MUSIK POP SEBAGAI WUJUD
FENOMENA
BUDAYA URBAN DI
PERKOTAAN
Tugas Akhir Semester
Mata Kuliah Pengantar Kajian
Budaya Urban

Oleh :
Nafisatun Nurroh
121511133063
Kelas
A-1
SASTRA
INDONESIA
UNIVERSITAS
AIRLANGGA
SURABAYA
2017
MUSIK POP
Musik pop istilah
awalnya berasal dari singkatan “populer”,
adalah sebuah genre musik dari musik populer yang berasal dalam bentuk modern
pada 1950-an, yang berasal dari rock and roll. Istilah musik populer dan musik
pop sering digunakan secara bergantian, meskipun yang pertama adalah deskripsi
musik yang populer (dan dapat termasuk gaya apapun), sedangkan yang terakhir
adalah genre tertentu yang mengandung kualitas daya tarik masa. Musik Populer merupakan
jenis-jenis musik yang saat ini digemari oleh masyarakat awam. Musik jenis ini juga merupakan musik
yang sesuai dengan keadaan zaman pada saat ini, sehingga sesuai dengan di
telinga kebanyakan orang.
Musik ini
memiliki ciri, dalam penggunaan ritme yang terasa bebas dengan mengutamakan
permainan drum dan gitar bass. Biasanya, para musisinya juga menambah daya
tarik dan penghayatan pendengar atau penikmatnya. Musik pop ini juga dapat
dibedakan menjadi musik pop anak-anak dan musik pop dewasa. Alat-alat musik yang biasanya digunakan
biasanya:
Gitar Listrik, Bass Guitar, Drums, Keyboard, Gitar Akustik, Piano.
Musik Pop ada di mana-mana dan menjadi bagian yang
tidak terelakkan dari kehidupan kita. Dulu, untuk menemukan musik pop harus
bersusah payah, namun sekarang musik pop muncul ke mana pun kita pergi. Kita
menemuinya di mal perbelanjaan, supermarket, di jalanan, di tempat kerja, di
taman, di klub, di restoran, kafe-kafe, televisi, dan sebagainya. Selain itu,
kita juga bias menemukan nnya di took-toko music, dalam koleksi musik pribadi,
dalam gramofon, di pelbagai konser dan festival. Pilihan-pilihan musikal kita
memberi kontribusi pada pemahaman kita akan diri. Pilihan itu juga mendorong
kesejahteraan ekonomi industry musik. Saat ini, nilai penting music pop, yang
tentu saja bersifat cultural dan ekonomi, telah membawanya menjadi focus
sentral dalam cultural studies. Di
sini akan dibahas mengenai kata-kata dan musik (membuat kata-kata sederhana
menjadi enak didengar), hubungan Kaum Muda dan Musik Pop, serta Ekonomi Politik
yang terdapat dalam Musik Pop.
Kata-Kata dan Musik (
Membuat Kata-Kata Sederhana Menjadi Enak Didengar)
Tatkala kita mengatakan
musik populer, sering kali yang ada di benak kita adalah lagu. Dan jika kita
mengajukan pertanyaan apa maksud lagu ini, begitu sering kita menjawab dengan
mengacu pada muatan liriknya. Padahal makna sebuah lagu tidak bisa direduksi
sebatas kata-kata di halaman kertas. Lirik ditulis untuk dimainkan. Lirik hanya
kan benar-benar hidup dalam penampilan seorang penyanyi. Bunyi yang timbul di
sekitar kata-kata, misalnya ketidakmampuan menemukan kata-kata yang tepat dan
karena itu menggantinya dengan bahsa sehari-hari, merupakan tanda emosi dan kesungguhan
nyata. Ketidakjelasan penuturan kata, bukan puisi, merupakan tanda konvensional
dari kesungguhan penulis lagu popular. Kesenangan terhadap musik bukanlah
kesenangan terhadap representasi dari sesuatu yang telah terjadi di tempat
lain, melainkan kesenangan akan apa yang didapat dari sifat-sifat esensial dan
materialitas makna. Kesenangan dan kekuatan musik popular bukan kepada performa
emosi melainkan pada emosi performa.
Kritik terhadap dugaan kedangkalan
lirik-lirik musik pop, karenanya kehilangan fokus. Kata-kata dalam musik pop
tidak dimaksudkan sebagai sajak dan berupaya mengklaimnya sebagai demikian.
Music pop meminjam bahasa sehari-hari klise, kata-kata basi, kejadian
sehari-hari, dan mementaskannya dalam sebuah permainan suara dan performa yang
efektif. Politik ini berkenaan dengan kekuasaan, dan musik pop bisa mempunyai
kekuatan besar. Para politisi telah lama menyadari hal ini. Mereka kerap kali
berangan-angan menelikung selera komunitas musik pop menjadi voting atau
pemungutan suara konsistuen partai politik. Prospek suara kaum muda telah
menggoda banyak politisi untuk menambah musik pop.
Para politisi menceburkan diri
mereka dalam musik pop dengan cara lain, misalnya tuntutan terhadap sensor.
Musik pop bisa bersifat politis jika para musisi mengatakan pelarangan terhadap
suatu lagu untuk dilejitkan. Komunitas-komunitas yang memiliki selera tertentu
bisa menjadi konstuensi politik. Contoh lain dari pop politi yaitu, oposisis
terhadap perang yang merupakan prinsip sentral pengartikulasian budaya tanding,
music mengekspresikan nilai-nilai maupun aspirasi budaya tanding, sementara
pada saat yang sama musik membantu mengosolidasikan dan mereproduksi budaya.
Definisi lain mengenai musik pop
adalah musik pop yang diorganisasi secara politik. Menggunakan musik pop untuk
membentuk konstituensi bagi kampanye politik spesifik membuat music pop
bersifat politis. Kita tentu saja bisa sinis dan menegaskan bahwa para penampil
yang mendukung kampanye politik telah bertindak semata-mata untuk menjual kaset.
Berdasar atau tidak, sinisme semacam itu seharusnya tidak mendukung kesaksian
dalam penyambutan yang hangat dan sangat berpengaruh.
Menyebut musik pop bersifat politik
berarti membawanya memainkan keragaman makna. Musik pop bisa bersifat secara stimulan
dengan banyak cara yang berbeda. Sebagaimana diuraikan John Street (1986),
politik musik merupakan kombinasi dari kebijakan negara, praktik bisnis,
pilihan artistic, dan respons khalayak. Masing-masing elemen ini menempatkan
batasan-batasan pada dan menawarkan perbagai kemungkinan bagi politik musik
pop.
Kaum Muda dan Musik Pop
Musik tentunya
sudah tidak asing lagi dalam kehidupan kita, musik merupakan salah satu produk
budaya dari manusia. Kehadiran musik telah membawa pengaruh dalam setiap peradaban
manusia. Musik yang muncul pada setiap peradaban mengandung nilai yang berbeda
pada setiap periodenya. Begitu juga dengan kehadiran musik pop, sudah menjadi
bagian dari budaya populer dan bersifat massa. Perkembangan gagasan budaya
massa sendiri telah menyeruak ke permukaan sejak dasawarsa 1920-an dan 1930-an.
Pada periode tersebut merupakan titik balik penting dalam kajian dan evaluasi
budaya populer. Hal ini ditandai dengan munculnya sinema dan radio, produksi
massal dan konsumsi kebudayaan, bangkitnya Fasisme dan kematangan demokrasi
liberal di sejumlah negara Barat, semuanya memainkan peranan dalam memunculkan
perdebatan atas budaya massa(pop). Musik pop sudah menjadi sesuatu yang sangat dekat dengan
anak muda, dengan adanya media dan teknologi mempermudah dalam mengakses musik
pop.
Berkaitan dengan budaya
musik pop, sebagaimana yang dikatakan oleh Stuart Hall dan Paddy Whannel
(1964), “potret anak muda sebagai orang lugu yang di eksploitasi oleh industri
musik pop terlalu disederhanakan (269). Menanggapi hal ini, mereka berpendapat
bahwa konflik yang sangat sering antara penggunaan teks atau praktik yang
dipahami oleh khalayak, dan penggunaan yang dimaksudkan oleh para produser.
Secara signifikan mereka mengakui bahwa konflik ini secara khusus menjadi ciri
ranah hiburan remaja sampai tingkat tertentu, konflik ini juga jamak bagi
seluruh wilayah hiburan massa dengan sebuah setting
komersial. Budaya musik pop, lagu, majalah, konser, festival, komik, wawancara
dengan bintang pop, film, dan sebagainya membantu memperlihatkan pemahaman akan
identitas di kalangan muda.
Musik jenis pop mempertontonkan
realisme emosional, laki-laki dan perempuan muda mengidentifikasi diri mereka
sendiri dengan representasi kolektif dan menggunakannya sebagai fiksi-fiksi
penuntun. Fiksi simbolik tersebut adalah cerita rakyat yang dengan itu anak
usia belasan, sebagian, membentuk dan menyusun pandangan dunianya. Selain itu
anak muda usia belasan tahun juga menggunakan cara berbicara tertentu, tempat
nongkrong tertentu, cara menari tertentu, dan cara berbusana tertentu, untuk
memperlihatkan jarak dengan dunia orang dewasa. Mereka menggambarkan gaya
busana sebagai seni pop mirror yang digunakan untuk mengekspresikan sikap
kontemporer tertentu.
Mengonsumsi musik tertentu menjadi
sebuah cara mengada di dunia, konsumsi musik digunakan sebagai tanda yang
dengannya kaum muda menilai dan dinilai oleh orang lain. Menjadi subkultur anak
muda berarti memperlihatkan selera musikal tertentu dan mengklaim bahwa
konsumsinya adalah tindakan kreasi komunal. Musik pop merupakan bagian integral
dari budaya komunitas anak muda penggemar motor. Terdapat empat homologi
menurut Willis di antara subkultur dan konsumsinya terhadap musik. Pertama,
kesatuan historis musik memungkinkan konsumsinya menandai perbedaan dan
perbedaan dengan mereka yang mengonsumsi musik pop kontemporer. Kesatuan ini
memberikan sense autentitas kepada kelompok tersebut. Kedua, musik itu,
terutama Elvis P muda dan Buddy H, dimengerti sebagai mengabsahkan maskulinitas
agresif dalam perayaannya sebagian besar diartikulasikan melalui penyuaraan
vokal dan energi musik, ketimbang dalam muatan liriknya atas respons fidik dank
eras terhadap dunia yang kejam dan tidak pasti. Dengan demikian musik ini
dipandang punya kapasitas mengkonkretkan dan mengautentikkan komitmen kelompok
untuk memamerkan maskulinitas yang agresif.
Ekonomi Politik Musik
Pop
Analisis paling
sistematis dan paling membakar terhadap budaya massa serta paling menantang
siapa pun yang mengklaim bahkan sejumput nilai atas produk-produk industri
musik yang diproduksi dalam jumlah besar adalah representasi dari ekonomi
politik menurut Simon Frith (1983), karya Theodor Adorno. Musik pop di standarisasikan standarisasi,
yaitu meluas mulai dari segi-segi yang paling umum hingga segi-segi yang paling
spesifik. Sekali pola musikal atau lirikal ternyata sukses, ia dieksploitasi
hingga kelelahan komersial, yang memuncak pada kristalisasi standar. Selain itu,
detail-detail dari satu lagu pop bias dipertukarkan dengan detail-detail lagu
pop lainnya. Tidak seperti struktur organis musik serius, di mana tiap-tiap
detail mengekspresikan keseluruhan, musik pop bersifat mekanis dalam pengertian
bahwa detail tertentu bias diganti dari satu lagu ke lagu lainnya tanpa efek
real apa pun pada struktur sebagai satu keseluruhan.
Upaya menyembunyikan standarisasi,
industri musik menggunakan apa yang Adorno sebur yaitu dengan standarisasi
hit-hit lagu menjaga para penikmat musik tetap menerimanya dengan tetap
mendengarkannya. Baginya, menjaga mereka tetap menerimanya dengan membuat
mereka lupa bahwa apa yng mereka dengarkan itu telah diperdagangkan dan
disederhanakan sebelumnya kepada mereka. Selain itu, Musik pop juga mendorong
pendengaran pasif. Bekerja di bawah naungan kapitalisme itu menjemukan dan
karenanya mendorong pencarian jalan keluar, namun, karena kapitalisme juga
menumpulkan, ia meninggalkan sedikit energi bagi jalan keluar yang sebenarnya
tuntutan akan budaya yang autentik, malahan sebagai tempat bernaung dicari
dalam bentuk-bentuk seperti musik pop.
Konsumsi musik pop itu senantiasa
pasif dan repetitif, yang menegaskan dunia sebagaimana adanya. Musik serius
dimainkan untuk kesenangan imajinasi, yang menawarkan keterlibatan dengan dunia
sebagaimana seharusnya. Musik pop punya korelasi non-produktif dengan kehidupan
di kantor atau di pabrik. Ketegangan atau kebosanan kerja mengantar laki-laki
dan perempuan pada pengindaran terhadap penggunaan energy fisik dan mental di
waktu luangnya. Menampik kesenangan baru di waktu kerja, dan terlalu lelah
untuk menikmatinya di waktu luang, mereka sangat membutuhkan stimulant musik
pop untuk memuaskan apa yang diidamkan.
Musik pop beroperasi di dalam
semacam dialektika yang letih untuk mengonsumsinya menurut pengalihan dan
pemalingan perhatian, sementara konsumsi terhadap musik pop menghasilkan
pengalihan dan pemalingan perhatian dari konsumen. Ekonomi politik budaya
kebanyakan mempunyai cara yang sama cara diatas tadi. Kata yang signifikan di
sini adalah akses yang diutamakan melebihi kegunaan dan makna. Ini
mengungkapkan batasan-batasan pendekatan, kebaikan dimensi ekonomis namun
kelemahan analisis social tampaknya mencakup lebih sedikit ketimbang akses yang
mendetail, dan ketersediaan teks serta praktik budaya.
Ekonomi politik jarang menganjurkan
pertimbangan mengenai apa yang sebenarnya dimaksudkan dalam penggunaan actual
konsumsi oleh teks dan paktik. Tampaknya hal ini menegaskan bahwa negoisasi
khalayak bersifat fiktif, gerakan yang semata-mata ilusif dalam permainan
kekuasaan ekonomi. Walaupun jelas penting menempatkan teks dan praktik,
katakanlah music pop di dalam bidang determinasi ekonomi mereka, jelas tidak
cukup kiranya untuk melakukan hal ini dan berpikir juga tentang penganalisisan
pertanyaan penting mengenai pemberian dan kegunaan khalayak. Ekonomi politik
mengancam meskipun ada tujuan-tujuannya yang mengagumkan, untuk meruntuhkan
segala sesuatu kembali kepada yang ekonomis.
Pendekatan ekonomi politik budaya
memantapkan tatapannya hampir semata-mata pada kekuatan industri musik. Asumsi
yang dibuat adalah bahwa industri musik menentukan nilai guna produk-produk
yang dihasilkan. Paling jauh, khalayak secara pasif mengonsumsi apa yang
ditawarkan oleh industri musik. Paling buruk, mereka menjadi korban budaya,
yang secara ideologis dimanipulasi melalui musik yang mereka konsumsi. Industri
musik mempunyai kekuatan ekonomi dan budaya yang sangat besar. Alih-alih
mendikte pasar yang pasif, industry musik pop menemukan dirinya sangat sulit
mengontrol selera musik konsumen. Ini lantaran ada perbedaan antara nilai tukar
dan nilai guna. Industri musik bias
mengontrol yang pertama, namun konsumenlah yang menentukan yang kedua.
Jauh dari menciptakan dan
memanipulais khalayak pasif, berbagai perana dalam industri musik hidup ataupun
mati menurut kemampuannya merespons konsumsi aktif. Sebagaimana yng ditunjukkan
Frith (1983), industry music tidak menjual single, gagasan hegemonik, melainkan
sebaliknya sebuah medium yang melaluinya ratusan gagasan yang berkompetisi
mengalir. Upaya tas gagasan-gagasan ini,akan tetapi pada akhirnya, sebagaimana
cakup penciptaan kebutuhan-kebutuhan baru dan manipulasi khalayak, melainkan
sebaliknya pemberian respons kepada kebutuhan-kebutuhan yang ada dan pemuasan
khalayak musik apa yang diproduksi , namun ia tidak bisa mengontrol dan
menentukan bagaimana musik digunakan dan terlebih lagi, makna yang di berikan
oleh mereka yang mempergunakannya.
Kesimpulan
Musik Populer merupakan jenis-jenis musik
yang saat ini digemari oleh masyarakat awam. Musik jenis ini juga merupakan musik yang sesuai dengan keadaan
zaman pada saat ini, sehingga sesuai dengan di telinga kebanyakan orang. Sebuah
lagu tidak bisa direduksi sebatas kata-kata di halaman kertas. Lirik ditulis
untuk dimainkan. Lirik hanya kan benar-benar hidup dalam penampilan seorang
penyanyi. Bunyi yang timbul di sekitar kata-kata, misalnya ketidakmampuan
menemukan kata-kata yang tepat dan karena itu menggantinya dengan bahsa
sehari-hari, merupakan tanda emosi dan kesungguhan nyata. Mengonsumsi musik
tertentu menjadi sebuah cara mengada di dunia, konsumsi musik digunakan sebagai
tanda yang dengannya kaum muda menilai dan dinilai oleh orang lain. Menjadi
subkultur anak muda berarti memperlihatkan selera musikal tertentu dan
mengklaim bahwa konsumsinya adalah tindakan kreasi komunal. Musik pop merupakan
bagian integral dari budaya komunitas anak muda penggemar motor. Mereka
menggambarkan gaya busana sebagai seni pop mirror yang digunakan untuk mengekspresikan
sikap kontemporer tertentu.
Musik pop beroperasi di dalam semacam dialektika
yang letih untuk mengonsumsinya menurut pengalihan dan pemalingan perhatian,
sementara konsumsi terhadap musik pop menghasilkan pengalihan dan pemalingan
perhatian dari konsumen. Ekonomi politik budaya kebanyakan mempunyai cara yang
sama cara diatas tadi. Kata yang signifikan di sini adalah akses yang
diutamakan melebihi kegunaan dan makna. Ini mengungkapkan batasan-batasan
pendekatan, kebaikan dimensi ekonomis namun kelemahan analisis social tampaknya
mencakup lebih sedikit ketimbang akses yang mendetail, dan ketersediaan teks
serta praktik budaya.
DAFTAR PUSTAKA
Chambers, I.
1985. Urban Rhythms: Pop Music and
Popular Culture. London: Macmilan.
Hasan, Sandi Suwardi. 2011. Pengantar Cultural Studies: Sejarah, Pendekatan Konseptual, Dan Isu
Menuju Study Budaya Kapitalisme Lanjut. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Poerwanto, Hari. 2000. Kebudayaan dan Lingkungan dalam Perspektif Antropologi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Setiawan, Alix. 2014. Musik Pop dan Anak Muda. (http://senirupabumiartyou.blogspot.co.id/2014/05/musik-pop-dan-anak-mudablog-baru-2014.html).
Diakses pada 28 Desember 2016. Pukul 13.05 WIB.
Storey, John.
2007. Cultural Studies dan Kajian Budaya
Pop. Yogyakarta: Jala Sutra.
Zainuddin, Ansar.2015. Musik Populer. ( http://www.kumpulanmakalah.com/2015/05/musik-populer.html).
Diakses pada 28 Desember 2016. Pukul 12.30 WIB.
No comments:
Post a Comment