang bahkan sulit menjumpai anak anak yang memainkan permainan tradisional.Perubahan zaman yang menggeser semangat anak-anak sekarang ini untuk mengenal permainan tradisional.Anak-anak sekarang hidup di zaman yang serba canggih.Banyak faktor yang membuat anak tidak sempat lagi menikmati menariknya berbagai permainan tradisional.Meskipun aksesnya tradisonal, tetapi justru bermacam-macam manfaat ada dalam permainan tradisional ini.Bergesernya minat anak-anak sekarang terhadap memilih permainan yang lebih modern dan elektronik dipicu juga oleh keadaan ekonomi dan faktor lingkungan tempat tinggal.
Bermain game online di tablet, aneka game di mal, dan game berbasis elektronik lebih dipilih oleh anak sekarang ketimbang bermain bekel, gasing, petak umpet, perbentengan, lompat tali, atau congklak. Kalau di pedesaan mungkin kita masih bisa melihat anak bermain gasing, bekel dan permainan sejenisnya tetapi di perkotaan pemandangan seperti itu sulit untuk ditemui lagi.Padahal banyak manfaatnya loh jika anak mau diperkenalkan pada permainan tradisional. Untuk itu sebagai orangtua, mari kita mengenalkan kepada anak anak kita bahwa permainan tradisional tidak kalah menariknya dengan permainan modern. Dukungan orangtua dan lingkungan sangat membantu agar permainan tradisional tidak punah dan tetap dikenal sepanjang masa sebagai warisan budaya kita.
Budaya Indonesia pada hakikatnya adalah satu, sedangkan corak ragam budaya yang ada menggambarkan kekayaan budaya bangsa yag menjadi modal dan landasan budaya bagsa secara keseluruhan. Sampai saat ini, kebudayaan nasional masih dalam proses pembentuka. Oleh karena tidak semua nilai budaya daerah yang ada (nusantara) sesuai dengan nilai pembangunan.Banyak diantaranya yang masih besifat feodalistis, kolonialistis, bahkan juga mistis.Berhubung nilai-nilai budaya asional yang ingin kita bina atau kembangka adalah bersifat Pancasilais, modern dalam arti pembangua, maka nilai budaya daerah (nusantara) yang aka kita pergunaka untuk membangun nilai budaya Nasional Indonesia, harus kita sering dahulu denga mempergunakan nilai-nilai Pacasila dan pembangunan sebagai alat seringnya.
Permainan rakyat nusantara (daerah) dapat dijadikan sebagai lat pembinaan nilai budaya pembangunan kebudayaan nasional Indonesia. Semua ini dapat dibuktikan dengan cara melihat cirri-ciri dan guna dari permainan rakyat dan menyimak hakikat dari nilai budaya Pembanguna Nasional Indonesia. Oleh karena permaina rakyat suatu daerah cukup bayak jumlah dan jenisnya, dan tidak semua permaina rakyat itu sesuai dengan nilai-nilai pembanguan, maka permasalahan dalam penelitian ini jenis permainan rakyat yang bagaimana yang dapat di kembangkan bagi pembinaan nilai budaya pembangunan nasional.

1.2.Rumusan Masalah

a.       Apakah permainan “Simbang” itu?
b.      Apa sajakah peralatan atau pelaku dan sistem permainan “Simbang”?
c.       Apakah nilai budaya yang terkandung dalam permainnan “Simbang” tersebut?

1.3.Tujuan

a.       Untuk mengetahui permainan “Simbang”.
b.      Untuk mengetahui peralatan atau pelaku dan sistem permainan “Simbang”.
d.      Untuk mengetahui nilai budaya yang terkandung dalam permainan “Simbang”.






 

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Permainan “Simbang”

      Besimbang atau bermain simbang adalah sejenis permainan anak-anak yang banyak dimainkan oleh anak-anak. Permainan besimbang ini dimainkan oleh para gadis ketika mereka sedang menunggu lading atau jemuran di tepi pantai pada waktu siang hari, atau pada saat mereka senggang, permainan besimbang tidak ada kaitannya dengan peristiwa-peristiwa sosial tertentu dan tidak mengandung unsure-unsur magis. Pada dasarnya permainan besimbang merupakan sarana hiburan untuk anak remaja terutama gadis-gadis.Dengan memainkan permainan ini, mereka menghilangkan rasa jenuh dan bosan.
      Besimbang atau bermain simbang adalah suatu permainan yang terdapat di Sedanau, Kepulauan Riau.Besimbang mirip dengan bekel, hanya saja, bola “induk” yang digunakan bukanlah bola bekel yang dapat memantul, melainkan terbuat dari kulit-kulit kerang ataupun kulit siput yang bagus dan licin.Permainan ini telah ada sejak zaman kekuasaan Sultan Riau pada abad XVII.
      Permainan besibang ini biasanya dimainkan oleh masyarakat yang tinggal di pinggir laut.Alat permainan yang dipergunakan adalah biji simbang yang dapat berupa kulit siput atau kerang-kerang kecil.Benda-benda ini dapat dijumpai dengan mudah di pantai.Jika kulit kerang sulit ditemukan karena memang tidak saatnya musim kerang, maka lat permainan dapat diganti dengan batu kerikil yang banyak di temukan sekitar halaman rumah.
      Ada dua cara dalam bermain simbang, yaitu: main nyurang dan main berundung. Main nyurang, artinya bermain seorang-seorang (individual) dengan jumlah pemain 2--4 orang. Sedangkan, main berundung adalah bermain dengan sistem beregu yang terdiri dari dua regu dan jumlah pemainnya 3--6 orang. Aturan mainnya, baik itu main nyurung maupun berundung nyaris sama, yaitu seseorang harus melambungkan “bola induk”, kemudian mengambil buah simbang yang berjumlah 5--6 buah. Sekali melambungkannya pemain diharuskan mengambil buah simbang yang jumlahnya bertambah banyak (lambungan yang pertama sebuah; kedua dua buah; dan seterusnya).Jika seluruh simbang telah terambil, maka yang bersangkutan mendapat angka.Sebaliknya, jika sedang melambungkan “bola induk” tetapi tidak berhasil mengambil simbang yang ditentukan, maka dia dinyatakan des dan digantikan oleh pemain lainnya.
Perbedaan antara main nyurung dan berundung adalah pada main nyurung posisi duduk para pemainnya melingkar.Kemudian, penggiliran mainnya mengikuti arah kebalikan jarum jam.Sedangkan pada main berundung, giliran bermainnya harus selang seling (lawan, kawan, lawan, kawan dan seterusnya).Mengingat bahwa pemain harus mempunyai kecepatan tangan dan ketepatan saat mengambil simbang, maka pemain dituntut untuk mempunyai keahlian yang cukup. Oleh karena itu, hanya anak yang telah berumur di atas 5 tahun saja yang dapat bermain simbang Perkembangan permainan simbang saat ini hanya terjadi pada “bola induk” dan simbang-nya saja. Dalam hal ini tidak lagi menggunakan kulit kerang kerangan, melainkan bola bekel, bola tenis, dan lain sebagainya yang dapat memantul di semen atau tanah.

2.2 Peralatan atau Pelaku dan Sistem Permainan “Simbang”

      Lazimnya disiapkan oleh masing-masing pemain dari kulit-kulit kerang ataupun kulit siput yang bagus, licin, dan elok dipandang mata.Tempat bermain biasanya di ruangan bangsal, beranda ataupun di teras-teras rumah.Sebuah pelambung, sebuah seorang.
Selain itu, juga ada buah simbang, 5 atau 6 biji, yang telah dipersiapkan bersama-sama berupa kulit kerang-kerangan, dan ada pula terdiri dari batu-batu kecil dan bagus serta bersih.
Permainan simbang mengenal 2 cara untuk bertanding, yaitu “main nyurang” dan “main berudung”. Kalau main nyurang hanya untuk permainan perseorangan, tidak berkawan, yang satu dengan lainnya merupakan lawan.
      Sedangkan main berudung adalah permainan yang dilakukan dengan cara beregu, yaitu dua regu yang saling bertanding. Permainan ini dimainkan oleh anak-anak perempuan yang berusia antara 6 sampai 17 tahun dengan jumlah pemainnya antara 2 sampai 6 orang anak.
Beberapa istilah dalam permainan simbang ini hendaklah dipahami oleh setiap pemain, yaitu antara lain :
  • Tingkop, artinya membalikkan telapak tangan untuk mengambil buah simbang yang dilambung.
  • Seguk, artinya tersentuh buah lainnya ketika jari jemari memungut buah simbang yang sedang dimainkan.
  • Ngarai, artinya menyebarkan buah simbang agak bertaburan.
  • Raup, artinya menyebarkan buah simbang dengan sekali genggam.
  • Ngato, artinya mengatur buah simbang itu satu persatu sambil melambungkan induk simbang.
  • Pelambung, buah induk yang dijadikan pelambung pokok.
  • Cakrit, artinya kalah.
Sistem permainanya yaitu  sebelummelakukan permainan, baik main nyurang maupun main berudung, para pemain duduk melingkar. Dan  pusat permainan itu di tengah  lingkaran tersebut.Dalam permainannyurang yang biasanya terdiri dari 3 – 5 orang pemain duduk melingkar dengan arah giliran bermain mengikuti arah kebalikan jarum jam, yaitu berjalan dari arah kiri ke kanan.Untuk mengatur letak duduk masing-masing itu ditentukan oleh nomor urut membawa yang didapati dengan cara undian yang disebut “ningkop”.
Langkah pertama, yang dilakukan adalah ngarai, dan langsung mengambil satu.Sesudah ngarai, induk lambung dilamnbungkan.Sambil menyambut induk lambung, pemain langsung mengambil biji simbang dengan sebelah tangan, satu persatu.Jika hal itu tidak berhasil dilakukan maka pemain langsung mengambil dua.
Langkah kedua, mengambil dua yang dilakukan dengan melambungkan induk lambung, sambil mengarai biji simbang dengan sebelah tangan.Sementara itu induk disambut dengan tangan itu juga.Jika berhasil induk lambung dilambungkan lagi smabil mengambil dua biji simbang sekali ambil.Hal itu dilakukan berturut-turut sehingga kelima atau ke-enam biji simbang habis.
Langkah berikutnya baru berhak membawa atau membuka permainan lagi jika pemain sebelumnya des atau dalam istilah permainan disebut mati. Pemain yang sebelumnya telah menyelesaikan permainannya atau selesai membawa sehingga ia telah mengumpulkan nilai. Pemain atau pembawa berikutnya bermain dengan mengikuti tahapan-tahapan permainan seperti yang dilakukan oleh pemain sebelumnya sehingga ia juga mengumpulkan nilai, seandainya gagal menyelesaikan permainannya maka ia harus menunggu giliran bermain pada putaran berikutnya. Bila belum gagal, ia telah berhasil melampaui beberapa langkah meneruskan permaianan yang tadi terhenti.

2.3 Nilai Budaya yang Terkandung dalam Permainan “Simbang”

            Ada beberapa nilai budaya yang terkandung di dalam permainan simbang, diantaranya yaitu:
1.      Nilai Sportivitas
Meskipun permainan simbang hanya merupakan hiburan untuk mengisi waktu luang atau senggang para pemain harus bersikap sportif dan jujur. Apabila ada pemain yang tidak jujur pemain lain berhak untuk menegur atau memperingatkan perbuatan kawannya. Pemain yang seringkali tidak jujur dalam bermain akan dikucilkan oleh teman-teman.
2.      Nilai Sosial
Nilai social dalam permainan simbang terlihat dari keikutsertaan para pemain untuk mencari buah simbang yang berupa kulit lokan.Kulit lokan ini dapat diperoleh di tepi-tepi laut.Sebelumnya bermain, mereka bersama-sama membersihkan dan menghias kulit lokan tersebut.Semua dapat berlangsung bila ada kerjasama dan kekompakan diantara para pemain.Kekompakan dapat terjalin bila ada komunikasi dan pengertian diantara mereka.Keharmonisan dan kekompakan hubungan antar pemain sangat diperlukan terutama dalam permainan dengan sistem beregu atau berkelompok.Setiap regu pasti ingin meraih kemenangan dalam suatu pertandingan.
3.      Nilai Kebersamaan
Permainan simbang dapat dilakukan baik secara perorangan maupun berkelompok.Nilai kebersamaan dalam permainan ini terlihat dari kerjasama pemain yang saling bahu membahu setahap demi setahap berusaha meraih kemenangan.
4.      Nilai Demokrasi
Permainan simbang tidak ada perbedaan satatus anatara pemain yang satu dengan yang lainnya, semua sama. Setiap pemain bebas menyampaikan pendapatnya.Semua pendapat ditampung dan diterima sebagai masukan jika pendapat tersebut logis dan masuk akal.Pendapat yang diterima dengan kesepakatan dijadikan acuan untuk berbuat dan bertindak.
5.      Nilai Pendidikan
Nilai pendidikan dalam permainan tercermin melalui kreativitas anak-anak memanfaatkan bahan-bahan alam seperti kulit lokan atau karang-karang kecil untuk menjadi alat permainan simbang.Dengan demikian, untuk melakukan permainan ini anak-anak tidak perlu mengeluarkan uang karena mereka memanfaatkan bahan ayng tersedia di lingkungan mereka.
6.      Nilai Ketangkasan dan Keuletan
Setiap permainan baik dalam permainan kelompok maupun perorangan dituntut untuk cakap dan ulet dalam bermain.Dalam bermain simbang, seorang pemain harus tangkas melambungkan dan menyambut induk simbang dengan satu tangan. Untuk menjadi seorang pemain yang handal, ia harus ulet dan tekun berlatih.


















BAB III

PENUTUP

 

3.1 Kesimpulan

            Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa jenis permaina yang bersifat bermain, tidak memerlukan biaya untuk memainkannya.Walaupun menggunakan alat, namun dapat diperoleh di sekitar lingkungan kita.Cara membuatnyapun tidak begitu rumit dan dapat dipersiapkan sesaat saja.Seperti permainan simbang tadi, alat-alat yang diperlukan sangatlah sederhana dan mudah kita jumpai. Dari permainan simbang jika dikembangkan dapat memperkaya nilai budaya nasional, karena  tidak bertentangan dengan  pancasila. Bahkan unsur-unsur yang terkandung dalam permainan rakyat tersebut seperti nilai sportivitas, social, kebersamaan, demokrasi, pendidikan, ketangkasan, dan keuletan, sangat relavan dengan nilai-nilai pembangunan dewasa ini.

3.2 Saran

            Permaina rakyat yang bermacam ragam hendaknya dapat dilestarikan dengan cara memainkannya sesering mungkin.Di samping itu, permainan-permainan tersebut dapat dimasukkan dalam pelajaran olahraga dan kesenian di sekolah-sekolah. Jika hal ini dapat dilaksanakan, sedikit banyak tentu akan bermanfaat bagi para orang tua dan pendidik dalam mengantisipasi dampak negative dari permainan elektronik yang akhir-akhir ini kian marak di berbagai tempat.


 

 



DAFTAR PUSTAKA


Danandjaya, James. 1991. Foklore Indonesia. Jakarta: Grafiti.
Halimah, Uun. 2008. Permainan Besimbang.(http://uun- halimah.blogspot.co.id/2008/02/permainan-besimbang-kepri.html). Diakses pada 27 Desember 2016. Pukul 11.05 WIB.\
Karir.  2012. Permainan tradisional Indonesia dan Nilai Budaya  Permainan Tradisional . (http://permainantradisionalindonesia.blogspot.co.id/2012/12/nilai-budaya-permainan-tradisional.html). Diakses pada 27 Desember 2016.Pukul 11.24 WIB.
Nia. 2016. Permainan  Tradisional Melayu  Riau Indonesia. (http://riauberbagi.blogspot.co.id/2016/08/permainan-tradisional-melayu-riau-indonesia-simbang.html). Diakses pada 27 Desember 2016.Pukul 11.10 WIB.
Novendra, dkk. 1997. Pembinaan Nilai Budaya Melalui Permainan Rakyat Daerah Riau. Tanjung Pinang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

No comments:

Post a Comment