Sunday, November 19, 2017

MUSIK POP SEBAGAI WUJUD FENOMENA BUDAYA URBAN DI PERKOTAAN



MUSIK POP SEBAGAI WUJUD FENOMENA
BUDAYA URBAN DI PERKOTAAN

Tugas Akhir Semester
Mata Kuliah Pengantar Kajian Budaya Urban

Oleh :
Nafisatun Nurroh
121511133063
Kelas A-1

SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS AIRLANGGA
                                                 SURABAYA                           
2017
MUSIK POP
            Musik pop istilah awalnya berasal dari singkatan “populer”, adalah sebuah genre musik dari musik populer yang berasal dalam bentuk modern pada 1950-an, yang berasal dari rock and roll. Istilah musik populer dan musik pop sering digunakan secara bergantian, meskipun yang pertama adalah deskripsi musik yang populer (dan dapat termasuk gaya apapun), sedangkan yang terakhir adalah genre tertentu yang mengandung kualitas daya tarik masa. Musik Populer merupakan jenis-jenis musik yang saat ini digemari oleh masyarakat awam. Musik jenis ini juga merupakan musik yang sesuai dengan keadaan zaman pada saat ini, sehingga sesuai dengan di telinga kebanyakan orang.
Musik ini memiliki ciri, dalam penggunaan ritme yang terasa bebas dengan mengutamakan permainan drum dan gitar bass. Biasanya, para musisinya juga menambah daya tarik dan penghayatan pendengar atau penikmatnya. Musik pop ini juga dapat dibedakan menjadi musik pop anak-anak dan musik pop dewasa. Alat-alat musik yang biasanya digunakan biasanya: Gitar Listrik, Bass Guitar, Drums, Keyboard, Gitar Akustik, Piano.
Musik Pop ada di mana-mana dan menjadi bagian yang tidak terelakkan dari kehidupan kita. Dulu, untuk menemukan musik pop harus bersusah payah, namun sekarang musik pop muncul ke mana pun kita pergi. Kita menemuinya di mal perbelanjaan, supermarket, di jalanan, di tempat kerja, di taman, di klub, di restoran, kafe-kafe, televisi, dan sebagainya. Selain itu, kita juga bias menemukan nnya di took-toko music, dalam koleksi musik pribadi, dalam gramofon, di pelbagai konser dan festival. Pilihan-pilihan musikal kita memberi kontribusi pada pemahaman kita akan diri. Pilihan itu juga mendorong kesejahteraan ekonomi industry musik. Saat ini, nilai penting music pop, yang tentu saja bersifat cultural dan ekonomi, telah membawanya menjadi focus sentral dalam cultural studies. Di sini akan dibahas mengenai kata-kata dan musik (membuat kata-kata sederhana menjadi enak didengar), hubungan Kaum Muda dan Musik Pop, serta Ekonomi Politik yang terdapat dalam Musik Pop.

Kata-Kata dan Musik ( Membuat Kata-Kata Sederhana Menjadi Enak Didengar)
            Tatkala kita mengatakan musik populer, sering kali yang ada di benak kita adalah lagu. Dan jika kita mengajukan pertanyaan apa maksud lagu ini, begitu sering kita menjawab dengan mengacu pada muatan liriknya. Padahal makna sebuah lagu tidak bisa direduksi sebatas kata-kata di halaman kertas. Lirik ditulis untuk dimainkan. Lirik hanya kan benar-benar hidup dalam penampilan seorang penyanyi. Bunyi yang timbul di sekitar kata-kata, misalnya ketidakmampuan menemukan kata-kata yang tepat dan karena itu menggantinya dengan bahsa sehari-hari, merupakan tanda emosi dan kesungguhan nyata. Ketidakjelasan penuturan kata, bukan puisi, merupakan tanda konvensional dari kesungguhan penulis lagu popular. Kesenangan terhadap musik bukanlah kesenangan terhadap representasi dari sesuatu yang telah terjadi di tempat lain, melainkan kesenangan akan apa yang didapat dari sifat-sifat esensial dan materialitas makna. Kesenangan dan kekuatan musik popular bukan kepada performa emosi melainkan pada emosi performa.
            Kritik terhadap dugaan kedangkalan lirik-lirik musik pop, karenanya kehilangan fokus. Kata-kata dalam musik pop tidak dimaksudkan sebagai sajak dan berupaya mengklaimnya sebagai demikian. Music pop meminjam bahasa sehari-hari klise, kata-kata basi, kejadian sehari-hari, dan mementaskannya dalam sebuah permainan suara dan performa yang efektif. Politik ini berkenaan dengan kekuasaan, dan musik pop bisa mempunyai kekuatan besar. Para politisi telah lama menyadari hal ini. Mereka kerap kali berangan-angan menelikung selera komunitas musik pop menjadi voting atau pemungutan suara konsistuen partai politik. Prospek suara kaum muda telah menggoda banyak politisi untuk menambah musik pop.
            Para politisi menceburkan diri mereka dalam musik pop dengan cara lain, misalnya tuntutan terhadap sensor. Musik pop bisa bersifat politis jika para musisi mengatakan pelarangan terhadap suatu lagu untuk dilejitkan. Komunitas-komunitas yang memiliki selera tertentu bisa menjadi konstuensi politik. Contoh lain dari pop politi yaitu, oposisis terhadap perang yang merupakan prinsip sentral pengartikulasian budaya tanding, music mengekspresikan nilai-nilai maupun aspirasi budaya tanding, sementara pada saat yang sama musik membantu mengosolidasikan dan mereproduksi budaya.
            Definisi lain mengenai musik pop adalah musik pop yang diorganisasi secara politik. Menggunakan musik pop untuk membentuk konstituensi bagi kampanye politik spesifik membuat music pop bersifat politis. Kita tentu saja bisa sinis dan menegaskan bahwa para penampil yang mendukung kampanye politik telah bertindak semata-mata untuk menjual kaset. Berdasar atau tidak, sinisme semacam itu seharusnya tidak mendukung kesaksian dalam penyambutan yang hangat dan sangat berpengaruh.
            Menyebut musik pop bersifat politik berarti membawanya memainkan keragaman makna. Musik pop bisa bersifat secara stimulan dengan banyak cara yang berbeda. Sebagaimana diuraikan John Street (1986), politik musik merupakan kombinasi dari kebijakan negara, praktik bisnis, pilihan artistic, dan respons khalayak. Masing-masing elemen ini menempatkan batasan-batasan pada dan menawarkan perbagai kemungkinan bagi politik musik pop.

Kaum Muda dan Musik Pop
            Musik tentunya sudah tidak asing lagi dalam kehidupan kita, musik merupakan salah satu produk budaya dari manusia. Kehadiran musik telah membawa pengaruh dalam setiap peradaban manusia. Musik yang muncul pada setiap peradaban mengandung nilai yang berbeda pada setiap periodenya. Begitu juga dengan kehadiran musik pop, sudah menjadi bagian dari budaya populer dan bersifat massa. Perkembangan gagasan budaya massa sendiri telah menyeruak ke permukaan sejak dasawarsa 1920-an dan 1930-an. Pada periode tersebut merupakan titik balik penting dalam kajian dan evaluasi budaya populer. Hal ini ditandai dengan munculnya sinema dan radio, produksi massal dan konsumsi kebudayaan, bangkitnya Fasisme dan kematangan demokrasi liberal di sejumlah negara Barat, semuanya memainkan peranan dalam memunculkan perdebatan atas budaya massa(pop). Musik pop sudah menjadi sesuatu yang sangat dekat dengan anak muda, dengan adanya media dan teknologi mempermudah dalam mengakses musik pop.
            Berkaitan dengan budaya musik pop, sebagaimana yang dikatakan oleh Stuart Hall dan Paddy Whannel (1964), “potret anak muda sebagai orang lugu yang di eksploitasi oleh industri musik pop terlalu disederhanakan (269). Menanggapi hal ini, mereka berpendapat bahwa konflik yang sangat sering antara penggunaan teks atau praktik yang dipahami oleh khalayak, dan penggunaan yang dimaksudkan oleh para produser. Secara signifikan mereka mengakui bahwa konflik ini secara khusus menjadi ciri ranah hiburan remaja sampai tingkat tertentu, konflik ini juga jamak bagi seluruh wilayah hiburan massa dengan sebuah setting komersial. Budaya musik pop, lagu, majalah, konser, festival, komik, wawancara dengan bintang pop, film, dan sebagainya membantu memperlihatkan pemahaman akan identitas di kalangan muda.
            Musik jenis pop mempertontonkan realisme emosional, laki-laki dan perempuan muda mengidentifikasi diri mereka sendiri dengan representasi kolektif dan menggunakannya sebagai fiksi-fiksi penuntun. Fiksi simbolik tersebut adalah cerita rakyat yang dengan itu anak usia belasan, sebagian, membentuk dan menyusun pandangan dunianya. Selain itu anak muda usia belasan tahun juga menggunakan cara berbicara tertentu, tempat nongkrong tertentu, cara menari tertentu, dan cara berbusana tertentu, untuk memperlihatkan jarak dengan dunia orang dewasa. Mereka menggambarkan gaya busana sebagai seni pop mirror yang digunakan untuk mengekspresikan sikap kontemporer tertentu.
            Mengonsumsi musik tertentu menjadi sebuah cara mengada di dunia, konsumsi musik digunakan sebagai tanda yang dengannya kaum muda menilai dan dinilai oleh orang lain. Menjadi subkultur anak muda berarti memperlihatkan selera musikal tertentu dan mengklaim bahwa konsumsinya adalah tindakan kreasi komunal. Musik pop merupakan bagian integral dari budaya komunitas anak muda penggemar motor. Terdapat empat homologi menurut Willis di antara subkultur dan konsumsinya terhadap musik. Pertama, kesatuan historis musik memungkinkan konsumsinya menandai perbedaan dan perbedaan dengan mereka yang mengonsumsi musik pop kontemporer. Kesatuan ini memberikan sense autentitas kepada kelompok tersebut. Kedua, musik itu, terutama Elvis P muda dan Buddy H, dimengerti sebagai mengabsahkan maskulinitas agresif dalam perayaannya sebagian besar diartikulasikan melalui penyuaraan vokal dan energi musik, ketimbang dalam muatan liriknya atas respons fidik dank eras terhadap dunia yang kejam dan tidak pasti. Dengan demikian musik ini dipandang punya kapasitas mengkonkretkan dan mengautentikkan komitmen kelompok untuk memamerkan maskulinitas yang agresif.

Ekonomi Politik Musik Pop
            Analisis paling sistematis dan paling membakar terhadap budaya massa serta paling menantang siapa pun yang mengklaim bahkan sejumput nilai atas produk-produk industri musik yang diproduksi dalam jumlah besar adalah representasi dari ekonomi politik menurut Simon Frith (1983), karya Theodor Adorno.  Musik pop di standarisasikan standarisasi, yaitu meluas mulai dari segi-segi yang paling umum hingga segi-segi yang paling spesifik. Sekali pola musikal atau lirikal ternyata sukses, ia dieksploitasi hingga kelelahan komersial, yang memuncak pada kristalisasi standar. Selain itu, detail-detail dari satu lagu pop bias dipertukarkan dengan detail-detail lagu pop lainnya. Tidak seperti struktur organis musik serius, di mana tiap-tiap detail mengekspresikan keseluruhan, musik pop bersifat mekanis dalam pengertian bahwa detail tertentu bias diganti dari satu lagu ke lagu lainnya tanpa efek real apa pun pada struktur sebagai satu keseluruhan.
            Upaya menyembunyikan standarisasi, industri musik menggunakan apa yang Adorno sebur yaitu dengan standarisasi hit-hit lagu menjaga para penikmat musik tetap menerimanya dengan tetap mendengarkannya. Baginya, menjaga mereka tetap menerimanya dengan membuat mereka lupa bahwa apa yng mereka dengarkan itu telah diperdagangkan dan disederhanakan sebelumnya kepada mereka. Selain itu, Musik pop juga mendorong pendengaran pasif. Bekerja di bawah naungan kapitalisme itu menjemukan dan karenanya mendorong pencarian jalan keluar, namun, karena kapitalisme juga menumpulkan, ia meninggalkan sedikit energi bagi jalan keluar yang sebenarnya tuntutan akan budaya yang autentik, malahan sebagai tempat bernaung dicari dalam bentuk-bentuk seperti musik pop.
            Konsumsi musik pop itu senantiasa pasif dan repetitif, yang menegaskan dunia sebagaimana adanya. Musik serius dimainkan untuk kesenangan imajinasi, yang menawarkan keterlibatan dengan dunia sebagaimana seharusnya. Musik pop punya korelasi non-produktif dengan kehidupan di kantor atau di pabrik. Ketegangan atau kebosanan kerja mengantar laki-laki dan perempuan pada pengindaran terhadap penggunaan energy fisik dan mental di waktu luangnya. Menampik kesenangan baru di waktu kerja, dan terlalu lelah untuk menikmatinya di waktu luang, mereka sangat membutuhkan stimulant musik pop untuk memuaskan apa yang diidamkan.
            Musik pop beroperasi di dalam semacam dialektika yang letih untuk mengonsumsinya menurut pengalihan dan pemalingan perhatian, sementara konsumsi terhadap musik pop menghasilkan pengalihan dan pemalingan perhatian dari konsumen. Ekonomi politik budaya kebanyakan mempunyai cara yang sama cara diatas tadi. Kata yang signifikan di sini adalah akses yang diutamakan melebihi kegunaan dan makna. Ini mengungkapkan batasan-batasan pendekatan, kebaikan dimensi ekonomis namun kelemahan analisis social tampaknya mencakup lebih sedikit ketimbang akses yang mendetail, dan ketersediaan teks serta praktik budaya.
            Ekonomi politik jarang menganjurkan pertimbangan mengenai apa yang sebenarnya dimaksudkan dalam penggunaan actual konsumsi oleh teks dan paktik. Tampaknya hal ini menegaskan bahwa negoisasi khalayak bersifat fiktif, gerakan yang semata-mata ilusif dalam permainan kekuasaan ekonomi. Walaupun jelas penting menempatkan teks dan praktik, katakanlah music pop di dalam bidang determinasi ekonomi mereka, jelas tidak cukup kiranya untuk melakukan hal ini dan berpikir juga tentang penganalisisan pertanyaan penting mengenai pemberian dan kegunaan khalayak. Ekonomi politik mengancam meskipun ada tujuan-tujuannya yang mengagumkan, untuk meruntuhkan segala sesuatu kembali kepada yang ekonomis.
            Pendekatan ekonomi politik budaya memantapkan tatapannya hampir semata-mata pada kekuatan industri musik. Asumsi yang dibuat adalah bahwa industri musik menentukan nilai guna produk-produk yang dihasilkan. Paling jauh, khalayak secara pasif mengonsumsi apa yang ditawarkan oleh industri musik. Paling buruk, mereka menjadi korban budaya, yang secara ideologis dimanipulasi melalui musik yang mereka konsumsi. Industri musik mempunyai kekuatan ekonomi dan budaya yang sangat besar. Alih-alih mendikte pasar yang pasif, industry musik pop menemukan dirinya sangat sulit mengontrol selera musik konsumen. Ini lantaran ada perbedaan antara nilai tukar dan nilai guna. Industri musik   bias mengontrol yang pertama, namun konsumenlah yang menentukan yang kedua.
            Jauh dari menciptakan dan memanipulais khalayak pasif, berbagai perana dalam industri musik hidup ataupun mati menurut kemampuannya merespons konsumsi aktif. Sebagaimana yng ditunjukkan Frith (1983), industry music tidak menjual single, gagasan hegemonik, melainkan sebaliknya sebuah medium yang melaluinya ratusan gagasan yang berkompetisi mengalir. Upaya tas gagasan-gagasan ini,akan tetapi pada akhirnya, sebagaimana cakup penciptaan kebutuhan-kebutuhan baru dan manipulasi khalayak, melainkan sebaliknya pemberian respons kepada kebutuhan-kebutuhan yang ada dan pemuasan khalayak musik apa yang diproduksi , namun ia tidak bisa mengontrol dan menentukan bagaimana musik digunakan dan terlebih lagi, makna yang di berikan oleh mereka yang mempergunakannya.



Kesimpulan
            Musik Populer merupakan jenis-jenis musik yang saat ini digemari oleh masyarakat awam. Musik jenis ini juga merupakan musik yang sesuai dengan keadaan zaman pada saat ini, sehingga sesuai dengan di telinga kebanyakan orang. Sebuah lagu tidak bisa direduksi sebatas kata-kata di halaman kertas. Lirik ditulis untuk dimainkan. Lirik hanya kan benar-benar hidup dalam penampilan seorang penyanyi. Bunyi yang timbul di sekitar kata-kata, misalnya ketidakmampuan menemukan kata-kata yang tepat dan karena itu menggantinya dengan bahsa sehari-hari, merupakan tanda emosi dan kesungguhan nyata. Mengonsumsi musik tertentu menjadi sebuah cara mengada di dunia, konsumsi musik digunakan sebagai tanda yang dengannya kaum muda menilai dan dinilai oleh orang lain. Menjadi subkultur anak muda berarti memperlihatkan selera musikal tertentu dan mengklaim bahwa konsumsinya adalah tindakan kreasi komunal. Musik pop merupakan bagian integral dari budaya komunitas anak muda penggemar motor. Mereka menggambarkan gaya busana sebagai seni pop mirror yang digunakan untuk mengekspresikan sikap kontemporer tertentu.
Musik pop beroperasi di dalam semacam dialektika yang letih untuk mengonsumsinya menurut pengalihan dan pemalingan perhatian, sementara konsumsi terhadap musik pop menghasilkan pengalihan dan pemalingan perhatian dari konsumen. Ekonomi politik budaya kebanyakan mempunyai cara yang sama cara diatas tadi. Kata yang signifikan di sini adalah akses yang diutamakan melebihi kegunaan dan makna. Ini mengungkapkan batasan-batasan pendekatan, kebaikan dimensi ekonomis namun kelemahan analisis social tampaknya mencakup lebih sedikit ketimbang akses yang mendetail, dan ketersediaan teks serta praktik budaya.



           
           


DAFTAR PUSTAKA
Chambers, I. 1985. Urban Rhythms: Pop Music and Popular Culture. London: Macmilan.
Hasan, Sandi Suwardi. 2011. Pengantar Cultural Studies: Sejarah, Pendekatan Konseptual, Dan Isu Menuju Study Budaya Kapitalisme Lanjut. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Poerwanto, Hari. 2000. Kebudayaan dan Lingkungan dalam Perspektif Antropologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Setiawan, Alix. 2014. Musik Pop dan Anak Muda. (http://senirupabumiartyou.blogspot.co.id/2014/05/musik-pop-dan-anak-mudablog-baru-2014.html). Diakses pada 28 Desember 2016. Pukul 13.05 WIB.
Storey, John. 2007. Cultural Studies dan Kajian Budaya Pop. Yogyakarta: Jala Sutra.
Zainuddin, Ansar.2015. Musik Populer. ( http://www.kumpulanmakalah.com/2015/05/musik-populer.html). Diakses pada 28 Desember 2016. Pukul 12.30 WIB.

No comments:

Post a Comment