SEBAGAI PEMBINAAN NILAI-NILAI
BUDAYA
Tugas Akhir Semester
Mata Kuliah Sastra
Anak-Anak

Oleh:
Nafisatun
Nurroh
121511133063
Kelas
C
SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS AIRLANNGGA
2017
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas segala rahmat-Nya, sehingga makalah ini dapat tersusun sampai selesai.
Tidak lupa penulis mengucapakan banyak terimakasih kepada pengampu mata kuliah Sastra
Anak-Anak yang telah membimbing mata kuliah Sastra Anak-Anak.
Harapan penulis semoga makalah ini
dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca.penulis juga
berharap makalah ini dapat memenuhi syarat sebagai tugas ulangan akhir
semester.
Karena keterbatasan pengetahuan
maupun pengalaman penulis, penulis yakin masih banyak kekurangan dalam makalah
ini.Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dari pembaca demi kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Surabaya, 23 Desember 2016
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Zaman sekarang, permainan tradisional sudah banyak
dilupakan oleh anak - anak, terutama mereka yang tinggal di perkotaan.Sekarang
ini sudah sangat jarang bahkan sulit menjumpai anak anak yang memainkan
permainan tradisional.Perubahan zaman yang menggeser semangat anak-anak
sekarang ini untuk mengenal permainan tradisional.Anak-anak sekarang hidup di zaman
yang serba canggih.Banyak faktor yang membuat anak tidak sempat lagi menikmati
menariknya berbagai permainan tradisional.Meskipun aksesnya tradisonal, tetapi
justru bermacam-macam manfaat ada dalam permainan tradisional ini.Bergesernya
minat anak-anak sekarang terhadap memilih permainan yang lebih modern dan
elektronik dipicu juga oleh keadaan ekonomi dan faktor lingkungan tempat
tinggal.
Bermain game online di tablet, aneka game di mal, dan
game berbasis elektronik lebih dipilih oleh anak sekarang ketimbang bermain
bekel, gasing, petak umpet, perbentengan, lompat tali, atau congklak. Kalau di
pedesaan mungkin kita masih bisa melihat anak bermain gasing, bekel dan
permainan sejenisnya tetapi di perkotaan pemandangan seperti itu sulit untuk
ditemui lagi.Padahal banyak manfaatnya loh jika anak mau diperkenalkan pada
permainan tradisional. Untuk itu sebagai orangtua, mari kita mengenalkan kepada
anak anak kita bahwa permainan tradisional tidak kalah menariknya dengan
permainan modern. Dukungan orangtua dan lingkungan sangat membantu agar
permainan tradisional tidak punah dan tetap dikenal sepanjang masa sebagai
warisan budaya kita.
Budaya Indonesia pada hakikatnya
adalah satu, sedangkan corak ragam budaya yang ada menggambarkan kekayaan
budaya bangsa yag menjadi modal dan landasan budaya bagsa secara keseluruhan. Sampai
saat ini, kebudayaan nasional masih dalam proses pembentuka. Oleh karena tidak
semua nilai budaya daerah yang ada (nusantara) sesuai dengan nilai
pembangunan.Banyak diantaranya yang masih besifat feodalistis, kolonialistis,
bahkan juga mistis.Berhubung nilai-nilai budaya asional yang ingin kita bina
atau kembangka adalah bersifat Pancasilais, modern dalam arti pembangua, maka
nilai budaya daerah (nusantara) yang aka kita pergunaka untuk membangun nilai
budaya Nasional Indonesia, harus kita sering dahulu denga mempergunakan
nilai-nilai Pacasila dan pembangunan sebagai alat seringnya.
Permainan rakyat nusantara (daerah)
dapat dijadikan sebagai lat pembinaan nilai budaya pembangunan kebudayaan
nasional Indonesia. Semua ini dapat dibuktikan dengan cara melihat cirri-ciri
dan guna dari permainan rakyat dan menyimak hakikat dari nilai budaya
Pembanguna Nasional Indonesia. Oleh karena permaina rakyat suatu daerah cukup
bayak jumlah dan jenisnya, dan tidak semua permaina rakyat itu sesuai dengan
nilai-nilai pembanguan, maka permasalahan dalam penelitian ini jenis permainan
rakyat yang bagaimana yang dapat di kembangkan bagi pembinaan nilai budaya
pembangunan nasional.
1.2.Rumusan Masalah
a. Apakah permainan “Simbang” itu?
b. Apa sajakah peralatan atau pelaku dan
sistem permainan “Simbang”?
c. Apakah nilai budaya yang terkandung
dalam permainnan “Simbang” tersebut?
1.3.Tujuan
a. Untuk mengetahui permainan “Simbang”.
b. Untuk mengetahui peralatan atau pelaku
dan sistem permainan “Simbang”.
d. Untuk mengetahui nilai budaya yang
terkandung dalam permainan “Simbang”.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Permainan “Simbang”
Besimbang
atau bermain simbang adalah sejenis permainan anak-anak yang banyak dimainkan
oleh anak-anak. Permainan besimbang ini dimainkan oleh para gadis ketika mereka
sedang menunggu lading atau jemuran di tepi pantai pada waktu siang hari, atau
pada saat mereka senggang, permainan besimbang tidak ada kaitannya dengan
peristiwa-peristiwa sosial tertentu dan tidak mengandung unsure-unsur magis.
Pada dasarnya permainan besimbang merupakan sarana hiburan untuk anak remaja
terutama gadis-gadis.Dengan memainkan permainan ini, mereka menghilangkan rasa
jenuh dan bosan.
Besimbang
atau bermain simbang adalah suatu permainan yang terdapat di Sedanau, Kepulauan
Riau.Besimbang mirip dengan bekel, hanya saja, bola “induk” yang digunakan
bukanlah bola bekel yang dapat memantul, melainkan terbuat dari kulit-kulit
kerang ataupun kulit siput yang bagus dan licin.Permainan ini telah ada sejak
zaman kekuasaan Sultan Riau pada abad XVII.
Permainan
besibang ini biasanya dimainkan oleh masyarakat yang tinggal di pinggir laut.Alat
permainan yang dipergunakan adalah biji simbang yang dapat berupa kulit siput
atau kerang-kerang kecil.Benda-benda ini dapat dijumpai dengan mudah di
pantai.Jika kulit kerang sulit ditemukan karena memang tidak saatnya musim
kerang, maka lat permainan dapat diganti dengan batu kerikil yang banyak di
temukan sekitar halaman rumah.
Ada dua
cara dalam bermain simbang, yaitu: main nyurang dan main berundung. Main
nyurang, artinya bermain seorang-seorang (individual) dengan jumlah pemain 2--4
orang. Sedangkan, main berundung adalah bermain dengan sistem beregu yang
terdiri dari dua regu dan jumlah pemainnya 3--6 orang. Aturan mainnya, baik itu
main nyurung maupun berundung nyaris sama, yaitu seseorang harus melambungkan
“bola induk”, kemudian mengambil buah simbang yang berjumlah 5--6 buah. Sekali
melambungkannya pemain diharuskan mengambil buah simbang yang jumlahnya
bertambah banyak (lambungan yang pertama sebuah; kedua dua buah; dan
seterusnya).Jika seluruh simbang telah terambil, maka yang bersangkutan mendapat
angka.Sebaliknya, jika sedang melambungkan “bola induk” tetapi tidak berhasil
mengambil simbang yang ditentukan, maka dia dinyatakan des dan digantikan oleh
pemain lainnya.
Perbedaan antara main nyurung dan
berundung adalah pada main nyurung posisi duduk para pemainnya
melingkar.Kemudian, penggiliran mainnya mengikuti arah kebalikan jarum
jam.Sedangkan pada main berundung, giliran bermainnya harus selang seling
(lawan, kawan, lawan, kawan dan seterusnya).Mengingat bahwa pemain harus
mempunyai kecepatan tangan dan ketepatan saat mengambil simbang, maka pemain
dituntut untuk mempunyai keahlian yang cukup. Oleh karena itu, hanya anak yang
telah berumur di atas 5 tahun saja yang dapat bermain simbang Perkembangan
permainan simbang saat ini hanya terjadi pada “bola induk” dan simbang-nya
saja. Dalam hal ini tidak lagi menggunakan kulit kerang kerangan, melainkan
bola bekel, bola tenis, dan lain sebagainya yang dapat memantul di semen atau
tanah.
2.2 Peralatan atau Pelaku dan Sistem Permainan “Simbang”
Lazimnya disiapkan oleh
masing-masing pemain dari kulit-kulit kerang ataupun kulit siput yang bagus, licin,
dan elok dipandang mata.Tempat bermain biasanya di ruangan bangsal, beranda
ataupun di teras-teras rumah.Sebuah pelambung, sebuah seorang.
Selain itu, juga ada buah simbang, 5 atau 6 biji, yang telah dipersiapkan bersama-sama berupa kulit kerang-kerangan, dan ada pula terdiri dari batu-batu kecil dan bagus serta bersih.
Permainan simbang mengenal 2 cara untuk bertanding, yaitu “main nyurang” dan “main berudung”. Kalau main nyurang hanya untuk permainan perseorangan, tidak berkawan, yang satu dengan lainnya merupakan lawan.
Selain itu, juga ada buah simbang, 5 atau 6 biji, yang telah dipersiapkan bersama-sama berupa kulit kerang-kerangan, dan ada pula terdiri dari batu-batu kecil dan bagus serta bersih.
Permainan simbang mengenal 2 cara untuk bertanding, yaitu “main nyurang” dan “main berudung”. Kalau main nyurang hanya untuk permainan perseorangan, tidak berkawan, yang satu dengan lainnya merupakan lawan.
Sedangkan main berudung adalah permainan
yang dilakukan dengan cara beregu, yaitu dua regu yang saling bertanding.
Permainan ini dimainkan oleh anak-anak perempuan yang berusia antara 6 sampai
17 tahun dengan jumlah pemainnya antara 2 sampai 6 orang anak.
Beberapa istilah dalam permainan simbang ini hendaklah dipahami oleh setiap pemain, yaitu antara lain :
Beberapa istilah dalam permainan simbang ini hendaklah dipahami oleh setiap pemain, yaitu antara lain :
- Tingkop, artinya membalikkan telapak tangan untuk mengambil buah simbang yang dilambung.
- Seguk, artinya tersentuh buah lainnya ketika jari jemari memungut buah simbang yang sedang dimainkan.
- Ngarai, artinya menyebarkan buah simbang agak bertaburan.
- Raup, artinya menyebarkan buah simbang dengan sekali genggam.
- Ngato, artinya mengatur buah simbang itu satu persatu sambil melambungkan induk simbang.
- Pelambung, buah induk yang dijadikan pelambung pokok.
- Cakrit, artinya kalah.
Sistem
permainanya yaitu sebelummelakukan
permainan, baik main nyurang maupun main berudung, para pemain duduk melingkar.
Dan pusat permainan itu di tengah lingkaran tersebut.Dalam permainannyurang
yang biasanya terdiri dari 3 – 5 orang pemain duduk melingkar dengan arah
giliran bermain mengikuti arah kebalikan jarum jam, yaitu berjalan dari arah
kiri ke kanan.Untuk mengatur letak duduk masing-masing itu ditentukan oleh
nomor urut membawa yang didapati dengan cara undian yang disebut “ningkop”.
Langkah
pertama, yang dilakukan adalah ngarai, dan langsung mengambil satu.Sesudah
ngarai, induk lambung dilamnbungkan.Sambil menyambut induk lambung, pemain
langsung mengambil biji simbang dengan sebelah tangan, satu persatu.Jika hal
itu tidak berhasil dilakukan maka pemain langsung mengambil dua.
Langkah
kedua, mengambil dua yang dilakukan dengan melambungkan induk lambung, sambil
mengarai biji simbang dengan sebelah tangan.Sementara itu induk disambut dengan
tangan itu juga.Jika berhasil induk lambung dilambungkan lagi smabil mengambil
dua biji simbang sekali ambil.Hal itu dilakukan berturut-turut sehingga kelima
atau ke-enam biji simbang habis.
Langkah
berikutnya baru berhak membawa atau membuka permainan lagi jika pemain
sebelumnya des atau dalam istilah permainan disebut mati. Pemain yang
sebelumnya telah menyelesaikan permainannya atau selesai membawa sehingga ia
telah mengumpulkan nilai. Pemain atau pembawa berikutnya bermain dengan
mengikuti tahapan-tahapan permainan seperti yang dilakukan oleh pemain
sebelumnya sehingga ia juga mengumpulkan nilai, seandainya gagal menyelesaikan
permainannya maka ia harus menunggu giliran bermain pada putaran berikutnya.
Bila belum gagal, ia telah berhasil melampaui beberapa langkah meneruskan
permaianan yang tadi terhenti.
2.3 Nilai Budaya yang Terkandung dalam Permainan “Simbang”
Ada beberapa nilai
budaya yang terkandung di dalam permainan simbang, diantaranya yaitu:
1. Nilai Sportivitas
Meskipun permainan simbang hanya
merupakan hiburan untuk mengisi waktu luang atau senggang para pemain harus
bersikap sportif dan jujur. Apabila ada pemain yang tidak jujur pemain lain
berhak untuk menegur atau memperingatkan perbuatan kawannya. Pemain yang
seringkali tidak jujur dalam bermain akan dikucilkan oleh teman-teman.
2. Nilai Sosial
Nilai social dalam permainan
simbang terlihat dari keikutsertaan para pemain untuk mencari buah simbang yang
berupa kulit lokan.Kulit lokan ini dapat diperoleh di tepi-tepi laut.Sebelumnya
bermain, mereka bersama-sama membersihkan dan menghias kulit lokan
tersebut.Semua dapat berlangsung bila ada kerjasama dan kekompakan diantara
para pemain.Kekompakan dapat terjalin bila ada komunikasi dan pengertian
diantara mereka.Keharmonisan dan kekompakan hubungan antar pemain sangat
diperlukan terutama dalam permainan dengan sistem beregu atau
berkelompok.Setiap regu pasti ingin meraih kemenangan dalam suatu pertandingan.
3. Nilai Kebersamaan
Permainan simbang dapat dilakukan
baik secara perorangan maupun berkelompok.Nilai kebersamaan dalam permainan ini
terlihat dari kerjasama pemain yang saling bahu membahu setahap demi setahap berusaha
meraih kemenangan.
4. Nilai Demokrasi
Permainan simbang tidak ada
perbedaan satatus anatara pemain yang satu dengan yang lainnya, semua sama.
Setiap pemain bebas menyampaikan pendapatnya.Semua pendapat ditampung dan
diterima sebagai masukan jika pendapat tersebut logis dan masuk akal.Pendapat
yang diterima dengan kesepakatan dijadikan acuan untuk berbuat dan bertindak.
5. Nilai Pendidikan
Nilai pendidikan dalam permainan
tercermin melalui kreativitas anak-anak memanfaatkan bahan-bahan alam seperti
kulit lokan atau karang-karang kecil untuk menjadi alat permainan
simbang.Dengan demikian, untuk melakukan permainan ini anak-anak tidak perlu
mengeluarkan uang karena mereka memanfaatkan bahan ayng tersedia di lingkungan
mereka.
6. Nilai Ketangkasan dan Keuletan
Setiap permainan baik dalam
permainan kelompok maupun perorangan dituntut untuk cakap dan ulet dalam
bermain.Dalam bermain simbang, seorang pemain harus tangkas melambungkan dan
menyambut induk simbang dengan satu tangan. Untuk menjadi seorang pemain yang handal,
ia harus ulet dan tekun berlatih.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa jenis permaina yang bersifat bermain, tidak memerlukan
biaya untuk memainkannya.Walaupun menggunakan alat, namun dapat diperoleh di
sekitar lingkungan kita.Cara membuatnyapun tidak begitu rumit dan dapat
dipersiapkan sesaat saja.Seperti permainan simbang tadi, alat-alat yang
diperlukan sangatlah sederhana dan mudah kita jumpai. Dari permainan simbang
jika dikembangkan dapat memperkaya nilai budaya nasional, karena tidak bertentangan dengan pancasila. Bahkan unsur-unsur yang terkandung
dalam permainan rakyat tersebut seperti nilai sportivitas, social, kebersamaan,
demokrasi, pendidikan, ketangkasan, dan keuletan, sangat relavan dengan
nilai-nilai pembangunan dewasa ini.
3.2 Saran
Permaina rakyat yang
bermacam ragam hendaknya dapat dilestarikan dengan cara memainkannya sesering
mungkin.Di samping itu, permainan-permainan tersebut dapat dimasukkan dalam pelajaran
olahraga dan kesenian di sekolah-sekolah. Jika hal ini dapat dilaksanakan,
sedikit banyak tentu akan bermanfaat bagi para orang tua dan pendidik dalam
mengantisipasi dampak negative dari permainan elektronik yang akhir-akhir ini
kian marak di berbagai tempat.
DAFTAR PUSTAKA
Danandjaya,
James. 1991. Foklore Indonesia.
Jakarta: Grafiti.
Halimah, Uun. 2008. Permainan Besimbang.(http://uun-
halimah.blogspot.co.id/2008/02/permainan-besimbang-kepri.html).
Diakses pada 27 Desember 2016. Pukul 11.05 WIB.\
Karir. 2012. Permainan
tradisional Indonesia dan Nilai Budaya
Permainan Tradisional . (http://permainantradisionalindonesia.blogspot.co.id/2012/12/nilai-budaya-permainan-tradisional.html).
Diakses pada 27 Desember 2016.Pukul 11.24 WIB.
Nia. 2016. Permainan Tradisional
Melayu Riau Indonesia. (http://riauberbagi.blogspot.co.id/2016/08/permainan-tradisional-melayu-riau-indonesia-simbang.html).
Diakses pada 27 Desember 2016.Pukul 11.10 WIB.
Novendra, dkk. 1997. Pembinaan Nilai Budaya Melalui Permainan
Rakyat Daerah Riau. Tanjung Pinang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
No comments:
Post a Comment